Part 26

1K 63 0
                                    

Acel yang mendengarkan penjelasan kekasihnya itu,  bingung harus merespon apa. Terlalu speechless. Meskipun pertanyaan yang ada di benaknya sudah terjawab, tetap saja pikirannya masih berusaha mencerna dengan baik

"Maaf" kata Arvel dengan menundukkan kepalanya

Acel menarik napasnya sebelum menjawab "iya" hanya satu kata yang dapat keluar dari mulutnya. Mendengar jawaban Acel membuatnya menegakkan kepalanya

"Jadi di maafin?" Tanyanya dengan mata berbinar

"Tapi kalau gak ikhlas jangan, aku gak mau" lanjutnya  lesu

"Iya mas, aku maafin. Ikhlas."

"Makasih" katanya sambil memeluk Acel dan Acel membalasnya

"Udah ih ayok pulang udah malem"

"Makan dulu yok, laper aku" kata Arvel

"Tadi kan udah makan"

"Iya aku laper lagi"

"Ya udah ayok" lalu keduanya berdiri dan berjalan ke mobilnya. "Mau makan di mana?" Tanya Arvel yang terus memperhatikan jalan

"Ya kan yang harusnya tanya iyu aku mas, kok kebalik" jengahnya

"Iya udah di replay"

"Mau makan di mana mas?"  Acel bertanya sambil menahan tawanya

"Enaknya makan apa ya? Kamu suka sate?"

"Kan yang mau makan kamu, kok tanya aku, gimana sih?"

"Oke-oke ulang" katanya menjeda sebelum melanjutkan perkataanya "aku pingin makan yang gak berat aja"

"Sate mau?"

"Mau aja, tapi aku gak punya langganan sate yang enak"

"Aku ada, tapi kita salah arah, kang satenya di sana" kata Acel sambil menunjuk ke kanan

"Oke" Acel mengarahkan jalannya lalu Arvel memutar arah kemudinya. Tak terlalu jauh dari mereka balik arah. Arvel memarkirkan mobilnya di pinggir jalan lalu mereka berdua berjalan ke penjual sate itu

"Mas Didik" pedagang yang sedang sibuk itu megalihkan pandangannya saat namanya terpanggil

"Loh mbak Acel, sudah lama gak ke sini toh"

"Iya mas sibuk aku mangkanya baru sempat ke sini"

"Wahh lama gak kesini udah ngajak gandengan aja" kata penjual sate itu sambil melihat Arvel, yang di lihat hanya memberikan senyuman tipisnya

"Kenalin mas, ini calon suaminya Acel" kenalnya sambil tersenyum cerah

"Wahh selamat ya mbak, mau pesan apa ini?"

"Satenya dua porsi ya mas"

"Oke mbak di tunggu ya" lalu mereka berdua menduduki kursi kosong yang tersedia. Tak membutuhkan waktu lama sate yang di pesan sudah ada di depan mata

"Ini mbak, mas. Selamat menikmati" mereka makan dengan lahap, atau lebih tepatnya Arvel yang lahap. "Kapan mau nge daftarin Rafa mas?" Tanya Acel di sela makannya

"Mungkin besok, kamu mau ikut?"

"Ya boleh, aku mau tau sekolah anakku gimana"

"Hmm, jadi udah anak nih?" Tanya Arvel menggoda. Acel memutarkan bola matanya "aku sangat sayang dia layaknya anak ku sendiri mas"

"Iya, besok aku jemput"

"Iya" lalu mereka melanjutkan makannya hingga selesai. Setelah membayar mereka memutuskan untuk pulang

____

Sesuai rencana kemarin, hari ini Arvel libur dari segala pekerjaannya dan ia mengajak Acel untuk mendaftarkan anaknya di sekolah

"Fa, Rafa kalau sekolah besok belajar yang rajin oke?"

"Iya ma, Afa kan pintel" kata anak itu di pangkuan Acel percaya diri

"Iya deh Rafa pinter, anak mama pasti pinter donk"

"Brati kalau anak papa gak pinter gitu ya?" Sambung Arvel

"Afa kan anak papa sama mama ya pasti pintel donk gimana si papa" kata anak itu sambil mengerucutkan bibir kecilnya menjadikannya tampak lebih imut

"Udah nanti di sambung lagi debat nya, ayok turun dulu udah sampai ini" ajak Arvel sambil membuka pintu mobil  lalu mereka berjalan memasuki sekolah yang akan menjadi sekolah Rafa

"Mah, sekolahnya besal ya" takjubnya sambil mengamati sekitar

"Iya, enak deh Fa kalau kamu sekolah di sini" Lalu mereka berjalan keruang kepala sekolah yang berada di depan halaman sekolah itu. Sekolah ini termasuk sekolah elite, Arvel tak mau anaknya menerima sembarangan, apa lagi pendidikan. Menurutnya, pendidikan itu sangat penting, namun ia tak mau terlalu memaksakan seperti apa yang di lakukan orang tuanya dulu.

"Mari silahkan duduk pak, bu" kata kepala sekolah itu sambil mempersilahkan duduk mereka dan tersenyum

"Seperti yang sudah saya sampaikan kemarin bu, saya mau mendaftarkan anak saya di sini"

"Saya rasa bapak daoat mempercayakan putra bapak kepada kami untuk kita membimbingnya" kata wanita itu sambil tersenyum

"Boleh kita keliling sekolah ini dulu bu?" Tanya Acel membuka suara

"Tentu boleh, mari saya antar" lalu mereka mengelilingi gedung sekolah itu. Rafa sangat senang melihat calon sekolahnya, ia bersemangat.

"Ya sudah bu kalau gitu bu, kita pamit pulang dulu" pamit mereka

"Iya pak terima kasih sudah mempercayakan anaknya bersekolah di sini" ramahnya dan di balas senyuman oleh Arvel dan Acel. Meteka bertiga kembali berjalan menuju parkiran dan memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu sebelum pulang

The Perfect Neighbor [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang