"Kau bisa mengendalikan rasa cintamu itu jika kau mau."
Mingyu menatap dirinya di cermin besar di kamarnya. Memandang bagaimana dirinya lahir menjadi orang yang tak diinginkan oleh orang terkasihnya. "Aku tak mau, itu lebih menyakitkan lagi."
"Kurasa tidak, dirimu sudah lebih sakit sejak sekolah menengah dulu. Aku tidak sanggup lagi jika harus melihatmu selalu menangis dalam diam."
"Kau tidak perlu peduli, aku baik."
"Diluar. Tapi di dalam? Aku tahu persis bagaimana kau mengindahkan rasa sakit yang tak pernah sirna itu."
"Persetan dengan rasa sakit, aku sudah bahagia meskipun hanya di dekatnya."
"Benarkah? Meskipun dia hanya datang jika sedang butuh saja?"
Mingyu terdiam, ia semakin menatap lekat lingkar matanya yang terpantul pada cermin berbingkai putih yang bertengger indah di kamarnya itu. "Sudah kubilang aku tidak peduli!" Kalimatnya meninggi, menandakan bahwa ia sedang marah sekarang, bukan marah, tapi kesal. Sudah berkali-kali mereka membicarakan hal ini dan tak pernah selesai.
Mereka selesai ketika salah satu mereka lelah akan pembicaraan yang tak berujung itu. Yang satu masih menguatkan rasa cintak yang tak terbalaskan, yang satu masih mencoba membuat lainnya untuk berpindah. Setidaknya, mengungkapkan cintanya.
Mingyu kemudian berdalih, ia berjalan keluar dari kamarnya, membawa sebuah tas kuliahnya. Langkah kecilnya ia bawa menuruni sebuah tangga berkeramik abu-abu menuju lantai bawah, dengan tangan kirinya masih sibuk memakaikan jam tangan di tangan kanannya. Ada luka gores di telapak tangan itu. Luka gores yang ia dapatkan karena menolong orang yang dicintainya.
Kala itu, Mingyu sedang mengekor pada seseorang yang berjalan santai di depannya ~yang sedang asyik menelfon dengan kekasihnya. Melewati sebuah gang kecil dengan lampu jalan berwarna kuning yang hanya bisa sedikit menerangi tubuh keduanya.
Mingyu menatap nyilu punggung orang di depannya, ia ingin meraihnya lalu di dekapnya kuat tapi tak bisa. Tangannya teralihkan untuk semakin mengeratkan pegangannya pada tas yang ia bawa. Ia menunduk melihat jalanan aspal yang remang-remang dan terhenti karena menabrak seseorang yang berhenti di depannya.
Mingyu mendongak, matanya terpintas pada tiga orang yang berdiri di depan mereka. Pakaian ketiga orang itu lusuh tak terurus, berantakan macam kapal pecah, salah satunya menggunakan topi bewarna hitam pekat berlogo N*ke, salah duanya membawa sebuah pisau, yang Mingyu tahu itu pisau dapur di tangan kirinya, salah tiganya menggunakan jaket boomber yang sudah ada bagian sobek-sobek macam cakaran kucing brutal.
Orang yang berdiri di depan Mingyu beringsut mundur, Mingyu akhirnya menggapai pundak orang itu, membawanya untuk bersembunyi di balik tubuhnya yang lebih kekar dan tinggi.
"Serahkan barang berharga kalian!" Todongan pisau dapur itu berhenti di depan wajah Mingyu dengan jarak sekitar tiga pulu centimetir. Ia tak berdalih, malah menampilkan seringaian aneh yang membuat ketiga orang, yang bisa di sebut pemalak itu menatapnya heran.
Mingyu dengan cepat meraih tangan yang sedang menodongnya pisau tersebut, mematahkannya hingga membuat sebuah erangan kesakitan dari empunya itu sedikit menggema di gang kecil itu. Pisau dapur yang jatuh dari tangan itu menimbukan bunyi denting kecil. Lelaki itu tersungkur, memegangi pergelangan tangannya yang patah dan mulai membiru. Kedua orang lainnya bergilir menyerang Mingyu namun berakhir dengan satunya yang lehernya patah dan satunya yang lengan atasnya patah tak bisa bergerak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Violet
FanfictionMINWON • FIVE CHAPTERED Berisi kumpulan five chaptered dari Kim Mingyu dan Wonwoo yang kebanyakan penuh dengan kegemasan dari minwon/wonmin. start : april 2021 finish : august 2021 BL 1821 • Kim Mingyu || Jeon Wonwoo ©Violet1056