Singapur, 11.30 PM
Sudah malam hari di sini, tetapi tidak ada tanda-tanda bahwa manusia itu akan mengistirahatkan dirinya.
Ia sedang asik menikmati keindahan malam di temani dengan secangkir teh hangat dan juga bulan dan bintang gemerlapan.
Tak lama ia mengambil gitar yang berada di sudut ruangan. Ia mulai memetik senar itu menjadi sebuah melodi
"Perlahan engkau pun menjauh dari diriku" Marcel memetik gitarnya sambil menyanyikan lagu yang ia pikir sangat pas dengannya.
"Melupakan semua yang telah terjadi"
"Jika harus meninggalkan, diriku untuknya" kenangan-kenangan yang di lakukannya bersama Acel terus saja berputar di pikirannya. Kenangan mereka seperti komedi putar yang berputar tiada henti. Tak hanya kenangan tetapi senyum Acel, wajah Acel terus saja berada di kepala Marcel
"Tak rela, kau dengannya" jika boleh jujur, sangat-sangat tak rela jika Acel sudah memiliki pasangan, tapi mau bagaimana? Dulu ia yang membuat Acel pergi. Dan sekarang saat Acel sudah bahagia, ia malah ingin masuk lagi ke dunia Acel.
Marcel meletakkan gitarnya di sebelahnya. Ia mengusap wajahnya dengan kasar "tujuan gue ke Singapur itu buat move on dari lu Cel, tapi kenapa gue malah kepikiran terus sama lo?"
"AKH, maafin gue Cel, gue tau gue salah. Gue janji bakalan Move on dari lo. Sesusah apa pun bakal gue lakuin. Gue yakin kalau Arvel cowok yang tepat buat lo" dan sekarang Marcel sangat-sangat menyesal, ia menyesal karena berselingkuh.
___
"Mas"
"Hm?" Gumamnya sambil mengelus surai istrinya, saat ini mereka masih ada di bandara, menunggu jemputan dari resort
"Kamu gak bohong kan ngajak aku ke sini?" Tanyanya sambil memperhatikan sekitar, rasanya seperti mimpi saja. Ia sedang berdiri di hadapan birunya air laut yang sangat luas. Benar-benar indah.
Resort yang di pilih Arvel adalah resort yang lumayan mewah dan memiliki view yang indah. Di sini Arvel juga menyewa mobil serta supir untuk mengantarkan mereka ke tempat-tempat yang ingin di singgahi
"Coba deh cubit pipi kamu, sakit gak?" Lalu Acel mencubit pipi Arvel
"Aww, kan aku suruhnya cubit pipi kamu, bukan pipi aku" tentu saja Arvel protes, pipinya menjadi panas. Ia terus saja mengusap-usap pipinya berharap semoga panas itu berkurang
"Ini bukan mimpi" gumamnya. Arvel terkekeh melihat wajah polos istrinya.
Sedari tadi Acel tak dapat berkata-kata. Ia terlalu terkejut, sebab apa yang ia impikan dapat tercapai sekarang. Sudah lama Acel memimpikan ini, ia pikir hanya akan menjadi mimpi yang tak daoat terwujud, tetapi ia salah. Mimpinya diwujudkan oleh suaminya, Arvel. Arvel bahagia dapat mewujudkan impian istrinya yang ingin pergi ke Raja Ampat.
Pasalnya, untuk ke tempat ini tidak membutuhkan biaya yang sedikit, tetapi ia berhasil menginjakkan kaki di tempat yang ia impikan.
"Sana istirahat dulu, biar aku yang beresin barang-barang" suruhnya sambil membuka koper
"Aku aja mas, kamu capek. Aku tadi di pesawat udah tidur" lalu Acel mengambil alih apa yang di kerjakan Arvel. Arvel menurut, badannya lumayan lelah padahal hanya perjalanan yang memakan waktu kurang lebih empat jam. Ia berbaring di kasur dengan mata yang terpejam.
Sangat menyita waktu mereka untuk sampai ke tempat ini, dari bandara Sorong mereka harus menempuh waktu tiga puluh menit untuk menuju Raja Ampat.
Acel membereskan pakaian mereka, ia jadi rindu Rafa. Rasanya sepi sekali jika tak ada anak itu, padahal mereka baru berpisah mungkin lima jam. Tadi pada saat mereka akan berangkat terjadi drama antara ibu dan anak itu. Rafa menangis karena tidak mau di tinggal dan Acel juga ikut menangis karena tak mau terpisah dari Rafa.
Akhirnya Rafa di beri pemgertian oleh Agnes, dan Acel di tenangkan oleh suaminya. Dan akhirnya mereka berdua berangkat meskipun masih berat.
Acel berjalan ke balkon kamar, ia duduk di kurisi yang tersedia di sana sambil menikmati keindahan sunset. Warna langit yang indah di padukan dengan deburan ombak yang menenangkan. Setelah merasa puas dengan keindahan sunset, ia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi dan membersihkan diri.
Arvel menggeliat pelan sambil meraba sampingnya. Ia baru sadar jika tadi ketiduran. Sekarang tubuhnya terasa lebih segar, tak terasa langit semakin gelap, dan matahari hampir sempurna mengghilang di gantikan bulan.
Tak lama istrinya keluar dari kamar mandi hanya dengan handuk yang melilit tubuhnya, lalu berjalan ke lemari dengan sedikit berlari dan masuk kembali kekamar mandi. Acel sama sekali tak melihat ataupun melirik suaminya. Arvel hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah absurd Acel. Sedangkan Acel yang ada di dalam kamar mandi memegangi dadanya yang berdisko. Ia tak mau mengulangi kesalahan yang sama pada saat itu.
Tak lama Acel keluar dari kamar mandi sudah mengenakan baju yang tadi ia ambil lalu duduk di pinggiran kasur sebekah suaminya
"Mas, udah malem. Kamu mandi dulu"
"Iya, jangan lupa siapin bajuku" katanya lalu mencuri kecupan singkat di bibir Acel dan berlari ke kamar mandi
"MAS ARVELL!!" teriaknya, sedangkan pelaku hanya terkekeh di sana
___
Malam ini mereka menyusuri pantai yang berada di pinggiran pantai dengan bergandengan. Setelah makan malam tadi, Arvel mengajak Acel untuk berjalan sebentar di sekitar Resort.
Pantai yang berpasir putih dengan ombak yang tak terlalu kencang. Sangat nyaman
"Mas, kita di sini sampai kapan?"
"Cuma lima hari yang, soalnya jadwal ku lagi sibuk juga, maaf ya kalau sebentar"
"Gak papa, yang penting kamu masih punya waktu juga buat aku sama Rafa. Kasihan Rafa pingin main sama kamu terus"
"Iya, maafin aku" Acel tersenyum hangat lalu Arvel melepaskan tautan tangan mereka dan beralih pada pinggang Acel, ia merapatkan dirinya ke tubuh Acel
"Gak baik angin malam, balik yuk"
"Iya, makin dingin juga"Lalu pasangan suami istri itu kembali ke resort. Mungkin besok mereka baru memulai liburannya.
Manusia tampan check 🤣
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Neighbor [END]
ChickLitBook 1 Genre : chicklit "Itu anaknya mas Arvel apa gimana sih? Kalo emang iya memang di mana istrinya? kok cuma ada anaknya tapi gak ada istrinya" ~Acel "Dia mau nggak ya jadi istri gue? Dia mau nggak nerima anak gue?" ~Arvel [Cerita lengkap] Hanya...