Dia adalah Kai, lelaki kelahiran Korea Selatan 23 tahun silam yang auranya sulit ditolak oleh wanita manapun. Pintar, kaya, dingin, angkuh, gaya yang flamboyant dan sudah pasti ganteng bahkan kegantengannya ini sering membuat iri atau kecut hati pria lainnya. Apapun yang melekat pada diri Kai selalu berhasil membuat hati wanita manapun meleleh, sayangnya tidak dengan Jingga, barang kali hal inilah yang membuat seorang Kai yang menjadi takluk pada wanita bernama Jingga.
Lama tak berjumpa dengan Jingga membuat Kai sangat merindukannya. Semenjak menetap di Jakarta, Jingga tidak pernah membalas surelnya, tidak juga pesan singkatnya apalagi telepon. Hanya Rere yang menjawab semuanya untuk Jingga dengan alasan kalau Jingga sedang sibuk. Ini yang akhirnya yang menjadi bahan pertimbangan Kai untuk menyusul Jingga ke kampung halaman Ibunda Jingga, Indonesia.
"Pesankan aku tiket pesawat untuk ke Indonesia. Oh ya, beserta dengan penginapan dan segala keperluanku selama aku di sana." Pintanya pada sekretarisnya.
"Baik, Pak Direktur." Kemudian berlalu dari hadapan Kai.
"Aku datang, Jingga. Membayar rasa rinduku hanya untukmu." Gumamnya pada diri sendiri.
***
Kai memilih keberangkatannya di malam hari sehingga dirinya dapat melihat Jakarta pagi harinya dan tentu saja langsung bertemu dengan Jingga. Sebelumnya dia telah mengabari Rere agar menjemputnya di bandara.
Kai tidak bergaya flamboyant seperti biasanya, dia lebih memilih pakaian yang lebih sederhana dari pada setelan jas yang biasa ia gunakan. Jeans biru muda dengan aksen sobek, sepatu kets nike putih, kaus tanpa kerah berwarna putih polos, masker, sunglass dan topi berwarna senada, hitam. Tangan kanannya mendorong travel bag lalu tangan kirinya menenteng jaket rocker hitam. Banyak mata yang melirik kearahnya karena banyak yang menyangka kalau pria ini adalah anggota boyband yang sedang menyamar jelas membuat Kai tak nyaman dan mempercepat langkahnya.
"Yeoboseyo, eodiya?! Halo, kau di mana?!" tanyanya panik di telepon.
"Di luar. Cepat keluar dari imigrasi! Dasar rewel..." jawab Rere sebal. Kalau bukan karena mereka berteman lama, ingin rasanya dia meninggalkan lelaki ini.
"Ya! Kenapa kau memarahiku? Apa salahku?" rajuk Kai pada Rere.
"Kau merepotkan. Jadwalku sangat padat, tahu!"
"Memangnya hanya kau yang sibuk, cih.. sombong sekali. Aku akan keluar, awas kalau kau meninggalkanku!" balas Kai lalu segera memutus teleponnya.
Rere menarik napasnya sedalam yang dia bisa. Sabar, Re... sabar... tidak perlu terpancing dengan pria bodoh itu... Rere mengingatkan dirinya sendiri.
***
"Tolong jelaskan padaku mengapa aku harus mengantarmu seperti ini? Kau pikir aku supirmu?!"
"Masih saja kamu judes seperti itu... pantas saja tidak ada pria yang mau padamu." Cibir Kai dengan tatapan sok dingin pada Rere.
"Ya!!" bentak Rere sambari menginjak pedal rem membuat Kai terantuk kecil.
"Kau bisa meyupir tidak?!" tanyanya keras pada Rere.
"Kalau kau seperti ini terus, turun dari mobilku! Naik taksi saja sana, dasar merepotkan! Pindah kau ke depan, memang aku supirmu!!"
Dengan langkah malas Kai turun dari mobil dan pindah duduk di samping Rere. Cih... wanita ini kalau bukan teman lama dan kalau bukan sahabat baik Jingga ingin rasanya aku menjahit mulutnya itu. Batinnya sambil menatap Rere galak.
"Apa kau lihat-lihat?!" ancam Rere membuat Kai membuang pandangannya ke luar jendela mobil. "Hotel mana?" tanya Rere lagi kemudian.
"The Ritz-Carlton Hotel Jakarta Pacific Place..." jawab Kai tanpa menoleh pada Rere.
"Woow... dekat sekali ya tempat tinggalmu dengan kami." Sindir Rere.
"Biar aku lebih mudah menyiksamu, tentu saja." Jawab Kai diiringi senyum miringnya yang mampu membuat wanita manapun kehabisan napas menanggapi sindiran Rere.
***
Rere menemani Kai masuk sampai kamarnya. Kalau tidak mewah bukan Kai namanya. Pilihannya jatuh pada kamar super deluxe grand club dengan tempat tidur Kingsize-nya. "Sekretarisku yang memilihnya." Jelasnya pada Rere.
"Aku tidak tanya." Balas Rere dingin sambil mendorong travel bag milik Kai.
"Kau pikir aku tidak tahu arti dari tatapan menyebalkanmu itu, hah? Memangnya baru semalam aku mengenalmu?" sindir Kai yang kali ini menuai peolototan dari Rere.
"Ini diletakan di mana?! Merepotkan sekali!"
"Di sana. Biar aku yang memasukkannya ke lemari pakaian." Ujar Kai sambil menunjuk samping sofa.
"Memangnya kau pikir aku sudi membongkar travel bag-mu ini?"
"Isssshhh.... Kalau bukan teman sudah kujahit bibirmu sejak tadi, dasar!"
Dengan langkah menghentak, Rere menghampiri Kai. "Jahit saja ini! Jahit!! Kau pikir aku takut pada mu?! Pria merepotkan!" kejar Rere membuat Kai ngeri melihat reaksi wanita aneh ini.
Ketika Rere akan melangkah keluar dari kamar Kai menahannya. "Tunggu..."
"Apa lagi?"
"Jangan pergi dulu, aku mau mandi habis itu..."
"Jangan mengikutiku! Jingga sedang pergi." Jawab Rere gemas.
"Kemana dia? Kau belum mengatakan pada Jingga aku datang, kan?" Kai memastikan.
"Memangnya aku bermulut besar sepertimu?" sindir Rere pedas anehnya membuat pria itu lagi-lagi menunjukan senyuman mautnya.
"Tunggu aku sebentar, aku akan pergi bersama denganmu. Kalau kau keluar dari kamar ini, aku akan mengejarmu dalam keadaan tak berpakaian biar kau malu sekalian." Ancaman Kai membuat Rere merinding horror. Dasar lelaki bodoh... maki Rere dalam hati.
***
"Kita akan kemana?" tanya Kai dalam perjalanan menuju kantor Production House yang akan mengangkat salah satu novel Jingga lagi ke layar lebar.
"Mengurus kontrak novel Jingga." Jawabnya pendek.
"Lalu Jingga di mana?"
"Sudah ku bilang sejak tadi, Jingga sedang ke museum." Jawab Rere mulai kesal.
"Kapan dia pulang?"
"Belum dua belas jam kau datang Kai tapi kau sudah sangat cerewet dan merepotkan. Jangan tanya lagi atau aku akan mengantarmu kembali ke Korea!"
"Cih... dasar wanita judes tak berhati."
"Diam!!"
"Araseo...! Oke... oke..." jawab Kai sebal. Terpaksa dia harus diam tak bertanya apapun lagi pada wanita titisan gumiho ini. Kalau dia cerewet lagi pasti wanita akan memakannya hidup-hidup. Demi kamu Jingga... hanya demi kamu... ulangnya dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Time When We Fell In Love
Fiction généraleHello Readers ^_^ Tidak ada yang salah dari jatuh cinta, hanya saja jika cinta itu terjadi pada dua insan yang terpisah masa tentu akan menjadi suatu yang tidak lumrah. Hal inilah yang kemudian menyeret Jingga pada takdir yang tidak pernah ada dalam...