~REVERSE~

31 2 0
                                    

Pikiranku masih membuncah akibat akhir pekan kemarin. Biasanya hari Minggu kuhabiskan dengan berolahraga dan makan makanan kesukaan, tetapi hari ini tidak. Aku mabuk dan bangun-bangun Ditto sudah tidak ada di indekosku. Mungkin dia pulang setelah aku tak sadarkan diri sambil entah nyerocos apa.

Namun, dia meninggalkan catatan di kulkas dengan satu bungkus bubur ayam yang masih panas di meja kerjaku.

Aku tak ingat betul apa yang kuutarakan saat mabuk, mungkin hanya soal sakit hati dan kehancuranku yang terdengar tak berguna baginya. Benar-benar bodoh.

Keadaanku tidak begitu baik untuk memulai Senin sebaik biasanya. Seharian ini kuhabiskan untuk mengecek tender pengadaan karena sebentar lagi merupakan periode restock bahan baku untuk produksi periode berikutnya. Banyak laporan yang harus kukerjakan, faktur yang harus kuadministrasikan, dan juga laporan pajak semesteran yang harus segera selesai.

Tiba-tiba saja telepon mejaku berdering.

"Halo, dengan Roselyne," sapaku sambil menjepit gagang telepon di antara lengan dan kuping sambil terus mengetik.

Tanganku berhenti menyentuh kibor karena tidak menyangka panggilan itu bukanlah dari kepala tim departemen lain atau pemenang tender. Melainkan dari seseorang yang mampir ke benakku dua hari ini.

"Oke, kak. Aku turun, ya. Terima kasih."

Ditto sedang berjalan ke tempatku saat aku berdiri dan sedikit terburu-buru menuju lift. "Mau ke mana, Rosek?"

"Ke bawah. Laporannya entar dulu, habis ini gue kelarin," kataku sambil tergesa. Dia hanya diam dan memperhatikanku masuk lift.

Kurapikan bajuku. Aku membuka kamera depan dan melihat apakah ada yang aneh dengan riasanku hari ini. Tidak ada. Semua normal, aman terkendali. Lift terus turun menuju lobi dan aku berjalan dengan celingukan sambil mencari seseorang yang telah menungguku.

Dia menoleh ke arahku. Aku terdiam, berhenti seketika.

"Halo, Roselyne," katanya dengan suara lembut. Aku terpaku dan hanya bisa menggigit bibir saat melihatnya. Itu adalah Sofia, tunangan Raka.

Aku segera duduk di hadapannya sambil menyilangkan kaki. Wajah itu tampak familier untukku karena pernah melihatnya dari foto yang ditunjukkan Ditto. Aku juga sudah menjelajahi laman sosial medianya sampai hampir hafal kegiatan sehari-harinya.

Dia bekerja di salah satu mal di Jakarta Pusat sebagai pegawai toko retail raksasa. Sepertinya dia bertugas di bagian kosmetik dan sejenisnya. Hari ini dandanannya cerah. Tidak menor, tetapi tegas sekaligus lembut. Corak eyeshadow warna keemasan membuat wajahnya terlihat manis.

Sofia beda jauh denganku yang tinggi semampai macam jerapah dengan rambut mirip Merida. Dia mungil dan langsing. Kepalanya kecil dan janggutnya meruncing. Rambutnya sebahu warna hitam pekat dan terlihat amat lurus. Apa yang harus kulakukan dengannya? Apa yang akan kami katakan satu sama lain?

Melihat dia jauh-jauh datang kemari, pasti dia sudah mengetahui hubunganku dengan Raka selama di Tokyo.

"Maaf aku ngganggu waktumu, Roselyne. Namaku Sofia." Dia mengulurkan tangan dan aku menyambutnya sambil mengangguk.

"Rosie, panggil Rosie saja. Ada apa datang kemari mencari saya?"

Sofia terdiam. Lututnya tampak bergerak-gerak dan dia menyelipkan rambutnya ke belakang telinga berkali-kali. Dia membasahi bibirnya yang dilapisi liptint warna plum dan berkata, "Sebenernya, aku datang ke sini karena mau ngomongin soal Mas Raka."

Tokyo TwilightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang