15 | Rapat Sesi Terakhir di UKS

215 91 36
                                    

Obat yang kuminum tadi pagi bekerja dengan cepat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Obat yang kuminum tadi pagi bekerja dengan cepat.

Mataku kembali normal, tidak panas ataupun berkunang-kunang. Denyut di kepala mulai berkurang. Pipi kananku masih sakit kalau ditekan, tetapi tidak sesakit sebelum minum obat.

Tadinya aku berniat memanfaatkan momen ini dengan cara mengeluarkan ponsel, membuka kamera depan, berusaha melihat ada apa sebenarnya di dalam mulut. Nahas, tidak terlihat. Percuma. Hendak izin ke kamar mandi pun sudah terlambat. Guru pengawas keburu memasuki ruangan.

Pelan-pelan aku mendesis, mengatupkan mulut rapat-rapat, mencoba memeriksa sepenjuru mulut dengan lidah. Lantas mengaduh sendiri begitu tidak sengaja menghantam barisan gigi belakang sebelah kanan.

Betul-betul gigi geraham, ya ampun.

"Kamu sakit?"

Aku mendongak. Beradu tatap dengan seorang pria berpakaian super rapi yang bahkan Pak Gun pun kalah (tetap saja, Pak Gun selalu di hati). Tidak mengenali wajahnya yang tidak pernah muncul di kelas, kutebak beliau guru dari jurusan sebelah. Kening lebarnya mengernyit melihatku. Mata galaknya seolah menuduhku macam-macam.

"Saya tanya, kamu sakit?"

Aku berkedip. Mencoba mencerna tiap katanya dengan tenang.

"Oh," sahutku kemudian. "Sehat, kok, Pak."

Si bapak masih menatapku lurus-lurus. "Bawa kartu?"

"Bawa."

"Kolong meja bersih?"

Aku mundur sedikit, menunjukkan kolong meja dengan kepercayaan diri maksimal karena memang tidak menyisakan apa pun di sana.

Kuoper kertas soal ke meja belakang, lalu mencoba fokus melihat-lihat isi kertas soal. Nama, titimangsa, logo pemerintah—apa pun itu asalkan guru ini berhenti menatapku curiga.

Entah efek dramatisasi atau memang normal begini, sang guru tidak melepas tatapannya dariku sampai akhirnya melewati dua meja berikutnya.

"Selamat mengerjakan."

Kuembuskan napas panjang perlahan. Mengangkat pulpen, menatap soal, mengernyit tatkala denyutan di pipi terasa sampai ke kepala, lantas kembali mengabsen sumber rasa sakit di dalam pipi kanan menggunakan lidah.

Pelajaran pertama, hari terakhir PAS, akhirnya dimulai. Bermodalkan genggaman pulpen, kuhabisi semua soal satu per satu di atas kertas.

Kalau kalian suka kata-kata puitis, aku akan bilang begini; detik demi detik, menit demi menit, semua ini berlalu dengan lambat. Di bawah pengawasan guru galak yang wajahnya baru pertama kali kulihat, kepala-kepala mengepul tunduk di hadapan lembaran kertas. Berusaha sibuk menggoreskan jawaban yang entah hasilnya benar atau salah.

Ingat sebelumnya yang kubilang obat tadi pagi bekerja dengan cepat? Nah, sebenarnya itu punya dua artian.

Cepat mengurangi rasa sakit, tetapi juga cepat hilang efeknya.

Fotocintasis #1: 16 Tahun [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang