2. Kak Jae, Maaf

2.7K 409 62
                                    

Kita tidak bisa meminta untuk lahir menjadi seperti apa. Semuanya sudah digariskan sebagaimana semestinya. Sebagai manusia, kita hanya bisa menerima. Tetap percaya, bahwa bahagia pasti ada untuk masing-masing manusia.

 Tetap percaya, bahwa bahagia pasti ada untuk masing-masing manusia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Lelah. Itulah satu kata yang menggambarkan keadaannya di sekolah hari ini. Bukan hanya tentang fisik maupun pikirannya, tapi juga soal batinnya. Ia ingin segera merebahkan tubuh di kasur kamarnya yang empuk. Menikmati dinginnya kamarnya untuk meredakan pikirannya yang terasa panas.

Tidak peduli soal pergi ke chatime bersama kedua temannya, Tavisha memilih untuk pulang ke rumahnya. Toh ada atau tidaknya dia tidak berpengaruh besar. Keduanya tetap bisa tertawa tanpa Tavisha.

Untuk uang yang ia gunakan untuk membelikan mie ayam tadi, Tavisha ikhlaskan. Biarlah kedua temannya itu mengganti saat ingat. Ia sedang malas berbincang dengan siapapun.

Dengan langkah lemas Tavisha berjalan menyusuri koridor untuk pergi ke gerbang sekolah. Namun, langkahnya terhenti begitu ponsel di tangannya bergetar.

Dibukanya ponsel itu dan Tavisha menemukan notifikasi dari sang kakak. Senyumnya terlukis saat membaca pesan itu.

Sang kakak menjemputnya dan sudah menunggu di depan gerbang.

Bagaimana Tavisha tidak senang? Tidak biasanya kakaknya mau menjemputnya ke sekolah. Suasana hatinya sedikit membaik sekarang. Diketiknya balasan untuk sang kakak, lalu mematikan layar ponsel dan memasukkannya ke saku.

Langkahnya jadi lebih bersemangat. Keputusannya untuk tidak ikut pergi bersama kedua temannya ternyata tepat. Karena akhirnya ia bisa pulang bersama Kak Jae——kakaknya.

"Aduh!" Tavisha meringis kala seseorang menabrak bahunya dari belakang. Sontak saja gadis itu berhenti dan mengusap bahunya.

"Jean bego!" umpat orang itu sambil berupaya bangun dari jatuhnya.

Sedangkan orang yang namanya sedang diumpat malah tertawa hingga matanya terlihat segaris. "Mampus nabrak Tavisha. Untung nggak kena jerawatnya, nanti meletus!"

Tavisha menguatkan hatinya untuk sabar. Jean yang terlihat kalem nyatanya bermulut pedas saat mengejeknya.

"Je, mulut lo!" Salah seorang teman Jean menegur cowok itu. Tavisha tahu suara siapa ini.

"Santai kali, Ja," balas Jean.

Tavisha mengembuskan napas pelan. Tidak mau semakin lama berada di antara mereka, gadis itu memilih melangkahkan kakinya untuk segera menemui sang kakak.

"Sha!" Langkahnya terhenti saat suara itu memanggilnya. Gadis itu berbalik.

"Apa?" tanyanya.

"Lo nggak kenapa-napa, 'kan?"

AmarangganaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang