25. Sebuah Takdir

15 1 0
                                    

Seseorang berdiri di antara pilar-pilar besar gedung. Suaranya yang kentara tak lagi mengejutkan Levi kali ini seolah dirinya memang sudah menduga kedatangan pria berambut pirang itu.

"Lanjutkan jika kau ingin bicara, bodoh. Aku sudah menduga hal ini akan terjadi." ucap Levi kemudian mempersilahkan Erwin untuk berbicara.

Pria itu mendekat seraya merogoh sesuatu di dalam tas kantornya. "Maaf aku berdusta soal rencanaku kemarin, Levi. Tapi rasanya hatiku tak bisa membohongi sanubariku sendiri. Maksud kedatanganku kemari justru atas kesadaranku juga." Ungkap Erwin.

"Hah dasar bodoh..." Ejek Levi.

Erwin memberikan sebuah kotak yang berisikan bolo tie hijau zamrud miliknya. Tentu hal itu membuat Levi kesal saat melihatnya.

"Oiii! Bodohmu itu sudah kelewatan ya?! aku memintamu untuk menyimpan barang berharga ini, Sialan!." Pekik Levi.

Marie yang melihat kilauan batu permata yang ada pada bolo tie itu mendadak merasakan sakit yang luar biasa dikepalanya. Setiap ingatannya nyaris terlihat sempurna saat melihat batu itu.

..

..

..

"Maaf Marie, keinginanmu sejauh ini rasanya tak bisa dicapai bersamaku. Bagaimanapun juga, Nile adalah orang yang pantas untuk kamu jadikan suami yang baik." ucap Erwin memegangi jemari Marie keduanya seraya berjalan bersama.

Surai keduanya terlihat sedikit berterbangan dihembus angin malam.

Marie meletakkan lenteranya lalu duduk beralaskan rumput di pinggir sebuah kanal.

"Apa alasannya? aku tidak mencintainya, Erwin...'' Tanya Marie.

"Mungkin hidupmu akan lebih terjamin dengan Nile dibanding hidup bersamaku. Aku punya impian yang besar untuk mengetahui dunia luar. Dan Seumpamanya aku hidup bersamamu, aku tak rela jika suatu saat aku mati di medan perang aku harus meninggalkan istri dan anak-anakku kelak. Hidupku akan lebih tidak berguna sebagai seorang pria sejati."  

Suasana mendadak hening. Hanya terdengar sesekali suara anjing yang mengonggong disertai hembusan angin.

Dalam sayup-sayupnya, Marie menangis.

Mengenal Erwin seperti diberkahi anugerah indah, namun nyatanya apa yang selama ini dia inginkan tidaklah berjalan sesuai jalurnya.

Erwin mengusap air mata gadis itu seraya berkata "Bagaimana mungkin aku menjadi seorang pria pengecut yang mau meninggalkan anak dan istri mati di medan perang? Kamu tidak akan membiarkan anak-anak tumbuh tanpa seorang ayah, bukan? Itu akan menjadi neraka untuk mereka."

Marie mengenggam rumput yang berada di sampingnya dengan kuat. Hatinya menahan rasa sakit. Begitupula Erwin. Kemudian keduanya saling memeluk.

"Tapi kamu bisa meninggalkan pekerjaanmu itu untuk mewujudkan impian kita, Erwin... tetaplah hidup untukku... bersamaku..." tangis Marie.

Erwin menggeleng sambil mengusap rambut Marie lembut. "Tidak... aku seperti melihat ayahku diatas tembok itu. Bayangannya melambai seolah meminta bantuanku untuk memecahkan apa yang sebenarnya terjadi, Marie." Ungkap Erwin.

"Tatap aku Marie... aku berjanji jika aku datang setelah mengetahui kebusukan dunia, aku bersiap untuk meminangmu dan membawamu jauh dari neraka ini. Aku berjanji... Namun jika tidak, aku mohon tetaplah hidup meski harus membuka sebuah kisah dengan pria lain." Sambung Erwin.

Ingatan Marie semakin tajam.

...

Ditatapnya langit biru disertai burung-burung yang berterbangan diatas sana. Cahaya matahari cerah hampir menusuk matanya.

SNK : New Life AfterwardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang