GIBAH

4.2K 447 23
                                    

Tok! Tok! Tok!

"Permisi pak, ini teh hijaunya." Lidya meletakkan segelas teh hijau permintaan dari mahkluk menyebalkan.

"Hmm... Come here." Sean bin sukampret menggerakkan jari telunjuknya pake gaya sok cool.

Sebelum memberikannya langsung pada bosnya, Lidya berdoa semoga setelah ini bosnya tobat karena tadi ia sempat membacakan ayat kursi di minuman tersebut.

Gelas berisi teh hijau telah di depan mata Sean tapi pria itu masih berkutik dengan iPad miliknya, apalagi mukanya pake tampang polos tak berdosa.

Kesabaran seorang Lidya kembali diuji dan mungkin besok dirinya akan memanggil ustadz agar langsung meruqiah bosnya. Tangan sudah cukup pegal memegang gelas selama beberapa menit dan rasanya ingin sekali menyiramkan minuman ini ke muka Sean.

"Maaf Pak, ini tehnya kapan bapak ambil ya? Saya udah pegel dari tadi kayak gini," keluh Lidya.

"Kamu gak liat saya lagi apa?" tanya Sean santai tanpa melirik orang di sebelahnya.

"Lagi megang iPad," jawab Lidya.

"Saya bukan sekedar megang iPad, tapi saya lagi kerja. Dasar kampungan, gitu aja gak tau," cibir Sean.

Setiap hari iman seseorang selalu diuji, tak terkecuali bagi Lidya. Sebagai manusia biasa, bisa saja dirinya jadi khilaf dan bisa saja ia mencekik bosnya dengan tangan cantik nan mulusnya.

"Tapi saya pegel pak dari tadi kayak gini terus."

"Yaudah, dekatkan gelas itu ke saya."

Sesuai perintah dari pak bos, gadis itu mendekatkan gelasnya tepat di hadapan pria jelek titisan iblis keturunan jin. Gelas tersebut sangat dekat di bibir Sean dan tanpa diduga, lelaki itu meminumnya langsung dari tangan cantik Lidya. Ternyata lelaki ini bermaksud untuk modus tapi agak gengsi mau minta tolong ataupun bicara langsung.

"Kenapa tadi buat tehnya gak di ruangan saya aja?" tanya Sean.

"Bapak gak bilang," balas Lidya jengkel.

"Kamu aja yang bodoh," balas Sean tak mau kalah.

Sayangnya di ruangan ini terdapat CCTV, jadi Lidya gak bisa mencekik bosnya karena bisa saja dirinya langsung tertangkap dan jadi tersangka terus masuk penjara. Lidya itu masih mau hidup, masih mau bebas menikmati dunia dan satu lagi, Lidya itu belum nikah sama oppa koreanya.

"Ya! Dikit lagi, dikit lagi."

"Alah, ini cacing raksasa ngapain sih lewat lewat mulu!"

"Woi! Minggir lo, itu makanan cacing gue, elah!"

Lidya yang dari tadi berdiri di sebelah bosnya sambil memegang gelas hanya mengernyitkan dahinya bingung bertanya-tanya sedang apakah bosnya yang gila ini sampai emosi kayak gitu? Hatinya curiga dan terus bertanya-tanya, lalu matanya pun melirik ke iPad bosnya itu.

Setelah diselidiki dan mendapatkan bukti, ternyata lelaki berkulit putih itu sedang main game cacing. Ini beneran nggak salah liat? Masa iya orang tua seperti Sean masih main game?

"Tadi katanya lagi kerja, ternyata malah main game. Dasar bos pembohong, penipu besar, bermuka dua, dosanya banyak! Semoga aja habis ini dia kalah dimakan sama cacing besar," gumam Lidya sangat pelan.

"Iya dikit lagi, woi! Tidak, tidak... Jangan! ALAH!!"

Doa yang baru saja dipanjatkan sudah terkabul dan sekarang Sean menyandarkan tubuhnya pasrah di kursi kebesarannya. Lelaki itu terus sibuk mengoceh sendiri persis kayak orang gila di pinggir jalan persimpangan lampu merah.

BOS BAR BARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang