Arvel mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Pikirannya sedang kalut. Ia tak dapat mengendalikan dirinya. Rasanya kecewa sekali. Istri yang ia sayangi begitu saja membuatnya kecewa.
Arvel merasa bersalah kepada Acel karena sudah membentaknya. Tetapi ia menepis pikirannya. Arvel menambah lagi kecepatan. Ia tak memiliki tujuan sekarang
Karena sudah tak tau mau kemana, cowok itu memutuskan untuk ke apartemen sahabatnya, Morga.
Dengan kecepatan tinggi ia menuju apartemen Morga. Tak lama ia sampai di sana. Setelah memarkirkan motornya, Arvel menuju lantai delapan di unit dua puluh empat.
Tanpa mengetuk pintu, Arvel langsung saja menekan password dan tak lama pintu itu terbuka. Katakan saja Arvel tak sopan dengan masuk ke rumah orang sembarangan. Tetapi Arvel tidak memperdulikan itu
Ia melangkahkan kaki menuju ruang keluarga yang kebetulan Morga sedang di sana menonton TV dengan pizza yanga da di atas meja.
Morga cukup terkejut dengan kedatangan Arvel. Jika hanya kedatangan manusia itu yang tiba-tiba, Morga sudah tak asing. Tetapi untuk penampilan Arvel sekarang yang membuat Morga terkejut. Arvel dengan rambut sudah tak tertata dan baju sudah tak beraturan
"Lo kenapa?" Pertanyaan pertama yang di lontarkan Morga. Arvel tak menjawab, ia duduk di sebelah sahabatnya.
Arvel menyandarkan punggung dan kepalanya pada sofa sambil memejamkan matanya sembari memijat keningnya. Sungguh ia sedang pusing sekarang.
"Heh! Pertanyaan gue belum di jawab"
"Susah ya ngomong sama orang yang lagi punya masalah"
"Yang habis honeymoon itu ya harusnya happy. Gak kek lo, dateng ke rumah perjaka malem-malem"
"Atau jangan-jangan lo mau apa-apain gue ya?" Tuduh Morga sambil menyilangkan kedua tangannya di dada
"Bacot" sudah kepalanya pening perihal masalahnya dengan Acel, di tambah lagi ocehan dari mulut sahabatnya yang tiada hentinya membuat kepalanya ingin meledak rasanya.
"Njir salah apa gue punya sahabat modelan kek lo" harusnya yang berbicara seperti itu asalah Arvel, tapi kenapa ini terbalik?
"Lo kenapa sayang?" Tanyanya lembut sambil mengelus lengan Arvel
"Jijik anjing" umpat Arvel. Dengan cepat ia menepis tangan Morga dari lengannya
"Oalah cuk, salah ae aku"
"Halah, meneng o tah. Ngelu aku"
"Emang lo kenapa anjirr? Lo cuma ngeluh aja tapi gak cerita sama gue"
"Gue tengkar sama Acel"
"Ck, pertengkaran dalam rumah tangga itu udah biasa kali Vel"
"Gue juga tau kali Ga"
"Emang masalah lo apa sih?" Arvel menghembuskan napas panjang sebelum menceritakan kejadian yang ia alami dengan Acel.
"Gila, lo bilang buat cerai?! Lo gak bisa se enaknya ngomong cerai Vel!"
"Gue lagi kalut waktu itu. Lagi pula kenapa dia ngelakuin ini?"
"Lo dokter kok bego sih Vel?! Dia udah mau jelasin tapi lo yang gak mau dengerin penjelasan dia" lama-lama Morga ikut geram sendiri dengan sahabatnya. Ia tak menyangka, ia kira Arvel adalah manusia yang cerdas dan pintar. Tapi ia salah, Arvel ternyata bobrok sepertinya
Arvel memikirkan perkataan Morga. Perkataan Morga ada benarnya. Tapi tetap saja, seakan penjelasan tak di butuhkan lagi dan di tutupi oleh kabut amarah.
"Gue gak nyangka lo lakuin ini sama istri lo sendiri"
"Gue yakin Vel, Acel pasti punya alasan untuk dia ngelakuin hal yang besar. Perkataan lo itu bisa menimbulkan masalah yang lebih besar" lanjutnya kemudian
Seketika Arvel memicingkan indra penglihatnya kepada Morga "lo kok tiba-tiba bisa bijaksana soal hubungan? Lo padahal kan jomblo?"
"Ck, terkadang yang menjadi penasehat terbaik adalah jomblowan dan jomblowati. Oh ya, gue mau ingetin. Gue bukan jomblo, tapi single. Jomblo itu nasib dan single itu pilihan. Lo gak percaya? Banyak cewek yang ngantri supaya bisa pacaran sama gue. Tapi gue tolak semua" jelas Morga dengan panjang lebar
"Ya itu lo yang goblok. Di kejar oleh banyak orang tetapi mengejar satu orang yang tak pasti"
Morga tak menampik perkataan Arvel. Ia hanya tersenyum kecut mengingat cintanya yang tak tau bagaimana
"Udah ah, gue mau nginep di sini dulu" setelah itu Arvel bangkit dari sofa dan menuju kamar yang ada di sebelah kamar Morga.
"Bocah aneh. Omah, omah e sopo nyelonong ae" gumam Morga
___
Tangis Acel belum berhenti. Ia sudah berbaring dan mencoba tidur namun tetap saja matanya tak bisa terpejam.
Acek sangat menyesali apa yang ia lakukan. Ia tak tau jika ini berdampak besar pada pernikahannya.
Dengan langakah lunglai, perempuan itu keluar dari kamar menuju kamar anaknya. Di bukanya pintu dengan pelan takut mengganggu tidur Rafa.
Perempuan itu ikut berbaring di sebelah Rafa sambil memeluknya. Air matanya kembali turun. Ingatannya tentang pertengkaran tadi kembali terulang. Tangisnya semakin kencang. Suara tangis pilu yang terdengar. Acel mengeratkan pelukannya pada Rafa
Rafa terganggu dalam tidurnya. Cowok itu membalikan badan dan melihat ibunya sudah berderai air mata
"Hei, why are you crying mom?" Tanyanya sambil menghapus air mata ibunya. Rasanya sia-sia saja karena tangisan Acel semakin menjadi
"It is okay. i'm okay" katanya tanpa suara
"Mama tidur sama Afa di sini ya? Temenin Afa" pintanya
"Iya, mama di sini, kamu tidur ya? Maaf ganggu kamu tidur. sleep well, son. I love you"
"Too" lalu Rafa tidur sambil memeluk Acel.
'Tuhan, aku tak mau berpisah dari mas Arvel ataupun Rafa. Tetapi jika itu benar terjadi, ku mohon jaga Rafa dan mas Arvel' batinnya dengan air mata mengalir dari sudut matanya.
Mas Arvelnya lagi frustasi😢
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Neighbor [END]
ChickLitBook 1 Genre : chicklit "Itu anaknya mas Arvel apa gimana sih? Kalo emang iya memang di mana istrinya? kok cuma ada anaknya tapi gak ada istrinya" ~Acel "Dia mau nggak ya jadi istri gue? Dia mau nggak nerima anak gue?" ~Arvel [Cerita lengkap] Hanya...