#ValentineSpecial | 14/2

503 97 249
                                    

Aku melingkarinya di kalender

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku melingkarinya di kalender. Tintanya berwarna merah menyala, dengan coretan berbentuk api di sekitar lingkarannya.

Tulisannya simpel, penuh semangat.

#PalakKelvin

Setiap tanggal 14 Februari Kelvin berbaik hati mengizinkanku jajan cokelat dan sebagainya. Namun, tahun ini ada syarat khususnya. Aku akan dinyatakan mendapat tiket jajan gratis bila sungguhan menonton pertandingan semifinal futsalnya (sekaligus final, kalau lolos) tanpa melengos malas ketika kalah.

Nahas, hari kasih sayang yang bergelimang kesempatan jajan gratis ini sepertinya jatuh pada tanggal yang salah.

Atau mungkin hanya aku yang kurang beruntung tahun ini.

Aku terbangun sambil meringkuk di dalam selimut dan merengek tanpa suara. Sensasi yang mengerikan tengah melilit perutku. Susah payah kuraih ponsel di bawah ranjang. Selanjutnya aku mengumpat lemah lantaran cahaya layarnya menusuk mata bak ponsel mama.

Di layar kunci, jam digitalnya memamerkan angka lima dengan deretan nol yang sempurna. Wallpaper-nya sengaja kupasang berupa latar putih kosong bertuliskan 'AYO BANGUN! WAKTUNYA JADI SUPORTER!' supaya aku langsung terbangun dan melompat mengambil handuk.

Sialnya, aku tidak jadi melompat dan mengambil handuk semudah itu.

Kulirik kalender, lalu helaan napas keluar dari mulut. Masih subuh aku merutuk dan rasanya ingin berkata kasar terus.

Kenapa? Kalian heran kenapa aku ngegas pagi-pagi?

Salahkan jadwal pertandingan yang rupanya bersamaan dengan jadwal tamu bulananku datang.

"Kenapa harus hari ini, sih?" Aku merengek, tanpa pamrih membanting ponsel ke atas bantal. Sekali lagi merutuk karena di saat-saat harus gesit begini perutku malah menuntut untuk tetap berbaring mencari posisi nyaman dan tidak bergerak sampai nyerinya reda.

Otak pasti sedang bermain-main sekarang—kalau komando pusat seluruh tubuh itu menyuruhku cemberut, maka aku cemberut. Begitu pun sama, anggota tubuh yang lain akan diperintahkan memeluk guling dan meringkuk hebat bagai hewan tak bertulang belakang.

"Wah?"

Aku melirik. Mama tiba-tiba sudah berdiri di depan pintu. Ada botol minum berukuran satu liter dan kantong kompres air panas di tangannya.

Saat mama duduk di tepi ranjang, dinding botolnya sengaja menyenggol tanganku. Serta-merta aku mengaduh kepanasan dan semakin cemberut akibat kelabilan emosi.

"Pantas rasanya ada energi negatif," celetuk mama. "Dari sini ternyata sumbernya."

Sapaan mama tidak membuatku merasa lebih baik.

Telunjuk kokoh itu melentik begitu mencolek ujung hidungku. "Tuh, lihat, mukanya sangar," celetuknya. "Bibirnya juga, tuh. Ih, jelek."

"Apa, sih, Ma ...." Aku berkelit. Meradang sendiri.

Fotocintasis #1: 16 Tahun [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang