~AKU MENYUKAINYA~

38 5 0
                                    

Pagi ini Asakusa gerimis. Langit tampak abu-abu dari balik jendela kamar hotel. Aku mendengkus, memutar-mutar tubuh di atas kasur sambil sedikit-sedikit mengecek ponsel. Ada dua notifikasi yang belum kubaca dari Raka. Pipiku memanas, mengingat kejadian semalam.

Tepat di depan pintu masuk stasiun bawah tanah, dia menarik tanganku. Dengan wajah kikuk disertai jakun yang tak bisa tenang, dia meminta nomorku setelah berpikir beberapa detik. Aku minta nomormu, Rose, katanya dengan tatapan serius seolah hendak melamarku di depan rangkaian tangga stasiun.

Awalnya aku tidak yakin. Selama datang ke tempat ini, tidak ada satu hal pun yang dapat menegakkan keyakinanku. Meski masa lalu tetap berada di belakangku, aku masih saja tidak bisa menatap ke depan. Menyambut harapan-harapan baru itu—melangkah maju.

Namun, hatiku membiarkannya. Aku melemparkan senyum itu dan menerima ponsel dari Raka lalu mengetikkan nomorku diiringi jantung yang berdebar terlalu cepat.

Aku akan menghubungimu, katanya terakhir kali sebelum aku menuruni tangga dan merasakannya menghilang perlahan dari balik punggungku. Setelahnya aku tidak bisa berpikir jernih. Rasanya cukup aneh kalau mengingat aku bukan lagi anak sekolah yang girang bukan main setelah ditembak cowok kelas sebelah, melainkan perempuan dewasa. Permasalahan seperti ini seharusnya tak perlu mengusikku.

Manusia tetaplah manusia. Seberapa tuanya, seberapa dewasanya, akan ada hal-hal yang akhirnya mampu mengusik kita, sekuat apa pun mencoba mengelak.

Gerimis di luar tinggal rintik-rintik kecil yang tak terlalu kentara saat aku masuk ke kamar mandi. Aku mandi dengan cepat, tetapi memaksimalkan pada skincare dan makeup yang terlihat seperti tanpa pori-pori sekaligus natural.

Ponselku kembali bergetar. Aku melirik sekilas, notifikasi dari orang yang membuatku tak bisa tidur semalaman. Bertemu dengan orang asing yang tiba-tiba menjadi teman jalan-jalan memang bisa mendatangkan kecemasan yang berlebihan.

Oke, saatnya memadu-padankan pakaian.

Karena hari ini cuaca agak dingin, maka aku akan memakai kemeja sifon dengan aksen kerah ruffle motif flora berwarna ungu. Celana korduroi warna biru navy dan mantel panjang warna merah marun. Yang terakhir adalah tas selempang sederhana warna hitam glossy dan french beret warna hitam. Kulihat sekali lagi seluruh penampilan di kaca setinggi badan, lalu aku memakai sepatu sneaker bersol tinggi warna putih dan keluar dari kamar.

"Hari ini hujan," ucap si resepsionis yang sekarang berubah menjadi pria paruh baya. Tubuhnya gempal dibungkus kimono warna biru tua.

"Ya. Terima kasih." Aku meletakkan kunci sambil berkata, "Mohon kamarnya dibersihkan."

Pria itu mengangguk sambil mengatakan sesuatu dalam bahasa Jepang, lalu ketika kunci diambil aku segera melangkah ringan menuju pintu keluar. Jalanan basah akibat hujan semalaman sampai pagi. Pandangan terhalang kabut dan napasku juga ikutan berkabut. Beberapa langkah dari depan pintu, aku melihat seseorang dengan payung transparan yang terlihat serius memandangi sekeliling.

Toko makanan yang sibuk, pekerja yang berjalan kaki, dan mobil sedan bentuk kotak yang berlalu lalang di jalanan. Aku menghampirinya, hendak membuatnya terkejut.

"Raka!" seruku sambil sedikit melompat. Agaknya tubuhku tak bisa menahan kegirangan pagi ini.

Laki-laki dengan mata tajam dan jakun runcing itu sedikit terentak lalu tertawa. Dia mengangkat payungnya sambil menengadah, menyaksikan rintik hujan yang masih turun dengan walau bulirnya sangat kecil. "Cantik sekali hari ini. Sudah makan?"

Tokyo TwilightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang