02 | Ada Medusa di Kelas Bahasa

508 144 293
                                    

"Jangan kau selalu merasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jangan kau selalu merasa ...! Lelaki bukan dirimu saja ...!" Gadis jangkung di atas meja menyugar rambut super pendeknya. Khidmat menggunakan penggaris mahadewa Bu Isma sebagai mikrofon. Penggaris dilempar, ditangkap, pose penyanyi pro. "Lebih baik kuputuskan saja!" 

Aku terperanjat tatkala penggaris itu menodong wajahku.

"APA LANJUTANNYA, ER?"

Kupijat kening yang dihujam pening pagi-pagi. "Cari pacar lagi."

"TENOT! TENOT! TENOT!" Dine memosisikan penggaris mahadewa di depan perut, melakukan gerakan brutal pemain gitar elektrik di band rock. Rambut pendeknya berayun kecil—saking pendeknya—saat dia mengangguk-angguk ekstrem. 

Cari Pacar Lagi dari ST12 adalah himne Dine selama beberapa bulan ini. Dinyanyikan setiap kali diputus atau memutus status pacarannya dengan cowok manapun.

Aku penasaran kenapa dia mudah dapat cowok kemudian langsung pacaran setelah putus. Sempat kupikir juga bahwa karakternya yang satu itu agak ... jelek. Kenapa masih ada yang mau jadi pacarnya seolah itu "giliran"? Lalu kenapa Dine tetap pacaran kalau ujung-ujungnya putus?

Atau jangan-jangan para cowok sadar bahwa mereka kalah tinggi dan kalah "tampan" dari Dine? Makanya mereka mundur?

Hm, mungkin begitu.

"Jadi, sekarang enggak ada hubungan apa-apa lagi sama Rafi?" Kubuka sesi tanya jawab dengan deretan doa dalam hati semoga tidak salah bicara. Kudengar biasanya orang patah sesensitif pantat bayi. "Dan sekarang kalian sekadar teman atau apa?"

"Mantan, mah, buang aja, Bung," kilah Dine sambil melibas udara. "Enggak ada bedanya sama sampah."

Aku meringis. Tidak kunjung terbiasa dengan jawaban tajam yang diberikan Dine. Padahal aku sudah menyaksikan yang seperti ini empat kali dalam nyaris satu semester.

"Din, teorinya begini." Wahyu si ketua kelas tiba-tiba berceletuk dari depan, padahal tidak diundang. "Kalau kalian pacaran lalu kemudian putus hubungan, dilanjutkan dengan pihak wanita menyebut mantannya 'sampah', bukannya itu berarti pihak pria yang terkait juga sah menyebut mantannya ini sebagai 'sampah'?"

Aku melongo.

Betul juga.

Dua-duanya bakal jadi sampah.

Dine mencebik. Mudah sekali menebak kalau dia menolak mentah-mentah teori logis dari Wahyu. "Terserah. Dia emang sampah. Sebut aku 'sampah' juga enggak akan ada hubungannya lagi."

"Cewek emang bikin repot," gerutu Wahyu seraya memasang tampang jijik—atau terganggu.

"Ngomong sana ke ibumu."

Aku mengerutkan kening. "Aku masih enggak terbiasa sama agenda pacaran-putus-pacaran-putusmu itu."

"Jangan salah sangka, Er. Aku jahat bukan tanpa alasan," kata Dine seolah membaca raut tidak nyamanku. "Di belakangku, Rafi diam-diam pacaran sama kakak kelas, anak IPA. Duh, bohai betul badannya kalau kamu lihat. Drum Spanyol kalah dari dia."

Fotocintasis #1: 16 Tahun [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang