1- His Annoying Smiles

10K 1.1K 42
                                    


2 tahun kemudian...

Rajuna memang menghilang sejak saat itu. bahkan batang hidungnya tak lagi kelihatan dimata Gatra. Dia sudah meninggalkan SMPnya dan Gatra tidak lagi pernah tau dimana Ayah membawa Rajuna pergi dari kehidupan Bunda dan dirinya.

Ada yang lebih mengesalkan lagi dari kepergian sang adik bersama Ayah. Bunda jadi lebih pendiam dari biasanya. Terlalu sering cemas dan tidak pernah berhenti menanyakan kabar Rajuna yang jelas nihil. Mereka benar-benar seolah lenyap begitu saja dipusaran bumi. Tidak ada informasi yang tertinggal, bahkan keluarga Ayah.

Bunda bisa menangis sepanjang malam hanya dengan mendekap bingkai figur wajah Rajuna disana. Meracau bertanya-tanya, dimana sebenarnya anak itu berada. Apakah anak itu masih hidup atau masih menghirup udara yang sama. Bunda bisa tiba-tiba memasak makanan kesukaan Rajuna yang berakhir tidak pernah habis dimakan karena Bunda selalu merasa putranya akan kembali dan memakan makanannya.

Gatra kesal setengah mati. Bagaimana bisa usahanya menyingkirkan anak itu justru berakhir seperti ini. Maksdunya, ia juga tidak pernah menyangka bahwa presensinya benar-benar lenyap dari pandangan. ia hanya ingin anak itu memilih tinggal bersama Ayah, terserah bila ia ingin kembali sesekali untuk melihat Bunda.

"Udah, Bun," ujar Gatra. Bunda lagi-lagi menangis saat memasuki kamar putra bungsunya. Anak itu tidak membawa semua barangnya, banyak barang-barang berharga yang ia tinggal. Bunda percaya anak itu ingin kembali lagi.

"Bunda takut, Gatra. Adikmu gak lebih kuat dari Bunda," lirih Bunda. Wajah wanita cantik itu makin memerah, menandakan betapa pilunya hati kini.

"Dia pasti gak apa-apa di luar sana, Bun. Ada Ayah sama dia, Bunda gak perlu secemas ini," balas Gatra pelan. Mencoba menenangkan bahu Bunda yang bergetar hebat.

Bunda menoleh dengan air mata yang berlinang, "Ayahmu itu...Ayahmu itu bukan orang baik, Gatra."

"Dia jahat sama Bunda, Gatra tau! Tapi Rajuna pasti aman sama Ayah. Sekarang Bunda mendingan istirahat."

Bunda menggeleng keras, diraihnya lengan si sulung sambil memberikan tatapan lirih, "Gatra? Mulai besok kita harus cari dia, mulai besok Bunda mau cari dia," ujarnya sembari kembali menumpahkan tangis.

"Bunda! Udah, Bun."

Kemudian Bunda kembali menangis tersedu sembari menatap figur kedua putranya yang saling merangkul.

Gatra hanya bisa menghela nafas berat. Kalau sudah begini, Bunda bisa-bisa menangis sampai ketiduran. Syukur-syukur ketidurannya cepat, ini bisa sampai pagi lagi. selain bengkak, kantung matanya bisa semakin bertambah.

Gatra bersumpah, saat mereka bertemu lagi, ia berjanji akan membuat Rajuna membayar semua air mata yang sudah Bunda tumpahkan untuknya. Ia akan membuat Rajuna bersujud dikaki Bunda untuk semua cemas yang Bunda buang untuk memikirkannya. Hanya jika Gatra temukan bila anak itu ternyata memang sebenarnya baik-baik saja.

•'•

Saat meninggalkan rumah tadi pagi. Bunda sudah kembali seperti biasanya. Meski senyumnya selalu tidak sehangat dulu, namun Bunda selalu memberikan senyuman selamat pagi yang tulus. Nasi goreng yang baru ia angkat dari wajan terlihat lezat dan penuh kasih sayang. Pagi ini Bunda kembali menjadi Bundanya.

Gatra adalah mantan ketua OSIS. Jadi pagi ini, semua orang sudah sibuk dengan tanggung jawab masing-masing. Anak baru yang masih dibalut seragam SMP juga datang terbirit-birit dari gerbang meski datang tepat waktu. Maka, meski jabatannya bukan lagi seorang pemimpin, namun pengangalamannya masih dibutuhkan dalam membimbing para juniornya.

Hingga kegiatan MPLS akhirnya dimulai dan beberapa anak mulai dihukum karena mulai menunjukan sifat nakalnya. Guru-guru tidak lagi ikut andil selain memberi salam dan kiat-kiat pengantar. Perkenalan lingkungan sekolah seolah mereka percayakan sepenuhnya kepada anggota OSIS membuat Gatra bahkan sampai lupa untuk mencuri waktu istirahat.

ECHO IN THE FOREST ✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang