Sejenak, mari berterima kasih kepada diri sendiri.
"Terima kasih sudah bekerja keras. Terima kasih sudah melewati hari dengan kuat. Kamu hebat."
Sesederhana, tapi bermakna.
Tavisha memikirkan nasibnya di hari selanjutnya. Memikirkan bagaimana kehidupan sekolahnya setelah ia memutuskan untuk melepaskan diri dari Carisa dan Davina. Apakah ia bisa melaluinya dengan tawa? Atau justru semakin terjebak dalam kubangan luka?
Hampir sampai pukul setengah 2 pagi Tavisha memasuki bagian overthinking. Bangun di pagi harinya, matanya terlihat bengkak. Badannya agak panas. Keadaan itu sering terjadi saat ia begadang.
Sampai di sekolah pun ia langsung menuju kamar mandi untuk membasuh mukanya. Memberikan sensasi menyegarkan supaya tidak terlalu mengantuk. Jika dalam situasi seperti ini, rasanya Tavisha ingin banyak jam kosong nantinya. Jadi ia bisa memanfaatkan situasi itu untuk tidur.
Setelah membasuh mukanya, sejenak Tavisha mengamati pantulan dirinya yang ada di cermin. Memandang lekat-lekat dirinya di sana.
Ragu-ragu, ia menyentuh jerawat baru yang tumbuh di dahi. Yang lainnya saja belum hilang bekasnya, sudah tumbuh yang baru lagi.
Tavisha sudah mencoba berbagai macam produk. Namun, ujung-ujungnya nihil. Belum ada yang cocok. Bahkan beberapa di antaranya justru menimbulkan masalah baru. Hingga akhirnya Tavisha memilih istirahat dari dunia skincare.
Membiarkan wajahnya bersama bekas-bekas jerawat yang ada.
"Lo berangkat pagi bukannya masuk kelas malah ngamatin jerawat. Lo lihat mulu nggak bakal hilang." Seorang perempuan masuk dan mencuci tangannya di wastafel yang ada persis di sebelah Tavisha.
Tavisha hanya melirik sekilas. Tidak menanggapi ucapan cewek itu,Tavisha justru mengambil tasnya yang ia letakkan di lantai, lalu bersiap untuk keluar dari kamar mandi.
"Sombong lo belum ada satu hari. Sok-sokan left grup chat. Makan tuh kesepian di kelas seharian. Nggak tau diri. Udah ditemenin malah disia-siain."
Tavisha mengepalkan tangannya saat mendengar ucapan Davina. Tetapi, sebisa mungkin ia mencoba untuk menahan diri. Tavisa menggeleng pelan, lalu benar-benar keluar dari kamar mandi.
Dengan langkah santai ia berjalan menuju kelas. Sekolah sudah ramai. Kali ini Tavisha memang datang lebih siang dari biasanya karena bangunnya pun lebih siang. Jika saja Jae tidak datang ke kamar dan mengomelinya, mungkin Tavisha masih betah dalam bunga tidurnya.
Entah mengapa, dibanding sang mama, suara dari sang kakak jauh lebih berhasil membuat Tavisha segera terbangun dari tidurnya. Pun setelah bangun sang kakak masih saja mengomeli. Tapi, tidak apa-apa.
Setidaknya bagi Tavisha, omelan Jae cukup untuk menunjukkan bahwa masih ada rasa kepedulian dari sang kakak.
Sampai di kelas, Tavisha terdiam sejenak. Ia lupa bahwa ia sudah melepaskan diri dari Carisa dan Davina. Lalu, apakah lebih baik ia pindah tempat duduk juga?
KAMU SEDANG MEMBACA
Amaranggana
Teen FictionDidedikasikan untuk semua perempuan yang kerap merasa insecure dan merasa tidak cantik. Setelah baca ini, semoga saja kepercayaan diri kalian bisa tumbuh perlahan. Bcs, you're beautiful with beautiful your mind🌻 ***** "Aturan mainnya, kalau lo ca...