13. Insomnia Berjamaah

1.9K 367 72
                                    

Kalau bicara, bisa dipikirkan dulu? Paling tidak jika kamu memang tidak berniat membicarakan hal baik. Lebih baik tidak usah bicara apapun. Bersikap masa bodo jauh lebih baik ketimbang turut berkomentar dengan kata-kata menyakitkan.

Kadang kita tidak sadar kalau setiap ucapan kita ini bisa berpengaruh untuk orang lain. Dan tidak semua orang bisa disamakan keadaan mentalnya. Tavisha merasakan ini. Di mana dia langsung begitu overthinking saat mendengar ucapan setiap orang yang berkomentar buruk terkait bentuk fisiknya. Mereka bilangnya itu hanya bercanda dan masalah sepele. Tapi bagi Tavisha itu tetap saja melukai perasaannya. Bagaimana pun dia ingin merasakan dibilang cantik, dihargai, dan diperlakukan baik tanpa ada embel-embel memanfaatkan atau memperalat Tavisha.

Melihat Tasya yang begitu cantik hingga kakaknya saja terpikat. Membuat Tavisha berpikir, apakah dia harus jadi cantik dulu supaya Kak Jae mau menyayanginya?

Kenapa orang-orang sangat suka sekali melihat penampilan dan langsung menjudge? Bertahun-tahun dia sudah cukup kenyang dengan semua candaan temannya yang selalu membubuhkan namanya di setiap ujung kalimat dalam setiap kesempatan. Lalu setelahnya mereka tertawa, tanpa repot-repot bertanya. Apakah Tavisha tidak masalah dengan ini? Apakah Tavisha tersinggung?

Nyatanya tidak. Mereka semua tertawa di atas luka Tavisha.

Sungguh, Tavisha pun sudah frustrasi dengan jerawatnya yang tidak lekas membaik. Berbagai cara dia sudah lakukan. Dari yang cara alami hingga cara yang berkaitan dengan produk.
Tapi tetap tidak ada perubahan.
Mereka semua hanya ingin melihat apa yang ingin mereka lihat tanpa mau melihat sebesar apa usaha Tavisha.

Tahu tidak sih seperti apa rasanya ketika berbicara dengan orang lain? Dan lawan bicaramu bukan fokus dengan pembahasan kalian, malah sibuk memperhatikan jerawatmu.

Bahkan pernah saat itu Tavisha tengah berbicara dengan Davina.
Cewek itu menatapnya, tatapan matanya begitu meneliti Tavisha. Melihat tatapan Davina yang seperti itu, membuat Tavisha merasa kalau Davina tengah memperhatikan jerawatnya. Dan ketika dikonfirmasikan pada Davina. Jawabannya cukup menohok hati.

"Lo kok lihatinnya gitu? Lagi lihatin jerawat gue, ya?"

"Iya jadi salfok. Banyak banget ih bikin merinding. Kayak ngelihat trypophobia. Jijik."

Untuk sekedar mengingatnya saja membuat Tavisha kembali meneteskan air mata. Semua ucapan orang-orang di sekitarnya meninggalkan bekas luka di hatinya. Tanpa mereka tahu.

Tavisha mengusap air matanya. Dia melirik ke arah jam bergambar keropi yang ada di nakas. Ternyata sudah jam 1 malam. Tapi Tavisha masih belum bisa tidur juga. Seperti biasa dia akan terkena insomnia. Hingga berakhir dengan keadaan tubuhnya yang kurang fit dan nafsu makannya yang menurun drastis.

Kalau terus-terusan seperti ini. Dia bisa saja drop.

Tavisha mengerutkan keningnya kala mendengar ponselnya berdering.

"Siapa yang nelpon malem-malem gini?" herannya.

Dia mencabut kabel charge dari ponselnya, lalu mengangkat telpon dari nomor ... Harshaka? Ada angin apa dia menelpon Tavisha?

"Halo?"

"Eh maap njir kepencet, gue tutup, ya?"

"Lah gak jelas amat lo."

"Lo kok belum tidur?"

"Emang kadang belum tidur kalau jam segini," jawab Tavisha lalu merubah posisinya jadi tengkurap.

Terdengar suara dehaman Harshaka dari sana.
"Ngapain? Nugas? Masa anak serajin lo belum beres nugas," ujar Harshaka.

"Tugas udah selesai semua kok. Lagi merenung aja,"jawab Tavisha.

AmarangganaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang