#5e - perfect [2]

1.2K 55 2
                                    

"Selamat pagi.." Ucapku ketika aku sibuk memandangi wajahnya dan ia terbangun. Ia tersenyum dan mendekat, mengecup bibirku singkat.

Ia menoleh ke arah jam dinding. "Ini sudah siang Mingyu, jam 1." Ucapnya. Yah, aku lupa, dan semalam aku menghujamnya sampai subuh, meskipun istirahat beberapa kali.

"Mingyu?" Panggilnya ketika aku sibuk memainkan surainya. "Ayo pergi honeymoon sebelum kita kembali ke kantor."

"Kemana?"

"Yang dekat saja, aku tidak mau jauh-jauh."

"Pulau Jeju?" Ia menggeleng. "Jepang?" ia menggeleng. "Bali?" Ia menggeleng. "Myanmar?" Ia menggeleng. "China?" ia menggeleng. "Ya sudah, korut." Finalku dan malah mendapat tabokan di dada telanjangku. "Lalu mau kemana Wonwooku?"

"German."

"Astaga, itu jauh." Dan ia terkekeh mendengarnya.

"New Zeland kalau begitu, atau Australia? Tapi aku ingin ke Canada, ah, tidak, bagaimana kalau Paris? Eh, tapi Norwegia atau Switzerland bagus." Ia menatapku sembari mengerjapkan kedua matanya.

Aku menghela napas. "Baiklah, tidak usah kalau begitu."

"Astaga Mingyu, ayolah.. Atau pergi ke semua tempat itu?"

"Kita hanya cuti seminggu sayang."

"Ya kalau kita mendapat libur."

"Satu tempat saja yang ingin kau kunjungi dan akan kupersiapkan untuk cuti selama satu minggu ini."

"Pulau Jeju." Aku mengerjap dan menahan napasku tak percaya dan menghembuskannya, ia tertawa lagi.

"Baiklah, besok kita berangkat." Ujung-ujungnya ya diiyakan.

"Okay." Kami berdua terdiam, saling menatap. Lalu tersenyum. "Mingyu, kenapa kita bisa berakhir seperti ini?" Tanyanya.

Aku menggeleng pelan. "Aku tidak tahu, takdir mungkin."

"Jika hari itu kau tidak memberikan pena padaku, kita tidak bisa seperti ini. Aku berterima kasih karena aku lupa penaku dan kau orang yang memberikan penamu."

"Huh?" Aku bingung, pena? Bukankah pertama kali kita bertemu itu saat di kampus dua tahun lalu? "Pena apa?"

"Kau tidak ingat? Saat tujuh tahun lalu kau ikut lomba matematika di sekolahku."

"Ha?.." Aku memutar balik ingatanku tujuh tahun silam dan saat mengingatnya aku baru tersadar, aku ingat hari itu. "Ah, aku mengingatnya, hari di mana pertama dan terakhir kalinya aku ikut lomba."

"Kau tidak mengingatku?" Aku terdiam, mencoba mengingatnya lagi. "Ah, kau adalah orang yang mengelak jawabanku yang ternyata benar?" Ia tertawa mendengarnya. "Kenapa kau tidak bilang jika kita pernah bertemu?"

"Tidak, aku tidak cukup berani waktu itu. Dan, aku masih menyimpan penamu sampai sekarang."

"Di mana?"

"Apartemen, aku lupa membawanya kemari." Aku mendengus kesal, seingatku adalah, itu pena yang dibelikan ayah ketika perjalanan bisnis ke Dubai. "Jika bukan karena hari itu, mungkin sekarang kau tidak bersamaku."

Aku berdecak. "Tapi kita di pertemukan lagi di acara makan malam itu." Ya, acara makan malam keluargaku dan kalurga Wonwoo setelah satu bulan aku masuk ke kampus yang sama dengannya.

"Iya juga." Ia tersenyum. "Mingyu sejak saat itu aku menjadi penguntitmu, awalnya aku akan mengembalikan penamu tapi malah berakhir aku yang jatuh cinta padamu."

"Tentu saja, aku setampan ini." Dan setelah itu aku mendapat tabokan di dadaku, lagi. "Dan itu sebabnya kau mengetahui tentangku?" ia mengangguk.

"Jika aku pria yang tidak ambisius, aku tidak akan pernah mendapatkanmu. Aku pasti sakit hati karena kau tidak bersamaku sekarang ini."

"Aku tahu, makanya aku berterima kasih karena kau membuatku jatuh cinta padamu. Berterima kasih dengan sifat ambisiusmu."

"Kau tahu kenapa aku selalu bersikap sesempurna mungkin?"

"Kenapa? Agar semua orang menyukaimu?"

"Iya."

"Hah?"

"Aku ingin semua orang menyukaiku, dan tidak ada yang menyukaimu, sehingga aku adalah satu-satunya yang menyukaimu, jadi tak ada lawan bagiku."

"Psycho."

"Terserah kau memanggilku apa, aku sangat bersyukur bahwa kau mudah jatuh cinta meskipun pendekatannya harus berjuang penuh. Tapi aku tak pernah menyesal, karena kau sudah menjadi milikku seutuhnya."

"Ehm, terima kasih."

"Aku mencintaimu Kim Mingyu, tolong jangan bosan dengan kesempurnaanku." Aku memutar bola mataku malas.

"Aku juga mencintaimu Jeon Wonwoo, jangan pernah bosan dengan bagaimana diriku yang membosankan."

"Kau tahu bahwa aku dan kau jika di gsbung menjadi sempurna kan?"

"Tahu sangat tahu."

"Dari luar, aku memang sempurna, tapi dari dalam kau lebih sempurna Kim Mingyu."

"Berhentilah menggodaku atau kau aku hujam lagi."

"Baik, silakan, kita lanjutkan yang semalam."

"Astaga, lubangmu tidak sakit huh? Tubuhmu juga."

"Aku tidak pernah merasa sakit untuk seorang Kim Mingyu."

"Yak! Jeon Wonwoo!"

"Apa sayang?" Ia mengelus wajahku.

"Kau tidak akan mendapat jatah selama setangah tahun." Balasku sembari tersenyum dan ia segera menampilkan wajah cemberutnya. "Bercanda, tentu saja." Aku meriah tubuhnya dan memeluknya erat.

"Mingyu, pinggangku sakit.." rengeknya.

"Hehe, maaf." Aku kemudian bangkit dan beralih mengungkungnya. "Ayo lanjutkan yang semalam, sampai kau pingsan."

"Ya! Ayo." Ia menarik tengkukku dan melumat bibirku begitu dalam. Tapi, kami tak melanjutkannya tentu saja, kenapa harus huh? Aku juga kelelahan dan ia merengek pinggangnya dan lubangnya sakit.

THE END
::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::

Okay, buat perfect, udah ya.. Nextnya aku masih belum tahu mau bikin ke gimana. Tapi kalo ada inspirasi langsung aku ketik dan publish kok.
.
Thanks for reading and sorry for typo(s)
.
Luv ya💕

VioletTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang