"Mau pesan apa dok?" Tanya Sintya sambil membuka buku menu
"Hot chocolate saja" lalu Sintya memanggil pelayan dan mengucapkan pesanan, setelah menulis pesanan yang di ucapkan Sintya, pelayan itu pergi
Saat ini kedua dokter itu sedang berada di cafe dekat rumah sakit, sekalian istirahat makan siang
"Maaf, saya dengar dokter Arvel sudah menikah?" Tanya Sintya dengan sedikit ragu. Ia memulai pembicaraan setelah cukup lama diam. Sintya menatap mata Arvel dengan lekat, berharap jika berita yang ia dengar itu hoax
"Benar dok" hanya jawaban singkat yang di berikan Arvel tetapi berdampak besar bagi Sintya hingga perempuan itu tak dapat berkata-kata. Jawaban singkat Arvel terus saja berputar-putar di otak kecil Sintya seperti radio rusak. Tak lama ia memberikan senyuman, senyuman yang di paksakan
"Hmm, selamat ya dok. Saya senang mendengarnya" tentu saja hanya perkataan tipuan. Perkataan yang sangat berbanding balik dengan perasaannya. Jujur saja, saat ia menerima berita bahwa dokter tampan yang masih dalam satu profesi itu telah menikah, Sintya sama sekali tak percaya.
Setahunya, Arvel adalah dokter single yang tak pernah terlihat dekat bersama perempuan. Maka dari itu Sintya berani untuk mendekati Arvel. Tetapi ternyata takdir tak di pihaknya.
Sintya masih memiliki harga diri. Ia tak mungkin mendekati seseorang jika sudah memiliki pacar, apa lagi sekarang lebih dari sekedar pacar tapi sudah menjadi istri sah. Cukup sakit, tapi ia terima. Sintya harus melupakan. Ia terjebak dalam keadaan melupakan sebelum jadian. Kasihan.
Lagi pula ia harus sadar, Sintya dan Arvel berbeda agama, dan jangan lupa juga berbeda perasaan.
"Cepat nyusul saya dok, itu Morga masih belum sold out" katanya lalu tertawa, Sintya hanya terkekeh saja
"Enggak dok, saya bisa ikutan gila nanti" katanya dengan nada candaan. Bisa-bisanya ia menawarkan sahabatnya untuk menggantikan posisinya di hati Sintya.
Pesanan mereka datang. Ia mengaduk-aduk minumannya sebelum di minum.
Sebenarnya ia merasa kasihan saat memberi tau jika ia sudah menikah, terlihat perubahan raut wajah yang signifikan dari Sintya. Tetapi lebih baik sakit hati sekarang dari pada tahu terlambat saat perasaan semakin dalam. Arvel tak mau ambil pusing, yang terpenting ia berkata kenyataan. Ia lebih memikirkan untuk cepat pulang agar dapat bertemu istri dan anaknya. Hanya memikirkannya saja sudah membuat Arvel tersenyum sendiri
Makan siang kali ini lebih terasa canggung, tak ada yang membuka suara. Semua sibuk degan pikirannya masing-masing. Tak lama setelah itu, keduanya telah selesai. Setelah di rasa tak ada yang perlu di bicarakan, Arvel memilih untuk pamit terlebih dahulu kembali ke rumah sakit dan Sintya mengiyakan.
Arvel berjalan menuju parkiran dan menjalankan mobilnya kembali menuju rumah sakit.
___
Setelah pulang dari cafe, Acel dan Rafa memutuskan untuk ke taman sebentar sambil menunggu sore hari. Letak taman ini tak jauh dari rumah sakit Arvel, mungkin nanti mereka akan kesana dan pulang bersama.
Mereka duduk di bangku taman yang di sediakan. Siang menjelang sore ini matahari terasa sangat menyengat di kulit. Bahkan, Acel yang sudah menggunakan sunblock tetap saja terasa sangat panas di permukaan kulitnya, untung saja tadi Rafa ia pakaikan baju yang berlengan panjang.
Acel melihat ada pedang es puter keliling. Ia mengajak Rafa sebentar untuk membeli es itu lalu kembali ke bangku taman itu.
"Rafa mau ke papa nggak?" Rafa memandang Acel lalu mengganggukan kepalanya sambil tersenyum manis
"Mau ma"
"Oke. Nanti setelah kita jalan-jalan, kita ke papa ya"
"Oke ma" mereka menyusuri taman dengan riang. Rafa dan Acel berjalan sambil bergandengan.
"Ma, mau main di sana" tangan Acel di goyang-goyang oleh Rafa. Anak itu menunjuk ke arah tempat bermain
"Iya sana main. Hati-hati ya? Mama tunggu di sana"
"Oke" lalu bocah itu berlari ke tempat bermain itu. Acel duduk di bangku dekat sana. Tak lama Acel berdiri dan menuju penjual permen kapas warna-warni. Ia membeli dua, untuk Rafa dan dirinya. Setelah di rasa sudah cukup sore, akhirnya Acel mengajak Rafa untuk ke Arvel. Sengaja Acel tak memberi tau suaminya jika akan datang, biar nanti menjadi kejutan
Mereka berdua sudah sampai di rumah sakit. Acel bertanya kepada Resepsionis dimana ruangan suaminya. Setelah itu ia berjalan dengan Rafa di sebelahnya
Tok tok tok
"Masuk"
Acel membuka pintu perlahan "hai" sapa Acel dengan cengirannya. Rafa sudah terlebih dulu lari menuju kursi ayahnya
"Kok tiba-tiba banget ke sini?" Tanyanya kaget. Sebenarnya saat ada yang mengetuk pintu ruangannya Arvel cukup bingung, karena sudah setengah jam yang lalu, perawatnya sudah pamit undur diri. Dan ia cukup terkejut dengan kedatangan anak dan istrinya yang tiba-tiba
"Hehe enggak kok mas, tadi itu kan sekalian aja ke sini, mau pulang bareng"
"Oh, ini aku mau pulang juga. Ya udah yuk" lalu mereka bertiga berjalan menuju parkiran dan memutuskan untuk pulang.
"Mau makan dulu?"
"Enggak usah mas, tadi udah banyak jajan"
Tak lama mereka sudah sampai di rumah, Rafa langsung memuju ke kamarnya dan membersihkan diri. Begitu juga dengan Arvel dan Acel. Meskipun Arvel pulang sore hari, tetapi tetap saja sampai di rumah saat langit sudah gelap. Kepadatan kota tak dapat tersingkirkan.
Arvel dan Acel sudah membersihkan dirinya. Acel naik ke ranjang dan mengambil lap topnya melanjutkan film yang tertunda, sedangkan Arvel, ia juga mengambil lap topnya dan mebuka File yang perlu ia urus.
Suasana kamar menjadi sepi saat keduanya sibuk dengan urusannya masing-masing. Dan sekarang sudah larut malam, belum ada tanda-tanda bahwa pasangan suami istri itu akan istirahat. Tak lama Acel mematikan lap topnya dan mengambil posisi untuk tidur
"Mas, besok di lanjut ya? Udah malem, yuk tidur"
"Iya" tanpa bantahan, Arvel melakukan yang di lakukan istrinya. Ia meletakkan lap topnya dan ikut berbaring di sebelah Acel dengan wajah yang berada di depan perut perempuan itu. Acel mengelus rambut lebat Arvel
Arvel mulai membuka baju yang di kenakan Acel hingga sebatas perut, lalu tangganya bergerak mengusap perut rata istrinya
"Cepat hadir ya sayang" gumamnya dengan pelan, namun sangat bermakna.
Acel tak berkutik, ia diam tapi tak berhenti mengelus kepala suaminya
Setelah itu Arvel menutup lagi baju Acel dan menenggelamkan kepalanya sambil memeluk pinggang istrinya. Acel membalas pelukan suaminya lalu keduanya tertidur
Dokter Arvel di cafe sama Sintya nih 🤫
Halo cantip <3
🤣
Thank you yang udah baca cerita aku, thanks yang udah vote jugaa 😉
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Neighbor [END]
ChickLitBook 1 Genre : chicklit "Itu anaknya mas Arvel apa gimana sih? Kalo emang iya memang di mana istrinya? kok cuma ada anaknya tapi gak ada istrinya" ~Acel "Dia mau nggak ya jadi istri gue? Dia mau nggak nerima anak gue?" ~Arvel [Cerita lengkap] Hanya...