22. Changing old destiny

36 4 0
                                    

Semua hidangan sudah dipersiapkan. Dimulai hidangan pembuka, utama sampai penutup. Namun Marie tak kunjung membeberkan maksud dan tujuannya bertemu dengan Erwin. Pria beralis tebal itu sesekali melirik wajah Marie yang tengah menyecap tetesan wine terakhirnya.

"Ada yang ingin kamu sampaikan, Marie?" Erwin membuka pembicaraan dengan santai.

"Sejujurnya aku ingin mengatakan hal aneh yang sering terjadi akhir-akhir ini padaku." Ucap Marie.

Alis tebal pria pirang itu sedikit mengerut, dia sudah menduganya dari awal.

"Ini semua tentang bayangan aneh yang sering datang ketika aku hanyut dalam sebuah lamunan. Terkadang bayangan itu datang seperti mimpi buruk saat aku mulai terlelap tidur. Erwin, apa kita pernah kenal sebelumnya?" Ungkap Marie.

"Mungkin itu hanya perasaanmu saja Marie, lagipula apa Nile tahu soal makan malam ini?" Sanggah Erwin mengalihkan pembicaraan.

Wanita itu menggeleng, menunduk malu sembari meremas ujung dress miliknya. "Mengapa kau tak jujur lebih awal, Erwin? Aku juga mencintaimu..." Ucapnya terbata-bata. Air matanya tak lagi bisa terbendung dipelupuknya.

Levi memerhatikan keduanya tengah berbincang dari kejauhan bersama Petra dan Isabel. Levi benar-benar membiarkan Erwin menyelesaikan masalahnya sendiri. Terlebih dia juga sudah menduga jika ingatan tentang kehidupan di masa lalu tidak benar-benar terhapus meskipun orang tersebut diberi kesempatan untuk hidup kembali di masa depan.

"Tch! Lancang sekali wanita itu berkencan dengan pria lain saat pernikahannya hanya tinggal menghitung hari." Dengus Levi kesal. Nanar matanya memandang tak suka wajah Marie dari kejauhan.

"Itulah pentingnya dipingit sebelum menikah. Bukan begitu Petra? Calon pengantin wanita dilarang menemui siapapun sebelum hari pernikahan tiba." Kekeh Isabel ikut merasa sebal dengan Marie. Namun Petra hanya tersenyum kikuk menanggapi kedua bos dan teman kerjanya itu.

Erwin memberikan sapu tangan miliknya. Marie mungkin sudah tak bisa menjelaskan tentang apa yang dilihatnya selama ini, emosinya belum benar-benar mereda untuk diajak bicara. "Marie, kehidupan masalalu memang benar terjadi. Aku ingat semua apa yang dilakukan semasa hidupku dan juga dengan siapa aku memiliki hubungan baik. Termasuk Nile, dia sahabatku. Dahulu aku benar-benar kehilangan dia untuk mewujudkan mimpi kami menjadi anggota Survey Corps. Lihat? Kami berdebat saat itu, baik aku maupun Nile sama-sama menyukaimu. Nile meninggalkanku dan juga impian kami demi mendapatkanmu." Jelas Erwin, pria itu dengan lembut mengusap jemari Marie agar merasa tenang.

"Menjadi anggota Survey Corps bukan hal yang mudah. Terkadang kita di paksa untuk siap mati kapan saja. Sedangkan Nile? Dia memutuskan untuk ikut menjadi anggota polisi militer demi bisa hidup tenang dan menikahimu. Aku rasa jika aku yang lebih dulu mendapatkanmu, kau akan mendapati umurku yang tak panjang, dan sisa hidupku yang didedikasikan hanya untuk impian ayahku. Impian untuk melihat dunia luar tanpa ancaman..." Tutur Erwin tersenyum hangat.

Marie merasa tersentuh dengan bagian itu. Dimana ia ingat ketika Erwin datang di pernikahannya dengan Nile di masa lalu. Bayangan itu menyatu tatkala dia tersenyum tulus di hadapan kedua mempelai itu.

"Oi... Berapa lama aku harus menunggu kencan buta kalian berakhir?! Cafe ini juga akan segera tutup, sialan. Cepat katakan yang ingin kau katakan, Erwin!" Levi benar-benar mengejutkan Erwin dan Marie. Malam sudah larut, cafe Ackerman biasa tutup pukul 11 malam.

Petra beberapa kali menguap karena mengantuk, belum lagi Uluo dan Farlan yang sibuk kembali menjalankan piket yang ditugaskan Levi sebelum cafe tutup. Isabel sibuk memakan kudapan sisa yang masih tersimpan dalam lemari pendingin kue. Semua karyawannya menunggu Erwin dan Marie selesai berbincang.

"Marie, aku tak bisa. Meski kau pikir dunia sekarang aman, aku tak tahu apa di kehidupan ini umurku juga pendek? Aku tak tahu pasti bagaimana takdir itu berjalan. Sekarang, jangan buat sahabatku kecewa olehmu. Dia sudah berjuang dan berkorban banyak untukmu, bahkan di kehidupan sebelumnya." Pesan Erwin lantas beranjak dari kursi untuk mempersilahkan Marie berdiri.

Ada pedih yang harus di terima Marie. Namun mengingat ini juga merupakan perjuangan terakhir Erwin dalam memperjuangkan persahabatan mereka, Marie rasa tak ada salahnya dia harus belajar menerima dan mulai mencintai Nile dari awal. Erwin berharap lebih padanya saat ini.

"Sebagai rasa hormatku, aku akan datang ke pernikahanmu nanti, Marie. Maaf jika keputusanku membuatmu tak nyaman." Ungkap Erwin disambut pelukan hangat Marie. Sebuah pelukan terakhir yang bisa dia berikan untuk Erwin di sisa waktunya.

"Maafkan aku Erwin, maafkan aku..." Bisiknya sendu.

🥀🥀🥀🥀🥀

Mobil melaju dengan kecepatan rata-rata. Suasana terasa sangat hening malam itu. Levi yang biasanya berani bertanya kepada Erwin sekalipun, kini hanya memilih diam untuk menghormati perasaan Erwin. Dalam lubuk hatinya perasaan bersalah pun tak luput ia pikirkan yang sedari acara berlangsung, Levi sibuk mengomentari sikap Marie.

"Sejujurnya aku mencintai dia, aku senang mendengarnya langsung dari bibir manisnya. Dia menjawab semua perasaan yang tertunda beberapa abad yang lalu. Aku senang mendengarnya Levi." Terlihat Erwin bersandar pasrah di samping kursi Levi. Sesekali Levi melirik Erwin dengan wajah datarnya.

"Bukankah itu keputusanmu, Brat? Untuk apa kau menyesalinya? Aku tak pernah mendengar sebuah penyesalan darimu, Erwin. Bahkan sejak dahulu kau hidup menjadi iblis sekalipun, aku tak pernah mendengar kata itu." Sanggahnya.

Erwin memang memilih keputusan yang tepat menurut Levi. Belum lagi ia tak ingin menambah beban pikirannya untuk masa depan yang menurutnya masih panjang.

"Terkadang fase mencintai seseorang dengan tulus adalah merelakan kepergiannya. Bagiku, kau masih memiliki mimpi yang belum terealisasikan di kehidupan baru ini." Sambung Levi.

Erwin memang bukan tipe orang yang larut dalam suasana terlalu lama. Baginya jika sudah pergi, maka hatinya tak kuasa untuk merangkulnya tetap. "Takdir pasti kembali Levi, tinggal bagaimana kita bisa beradaptasi dengan keadaan. Alur awal mungkin saja berbeda, tapi kita benar-benar tidak tahu dengan bagian selanjutnya."

Mata Erwin mendelik Levi yang tengah sibuk mengemudikan mobil tua Erwin. Sesekali cahaya trotoar jalan menyinari kaca depan mobil membentuk biasan yang menyorot wajah mereka.

"Levi, aku bersyukur setidaknya aku tak kehilangan seorang sahabat sepertimu." Ucap pria beralis tebal itu tersenyum ringan.

Levi hanya menatap fokus jalanan dengan wajah datarnya dan tak merespon apa yang Erwin ucapkan.

"Kau marah padaku, Levi?" Kekeh Erwin.

"Tch. Kau baru menyadari aku sahabatmu hanya saat kau tersakiti saja, dasar babi sialan." Dengusnya yang sontak membuat Erwin terhenyak.

#Next chapter berikutnya;)

SNK : New Life AfterwardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang