12. pertemuan terakhir

501 131 49
                                    

**terakhir untuk hari ini

___

Hari ibu memang sudah lewat sehari. Tapi Jian memutuskan untuk tetap bertemu dengan bundanya, untuk mengucapkan hari ibu secara langsung. Bunda Jian sebenarnya ada di Jakarta, dia tinggal dengan suami barunya. Dan ayah Jian sudah meninggal saat Jian berumur tujuh tahun.

Tapi meskipun Helena, sang bunda ada di Jakarta Jian tidak bisa bertemu wanita itu semau dia. sejak Helena memiliki kehidupan baru, jarak antara Jian dan bundanya itu malah semakin jauh. Jian sudah bela-belain kuliah jauh-jauh ke Jakarta, salah satu alasannya biar gampang bertemu bunda tapi ternyata sama saja. Sulit sekali bertemu Helena meski sebulan sekali.

Tidak ada yang tahu tentang hal ini, kecuali Jenny. Anak-anak gerhana hanya tahu kalau Jian asli Gorontalo, merantau ke sini sendirian. Itu saja.

Dan sekarang Jian di sini. di salah satu restoran di Jakarta Timur bersama dengan bundanya. Jian bersyukur Helena mau bertemu malam ini, terakhir mereka bertemu kalau tidak salah itu sekitar lima bulan yang lalu. Sebelumnya hanya telponan saja seminggu sekali.

"Jian, bunda harap ini jadi pertemuan terakhir kita. Bunda nggak bisa bertemu kamu lagi." kata Helena padahal Jian belum mengatakan apa-apa. Jian belum mengucapkan selamat hari ibu juga. dan akhirnya ucapan itu tertahan di tenggorokannya.

"Kenapa sih bun, sulit banget bertemu bunda. Sesibuk apa sih emangnya?"

"Ini bukan masalah bunda sibuk atau enggak. Tapi bunda gak mau bikin masalah dan berantem dengan suami bunda hanya karena bertemu kamu. Kamu pahami posisi bunda dong." Kata Helena

Jian cuma bisa menundukkan kepala sambil menahan air matanya. pertemuan ini terasa sia-sia, pada akhirnya pertemuan ini hanya menorehkan rasa sakit saja. Yang menciptakan jarak antara mereka sebenarnya adalah Helena sendiri. Dia yang sudah membuang Jian dan memilih untuk fokus dengan kehidupan barunya. Memang apa salahnya jika seorang ibu dan anak bertemu, apa itu sebuah aib? Tapi itu sudah pilihan Helena untuk menjauh dari putrinya. Dia tidak sadar bahwa dia telah bersikap egois.

"Bunda bakal transfer uang ke kamu. Itu cukup untuk biaya hidup kamu dan biaya kuliah kamu sampai lulus. Setelah lulus bunda harap kamu langsung kembali ke Gorontalo. Jangan hubungi bunda lagi setelah ini." kata Helena lagi

Jian tersenyum tipis. Jian menatap bundanya sedalam mungkin. Wajah yang dulu terlihat teduh dan selalu dihiasi senyum kini tampak berbeda oleh tampilan make-up yang mencolok. Helena memang terlihat lebih cantik dan anggun tapi Jian tetap merindukan sosok bundanya yang dulu.

Jian rasa tidak ada gunanya berlama-lama di sini. Jian pun akhirnya pamit pulang. Bahkan pesanan yang Helena pesan tidak sedikitpun dijamah oleh Jian.

"Selamat hari ibu, bun. Semoga bunda selalu sehat dan panjang umur." Kalimat yang tertahan sejak tadi itu akhirnya ia ucapkan sebelum pergi. Jian memeluk Helena hangat. Dia tidak tahu apa ini akan menjadi pertemuan terakhir mereka, tapi Jian berdoa semoga tidak. Dia masih ingin bertemu bundanya.

Jian melepas pelukannya dan segera pergi dari sana membawa perasaan sesak dan sedih. Jian Felysia, sosok yang mungkin menurut anak-anak gerhana adalah sosok yang periang, yang tegas dan tidak mudah ditindas. Kenyataannya memiliki sisi lemah juga. Jian mungkin bisa tegar saat menghadapi masalah dengan orang lain. Tapi jika itu masalah dengan keluarga sendiri, Jian akan menjelma menjadi sosok yang lemah.

Setiap orang memiliki masalah dalam hidupnya sendiri. Tapi alangkah beruntungnya mereka yang masih memiliki seseorang di sampingnya yang memberikan dukungan dan kekuatan.

Sedih rasanya karena malam ini bisa jadi menjadi pertemuan terakhir Jian dengan bundanya. Sepanjang jalan itu dia menangis sampai kemudian dia melewati sebuah masjid. Jian melihat jam digital di handpone nya, sudah jam delapan lewat. Dia ingat belum shalat isya, jadi dia memutuskan untuk mampir ke masjid itu untuk shalat.

Allahummaghfirli Jian tidak pernah lupa membaca doa itu setiap habis sholat. Waliwalidayya dan ketika sampai dibacaan itu dia menangis terisak-isak. Dia ingin memiliki hubungan yang baik dengan bundanya, layaknya hubungan anak dan ibu pada umumnya. Tapi Helena sudah menjelma menjadi sosok egois semenjak menikah dengan pria kaya raya itu. Meski begitu Jian tidak pernah lupa mendoakan yang baik-baik untuk bundanya. Wanita itu tetap ibunya terlepas bagaimana sikapnya.

Jian keluar dari masjid setelah sholat isya. Sudah hampir jam sembilan, Jian harus bergegas pulang ke kosan. Waktu Jian mengikat tali sepatu tiba-tiba ada yang menegurnya dari belakang.

"Jian!"

Jian menoleh. "bang Gav." Pekiknya, dia kaget setelah meliat Gavin juga keluar dari masjid itu.

"Kamu kok bisa ada di sini?" tanya Gavin

"Oh tadi gue ketemuan sama temen di dekat sini bang. Bang Gavin sendiri kok bisa ada di sini?"

"Gue habis bimbingan skripsi. Dosen gue rumahnya deket sini juga." jawab Gavin, "Yasudah ayok pulang!" ajak Gavin

Ya ampun bersyukur sekali Jian bertemu Gavin di sini. jadi dia tidak perlu repot-repot mencari angkot dan pulang sendirian ke kosan.

"Lu kesini jauh-jauh sendirian kalo di culik orang gimana?" kata Gavin sambil menyalakan motornya

"Nggak ada yang demen nyulik gue bang, tenang aja." Kata Jian

Gavin tertawa mendengar jawaba gadis itu. "sudah makan belum?"

"Belum bang. Laper banget nih gue."

"Makan bakso mau? Di depan sana ada bakso beranak."

"Bakso beranak? Anaknya prematur gak bang?" tanya Jian random

"kembar siam." Jawab Gavin

"Mau bang mau." Kata Jian antusias

Akhirnya sebelum pulang ke kosan mereka mampir ke sebuah warung bakso, dan menyantap satu mangkos bakso beranak dengan lahap. Setidaknya kesedihan hati Jian bisa dia lupakan malam itu dengan kehadiran Gavin dan obrolan-obrolan lucu darinya.

--oOo--







!!!"part lengkap tersedia di KBM app"❣

KOSAN GERHANA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang