Isi kepala Erwin dipenuhi siluet gadis itu. Dia memujanya setiap saat semenjak pertemuan pertamanya di bar. Erwin Bersenandung mengingat rambut coklatnya dan kulit putih porselen. Seperti obsesi yang selalu membuatnya memuncak, Erwin terkadang terkekeh kala mengingat senyum Marie.
Malam ini levi meminta Erwin menjemputnya di cafe. Tidak seperti biasanya Levi yang selalu membawa Ducati Street fighter miliknya ketika mengunjungi cafe. Ia meminta Erwin sendiri membawa mobil tuanya untuk membawa Levi pulang. Sejak kemarin, Erwin berusaha untuk menghubungi Marie, mencobanya untuk mendekati wanita itu meski di masalalu takdir hitam memisahkan hubungan mereka. Hati Erwin sedikit ragu dengan usahanya memikat kembali Marie, Erwin merasa hal ini tampaknya akan sia-sia jika Nile kembali menjemput Marie untuk melabuhkan perasaannya.
Mobil Volkswagen biru tua dengan gradasi warna coklat tiba di parkiran. Pria jangkung itu melangkah menuju halaman cafe untuk menemui Levi. Radarnya mencari sosok pria pendek itu.
"Mr. Levi ada di ruangannya. Dia akan keluar ketika jam makan siang saja." Jelas Isabel memberitahu Erwin.
Pria itu tersenyum lalu berterimakasih pada maid tersebut. Langkahnya kembali berjalan melewati meja-meja pelanggan. Dirinya sudah hafal betul dimana letak ruangan Levi.
Erwin tiba di sebuah pintu yang terbuat dari pohon ek berlapis cat coklat karamel. Tangannya memutar kenop pintu tanpa permisi kemudian memasuki ruangan Levi.
Matanya mengerjap ketika mendapati pria itu tengah tertidur dikursi. Langkah Erwin membawa raganya mendekati pria itu lalu mengusap halus surai hitam mengkilat milik Levi.
"E-erwin?"
Levi menyadari kedatangan pria yang di tunggunya. Lengan Levi merentangkan otot-otot lemasnya ke langit-langit. Lalu menatap Erwin dengan tatapan intens.
"Kau selalu saja terlambat, baka..." Rengkuhannya mengeluarkan suara khas bangun tidur.
Erwin terkekeh lalu duduk di sofa. "Kau yang memintaku menjemputmu bukan berarti aku harus datang tepat waktu bukan? Ah... lagipula aku sibuk hari ini, jadi maafkan aku." Senyumnya ia kibahkan kearah lain membuat Levi sendiri merasa jengkel dengan tingkah Erwin. Bukan Erwin namanya jika dia lebih mengutamakan pekerjaan daripada menjemput Levi tepat waktu, toh pasti Levi juga merasa betah tinggal di ruangannya yang di penuhi aroma teh pikir Erwin.
"Aku bisa mencegahmu untuk menyambar makan malam. Itu mutlak sebagai hukuman Erwin, tch!" Levi tersenyum sinis.
Pipinya memerah ketika melihat Erwin mengenakan kemeja biru pastel yang dahulu ia berikan sebagai hadiah ulang tahunnya. Sorotan manik Levi lantas mendapat tikungan tajam dari Erwin yang menyadari dirinya menjadi objek kuat tatapan Levi. Levi segera menghindari kontak mata pria itu, itu hanya akan membuat levi salah tingkah karena tertangkap basah memerhatikan busana yang sangat familiar di matanya.
"Ya, aku memakainya. Aku menyukai warna ini. Kau pandai memilih kemeja untukku, Levi." Puji Erwin.
"Berisik, aku memilihnya berdasarkan sikapmu. Kau tampak lebih lembut saat kembali hidup." Balas Levi yang kemudian disambut kekehan Erwin.
"Aku sedang belajar menjadi pria yang sangat lembut. Aku pantas menjadi suami yang baik untuk istriku nanti."
Pupil mata Levi melebar, hampir saja ia tersedak oleh teh dingin yang dia minum ketika Erwin mengatakan itu. Ia meletakkan kembali cangkir teh sembari mengetuk-ngetuk mejanya. "Aku pikir kamu mengerti apa maksudku kemarin, Erwin..."
Seolah tak ingin pria itu memikirkan hal yang percuma, Levi segera membawanya pergi keluar ruangan. Erwin yang terkejut hanya mengekornya dari belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SNK : New Life Afterward
Fanfiction"Kehidupan baru saja di mulai, Erwin. Lakukan apa yang kau suka. Lakukan apapun yang belum pernah kau lakukan." Ucap Levi sembari meneguk tehnya. "Apapun? Hal yang membuatku cukup sedih adalah, tidak semua orang mengingat masalalu itu seperti kita."...