21. Suara Nael

1.8K 363 91
                                    

Tidak selamanya, nangis berarti lemah. Kadang, ada kalanya segala emosi tidak bisa didefinisikan lewat kata, hingga akhirnya air mata yang bersuara.

 Kadang, ada kalanya segala emosi tidak bisa didefinisikan lewat kata, hingga akhirnya air mata yang bersuara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rasanya, Tavisha ingin mempercepat waktu dan segera lulus dari sekolah ini. Sekolah tidak lagi menjadi tempat yang menyenangkan. Tidak lebih dari bangunan yang menjadi saksinya menerima banyak celaan.

Masih ia amati obat dan salep yang tadi dibuang oleh Deren. Obat dan salep yang ia beli dengan yang tabungannya selama ini. Tavisha benar-benar muak. Ini sudah kelewatan. Dan dirinya tidak bisa lagi menahan semuanya.

Lagi, Tavisha menangis. Dihempaskannya obat dan salep itu, sampai ada yang terjatuh. Ia menelungkupkan kepala di atas lipatan tangannya. Tidak peduli dengan tatapan orang-orang. Ia hanya ingin meluapkan emosinya.

Meluapkan kesal, marah, sedih, lelah dan semua yang ia rasakan dalam lelehan tangis.

Kenapa begitu berat? Ia kira, hanya tinggal tekun mengobati diri, dan semuanya akan membaik. Namun, kenapa ada saja halangan di tengahnya? Kenapa ia tidak mendapatkan lingkungan yang mendukungnya? Kenapa ia harus terjebak dalam ruang lingkup seperti ini?

"Jatuh, Sha." Suara lembut itu masuk ke dalam indra pendengaran Tavisha. Hanya saja, ia masih enggan untuk mengangkat kepalanya.

"Ini gue taruh di depan lo ya, salebnya. Nggak papa kalau mau nangis dulu. Gue ke tempat Jean aja dulu." Tavisha tidak mengindahkan itu. Jika biasanya terdengar suara decitan kursi yang ditarik, kali ini tidak terdengar.

Hanya saja, Tavisha justru mendengar bisikan Jean.

"El, itu dia nggak papa?"

"Kenapa-napa, Je. Ya elo masih tanya. Udah tau lagi nangis."

"El, gue kali ini nggak ikut-ikutan lho ya. Gue sama lo 'kan dari tadi."

"Iye, Je."

"Gue udah males diomelin Raja sama ditambahin Shaka."

"Ya udah makanya kalem jadi anak."

"El, serius itu nggak apa-apa didiemin?"

"YA MASA HARUS GUE ANGKAT DAN TIRISKAN, SIH, JE? EMANGNYA LAGI GORENG TEMPE?" Nael lepas kendali dan agak mendobrak meja.

Tavisha mengembuskan napas pelan. Ternyata sedari tadi Nael tidak pergi. Nael masih ada di tempatnya. Tavisha mengangkat kepalanya. Mengusap jejak-jejak air mata yang ada di pipinya.

Melihat Tavisha seperti itu, sontak Nael merogoh saku dan mengeluarkan kotak tisu. Cowok itu menyodorkannya pada Tavisha, peka dengan keadaan.

Tavisha mengambil dua lembar dan mengucapkan terima kasih kepada Nael.

"Lo pakai acara gebrak meja, sih, El, anaknya bangun 'kan," gerutu Jean.

Nael berdecak. "Lo balik ke tempat lo sono! Ganggu aja kenapa, sih?" omel Nael.

AmarangganaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang