Seminggu di kota Rose membuat mereka enggan pulang. Terlebih Hange yang masih ingin tinggal disana. Ia sampai membuat sebuah sumpah jika suatu saat nanti dia menikah, kota Rose adalah pilihan yang tepat untuk ia tinggali.Pamit kembali kepada sang ayah, membuat Erwin sendiri merasa tega tak tega meninggalkannya sendirian di sana. Dia berjanji jika kedepannya Erwin akan lebih rutin untuk mengunjunginya.
🐟🐟🐟🐟
Di hari Minggu pagi setelah perjalanan pulang dari kota Rose, Levi memutuskan untuk pergi ke cafe lebih pagi dari biasanya. Ia memberikan cuti seminggu di awal musim panas kepada karyawan sekaligus teman baginya. Ia sangat menghormati setiap kerja keras mereka yang sudah berjuang membangun usahanya. Meski begitu terkadang mereka selalu menganggap Levi adalah atasan dan seorang yang harus selalu di hormati. Levi bahkan menolak dipanggil bos atau embel-embel seorang karyawan kepada atasan, itu jika sedang tidak di tempat kerja saja. Ia hanya ingin dianggap seperti seorang teman jika sedang tidak berkaitan dengan pekerjaan.
Pria itu berjalan menuju dapur untuk membuat teh hangat dan sepiring pancake madu yang ia panggang tadi sebagai sarapan pagi. Ia berfikir, Erwin, Hange dan Mike adalah tipikal orang-orang yang malas ketika sudah memasuki waktu libur. Mereka akan cenderung bangun lebih siang, apalagi setelah menghabiskan waktu melelahkan seharian menempuh perjalanan pulang.
"Ohayo, Levi-san!"
Hange berjalan mendekati meja makan. Tubuhnya sedikit lemas di gerakkan dan hanya mampu menggaruk-garuk tengkuknya ketika duduk di kursi.
"Tch! Dasar pemalas! Bukannya kau cepat mandi dan melakukan aktivitas harianmu?" Dengus Levi mengaduk-aduk cangkir tehnya lalu duduk di samping Hange.
Melihat sepiring pancake hangat, Hange mencomotnya dari piring. "Arigatou sarapannya... Nyam!" Mulutnya menyuapkan bagian demi bagian kue itu dengan cepat.
"Hey brat! Kau buatlah sendiri sarapanmu, baka!" Levi mementungnya dengan sendok teh.
"Itte! Sakit, aku segera mandi! Hari ini Moblit mengajakku pergi ke sebuah taman hiburan baru, kau mau ikut?" Tawarnya sibuk mengunyah kue yang ia ambil kembali dari piring Levi.
Tatapan Levi tentu mengisyaratkan kekesalan, tapi hal itu sengaja ia tahan agar tidak memukul tingkah si mata empat yang selalu membuatnya kesal. "Jika aku ikut denganmu, itu hanya akan membuat suasana kencan kalian rusak, bodoh!" Jawab Levi meneguk tehnya.
"Eh?! Kami tidak berkencan, kami hanya berjalan-jalan! lagipula aku mengajak rekan kerja lain. Sebaiknya kau sendiri juga harus merencanakan bagaimana kencan pertamamu dengan Petra! Huh~" sindir Hange sambil mengelap kacamatanya.
Terlintas dibenak Levi soal percakapannya dengan Petra saat itu. Dirinya sibuk memikirkan soal ingatan masalalu, mengapa ketiga bocah Marley itu sama sekali tidak mengingat kejadian yang mereka perbuat dahulu?
Dia ingat ketika dia sibuk beropini dengan dirinya sendiri, seseorang memanggilnya.
"Mr. Levi?"
Pria bertubuh pendek itupun menoleh sedikit. "Nani?"
"Ada yang ingin ku bicarakan padamu..."
Tangannya sibuk Mengaduk teh hangat yang dia buat. "Katakan saja."
Gadis itu terdiam sejenak sebelum mengucapkannya beberapa patah kata. "Ano... Aku..."
"Aku menyukaimu..."
Levi berhenti mengaduk tehnya. Nafasnya berhembus kala mendengar hal ini, Petra... Gadis itu benar-benar berani mengutarakan kejujurannya yang sebelumnya di masalalu, ia hanya berani menyimpan rasa itu sendirian.
KAMU SEDANG MEMBACA
SNK : New Life Afterward
Fanfiction"Kehidupan baru saja di mulai, Erwin. Lakukan apa yang kau suka. Lakukan apapun yang belum pernah kau lakukan." Ucap Levi sembari meneguk tehnya. "Apapun? Hal yang membuatku cukup sedih adalah, tidak semua orang mengingat masalalu itu seperti kita."...