Bayanganku terpaku di hadapanku. Berdiri tegak di depan cermin, berusaha memikirkan apakah ini merupakan keputusan yang terbaik. Berusaha menolak akan penyesalan yang bisa saja terjadi ketika aku menginjakkan kaki ke gedung itu.
Ke tempat di mana hatiku akan tercabik untuk yang kedua kalinya. Ke pernikahan Daniel dan Tabita.
Aku menyelipkan rambut ke belakang telinga. Entah karena alasan apa, tetapi jantungku berdebar lebih dari biasanya. Dandananku menyempurnakan wajah, tetapi rasanya masih ada yang kurang. Kutepuk-tepuk pakaianku. Gaun ini kubeli dua hari yang lalu.
Lucu sekali. Mengapa aku harus membeli baju baru untuk mendatangi pernikahan dua orang yang mencampakkanku? Logikaku memang sekuat benang basah.
Ah, sepertinya aku tahu apa itu kurangnya. Daniel, yang membuatku kurang. Daniel, yang memilih Tabita untuk menjadi pendamping hidupnya hari ini. Bukan aku.
Pernikahan Daniel dan Tabita tampak sangat meriah. Ketika turun dari taksi dan masuk ke lobi, berbagai karangan bunga terpampang di halaman. Dari kantor Daniel, teman-teman terdekatnya, teman-teman dekat keluarga kedua mempelai, dan sebagainya. Aku mengenal sebagian besar dari mereka—mereka juga teman-temanku ketika Daniel masih bersamaku.
Ditto memintaku untuk menunggu di lobi hotel supaya bisa masuk bersama. Akhirnya dia mau kusuruh menemani. Memang dia bisa apa? Awas saja kalau berani menolak.
"Roselyne!" Suara Ditto memanggil dari kejauhan. Aku menoleh, lalu tercengang akan penampilannya hari ini. Sungguh aneh, kemarin malam dia menggerutu karena harus menurutiku datang ke pernikahan Daniel. Namun, lihatlah hari ini, penampilannya luar biasa untuk seseorang yang bersikeras tak ingin datang.
Aku tersenyum saat melihatnya berlari ke arahku. "Gila," seruku tertahan, "lu kesambet apa sampai pakai baju senecis ini?"
Ditto hanya melengos sambil membetulkan posisi jasnya. "Berisik!"
Tawaku meledak di tengah tamu-tamu yang lainnya, sibuk mengeluarkan undangan dari tas mewah mereka. Tamu Daniel dan Tabita pastilah orang-orang yang cukup terpandang. Aku hanya menghela napas, tak ingin memikirkan apa jadinya jika Daniel dan Roselyne yang menikah.
"Masuk sekarang?" tanyaku sambil menjawil lengan Ditto. Anak satu ini tambah kekar saja lama-lama. Padahal dulu kurus kerempeng seperti kekurangan gizi.
"Yuk!"
Aku mengamit tangan Ditto dan masuk ke ballroom hotel sambil diarahkan oleh Wedding Organizer (WO) berseragam brokat putih. "Teman dekat atau keluarga?" tanya salah satu WO berambut pendek.
"Mantan," jawab Ditto tanpa pikir-pikir. Kurang ajar, memang. Aku mencubit lengannya dengan keras, lalu tersenyum ganjil ke arah WO tersebut. "Teman, Mbak. Teman dekat."
WO itu hanya tersenyum, lalu mengarahkan kami ke bagian ballroom khusus teman-teman terdekat kedua mempelai.
"Teman dekat dari Hongkong!" seloroh Ditto sambil berjalan menuju kursi.
"Menurut lu gue harus jawab apa, buset? Gila lu, bisa-bisanya nyeletuk mantan di acara kayak gini!" makiku padanya. Cowok satu ini memang tidak bisa diatur-atur.
"Udah sini cepet duduk!" perintahnya sambil menepuk kursi di sampingnya.
Aku masih sibuk melihat-lihat suasana dan dekorasi pernikahan ini. Kedua mempelai belum terlihat, jadi aku berjalan ke sana kemari. Tak kusangka pernikahan mereka akan dibuat semegah ini. Andai saja ini pernikahanku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tokyo Twilight
Romantizm[CERITA SUDAH TAMAT] Patah hati karena dikhianati oleh kekasihnya yang baru saja menikah dengan sahabat baiknya, Roselyne memutuskan untuk berlibur ke Tokyo dan berharap dapat menata hati. Sambil bercerita mengenai keindahan tentang Tokyo dengan sa...