17. Clementine

15 6 0
                                    

Tema: karaktermu bertemu dengan seseorang yang seharusnya sudah meninggal

*
*
*

"Um, halo?"

"Halo ..., Tuan?"

Kariel yang seharusnya memulai dengan, "Selamat malam, Tuan/Nona/Nyonya bla-bla-bla ...." malah terdiam di depan pintu rumah seorang gadis berambut pirang sebahu dengan manik merah muda berkilau.

Kedua mata sang pria terpaku pada gadis tersebut yang tingginya sampai pundaknya, mulutnya sulit untuk mengatakan sesuatu, dan kedua tangannya yang membawa kardus melemas seiring detik berlalu.

Ingatan Kariel tentang dunia ini lumayan buram, tetapi masih dapat dikuatkan kalau terus-menerus kembali ke dunia ini. Akan tetapi, satu hal ini membuatnya sangat terkejut.

Namun, ia tidak boleh seperti ini terus, ia harus profesional, tetapi debaran jantungnya tidak dapat disembunyikan.

Akhirnya Kariel buka mulut. "Selamat malam, Nyonya Clementine. Saya Ka ... Kariel dari Kantor Pos Antardunia." Suaranya lebih lemah dari biasanya.

Sang gadis yang Kariel kenal jauh lebih tua daripada penampilannya tersenyum cantik, ia meletakkan tangan kanan di dada kemudian membungkuk sedikit dan membalas, "Selamat malam juga, Kariel."

Kariel tahu itu adalah cara menyapa orang dari dunia ini, tetapi ingatannya terus dibersihkan setelah setahun tidak datang ke sini.

Walaupun begitu, Clementine bukan orang yang mudah dilupakan Kariel.

Kariel tersenyum dan membungkuk kecil menanggapi balasan Clementine, ia menyerahkan paket kepada sang gadis kemudian menyuruhnya untuk menandatangani kartu sebagai konfirmasi bahwa paket sudah diterima.

"Apa Kariel tidak keberatan jika saya ajak minum teh bersama?" tanya Clementine sambil menandatangani kartu, setelah itu, ia memandang mata Kariel.

"Mohon maaf, Nyonya, tetapi saya tidak dalam keadaan senggang untuk malam ini."

Tentu Kariel ingin, sangat ingin. Kariel ingin bertanya apakah Clementine dapat mengenalinya, ingin berbincang tentang masa lalu, dan ingin menghabiskan waktu seperti dahulu.

Seperti waktu Clementine belum meninggal.

Dengan penolakan itu sebenarnya sudut hati Kariel terasa nyeri, tetapi menjadi profesional adalah yang terpenting jadi Kariel menelan senyum pahitnya walaupun kedua alisnya sudah melengkung ke atas.

Clementine mengembuskan napas kecewa. "Sayang sekali," sebutnya, lagi-lagi menatap Kariel seperti bernostalgia, "padahal saya ingin memandangi mata Kariel yang seperti kristal."

Kristal? Itu pertama kalinya dalam tiga puluh tahun seseorang kembali mengatakan bahwa mata Kariel seperti kristal.

Jantung Kariel berdesir, dengan segera ia mengucapkan selamat tinggal yang ia harap bukan untuk yang terakhir lalu melangkah ke luar rumah kecil di tengah padang bunga itu.

Kariel berhenti di tengah jalan, ia membalikkan badan ke arah gadis di sana untuk membungkuk seperti di ingatannya terdahulu dengan iris berkilauan di bawah sinar bulan.

"Selamat malam, Nyonya Clementine."

******

This chapter was sweet hahahahaha, special thanks to my brain karena sudah mengimprovisasi setelah keadaan awal chapter ini.

Awalnya chapter ini bakal lebih ke sedih dan hubungan Kariel dengan Clementine enggak sedalam ini.

BTW, see ya!

Layanan Antar MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang