MOMENT

616 97 5
                                    


That moment when my hand on yours

there was no adrenalin rush.

It didn't feel like we were on a rollercoaster.

It wasn't that exciting like how they usually describe.

It was

like a sudden teleport to another dimension

where serene silence took place,

where time lost its authority

and everything stand still.

I felt

the rush of peace flooded over me.

This was the first time I got a hint

that it was going to be plain-

plainly extraordinary.

-Zulie, My Latte Sky and other stars-


Setahun berlalu sudah, akhirnya Dinan menyelesaikan tugas negara dengan sangat baik dan kini mereka bebas menikmati cuti panjang. Sekarang saatnya mengatur rencana untuk berlibur dan tentu saja menemui Jingga.

Dinan membuat janji temu di kedai kopi dengan Ivan di bilangan Jakarta Selatan, Trace. Sesampainya Dinan di sana, ia mengambil tempat duduk favoritnya dengan meja panjang kayu hitam, Ivan mengabarinya kalau akan sedikit telat.

Ini kesempatan baginya untuk kembali membuka akun media sosial Jingga yang diikutinya, dengan cepat jarinya men-scroll semua foto-foto serta quotes-quotes yang terpampang di laman akun Jingga kadang membuat Dinan tersipu sendiri, tentu saja jika ini terlihat oleh Ivan pasti temannya itu sudah melontarkan kalimat kejam kepadanya. Dinan sangat bersemangat untuk menyusul Jingga yang ternyata masih menghabiskan waktunya di Korea.

"Hayooo!! Ketahuan kan, lo!" kejut Ivan membuat Dinan terlonjak dan hampir saja melayangkan tinju ke wajah Ivan yang tengah berdiri menatapkan dengan gaya super tengil.

"Tak kampleng ya!" Ucap Dinan dengan logat Jawa yang kental, sejenak membuat tak hanya Ivan namun juga dirinya terperanjat.

"Hah??? Lo lagi belajar bahasa daerah, Nan?" Ivan sangat heran dengan Dinan ditambah lagi dia tidak mampu menjelaskan situasi ini.

"Eh... Nggak kok." Dinan terlihat kikuk karena tidak menyangka kalau dirinya berbicara dengan logat jawanya. "Bro, kita liburan bagaimana?" ucapnya berusaha mengalihkan Ivan ke topik lain.

Ivan segera mengambil kursi dan duduk di hadapan Dinan terlihat sangat antusias dengan tawaran Dinan namun sejurus kemudian raut wajahnya menunjukan rasa frustasi.

"Seharusnya ya, seharusnya nih, gue itu berlibur sama pacar gitu minimal, bukan sama lo lagi. Jadi apa hidup gue...? Kerja sama lo, makan sama lo dan sampai liburan juga sama lo. Yaa Tuhaan, tolong hamba!" dramatis.

"Ya sudah, kalau nggak mau, gue no prob, man. Gue sendirian aja ke Korea. Menikmati musim gugur di sana. Ya kali aja dapet jodoh." Balas Dinan sedikit usil.

"Korea?"

"Yups."

"Gue paham ini arahnya kemana... udah sakit lo, memang. Ngejar Jingga lagi kan ini agendanya?!" ucap Ivan sengit dan hanya dibalas cengiran oleh Dinan.

***

Di dalam kamar Dinan sibuk merapikan pakaian dan beberapa barang pribadinya untuk dibawanya berlibur. Di ambang pintu, Ibunda Dinan memerhatikan kesibukan anak lelaki satu-satunya yang ia miliki dengan penuh sayang.

The Time When We Fell In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang