Pokoknya bangun-bangun, Rajuna sudah berada dikamar Gatra dibalut selimut sedada. Tidak hanya langit-langit kamar yang dicat abu-abu yang ia lihat setelah membuka mata, namun raut cemas Bunda disampingnya yang tengah menggenggam jemarinya erat.
Ups! Kayaknya dia kelepasan sampai pingsan dipunggung Gatra.
"Jun," panggil Bunda.
Suara lembut Bunda seketika memenuhi isi kepala Rajuna. Suara yang dua tahun belakangan menjadi suara yang paling ingin ia dengar selain sunyi atau malah suara-suara pekik nyaring Ayah saat kehilangan akal.
"Bunda?" cicitnya, meski ia sadar betul ia tengah berada di kamar Gatra bahkan tengah berbaring diatas kasurnya. Namun rasa penasarannya benar-benar tidak dapat dibendung, sehingga kini netranya justru liar mengitari seluruh ruangan yang masih terlihat sama sejak terakhir kali ia pergi dari rumah ini.
Mungkin ada satu sudut dimana presensinya hilang dari kamar ini, seperti figura mereka berdua saat masih kecil, saat Rajuna masih duduk dibangku Taman Kanak-kanak tidak lagi dipajang diatas meja belajar. Segala sesuatu tentang dirinya benar-benar hilang dari hidup Gatra.
Rajuna terlalu sibuk menerima kenyataan bahwa Gatra benar-benar membuangnya dari dunia cowok itu sampai-sampai saat Bunda menariknya ke dalam pelukan terhangat seorang Ibu, Rajuna merasa kosong.
Tubuhnya memang kembali ke rumah ini, namun ia tidak benar-benar diterima. Itu yang Rajuna rasakan saat Bunda memeluknya erat dan Gatra berdiri disudut ruangan dengan wajah datar.
Fakta bahwa lelaki yang ia panggil Kakak itu membawanya kemari saja sudah menjadi sebuah pertanyaan terbesar. Karena seingatnya, beberapa hari belakangan, pemuda itu dengan tegas memintanya pergi dan tidak memunculkan wajahnya lagi dihadapannya. Lalu keberadaannya di sini betul-betul pertanyaan besar bagi Rajuna, mengapa ia dibawa ke sini? Atau mengapa Gatra duluan yang menghampirinya.
"Kamu gak apa-apakan, Jun? Selama Bunda gak ada kamu gak di apa-apain Ayah kan? Bunda cariin kamu selama ini, kamu dimana?" tanya Bunda berjurut tanpa henti.
Rajuna menghela nafas pelan sambil tersenyum tipis. Diraupnya pipi sang Bunda kemudian mengelus kulit halus Bunda yang terasa makin menua. Rajuna hanya ingin menylurkan seluruh kasih yang ia punya untuk Bunda dan membuatnya merasa bahwa putranya kini sudah tumbuh menjadi pribadi yang dewasa. Maka setiap masalah yang datang tentu dapat ia tangani sendiri bahkan meski dipenuhi luka.
"Rajuna sehat banget, gak di apa-apain Ayah. Rajuna juga gak ke mana-mana selama ini, beneran deh. Memangnya Bunda nyari ke mana? Ke Korea? Bukannya ketemu aku, nanti malah ketemu kembaranku yang namanya Han Seo Jun."
Wenda seketika terkekeh geli. Memang putranya masih sama seperti dulu, suka bergurau dan menyenangkan. Namun, hanya saja kini waktunya tengah tidak tepat. Semua orang tau bahwa tidak ada yang baik-baik saja setelah hari itu. Entah Wenda, Reihan, Rajuna bahkan Gatra. Dunia mereka sama-sama terpecah belah, dan Rajuna adalah salah satu yang kehilangan rotasinya, yaitu Bunda.
"Kak Gatra kalau kangen bilang, dong. Alah, pakai sok-sokan maksa ikut naik motor bareng, bilang aja kangen rumah rame lagi gara-gara Rajuna. Iyakan, Bun?"
Wenda mengangguk pelan sambil tersenyum tipis, ia bangkit kemudian dan berjalan perlahan kearah putra sulungnya lalu memeluk tubuh bongsornya erat.
"Terimakasih, Nak. Bunda bahagia banget punya putra kayak Kak Gatra sama Rajuna."
Wenda mengusap lembut pipi sisulung penuh sayang dengan gumpalan air diujung mata.
"Kalau Gatra yang pergi, Bunda sama sedihnya, Gatra. Kamu sama Rajuna gak ada bedanya, kalian berdua hidup Bunda. Ayah bukan orang yang baik yang bisa dipercaya buat mengasuh Rajuna, Gat. Makanya Bunda begini."
KAMU SEDANG MEMBACA
ECHO IN THE FOREST ✔ [TERBIT]
FanfictionGema nyaring yang berdegung mengitari ruang keluarga siang itu seperti petir yang menyambar Rajuna tiba-tiba. Bukan karena kata-kata kasar nan menyakitkan yang Kakaknya Gatra pekikkan, namun masa depan yang telah ia bayangkan bersama orang-orang ter...