Dua Kakak beradik itu duduk manis dibelakang rumah dengan kue dan teh es manis ditengah-tengah mereka. Bunga yang Bunda tanam sejak dulu tumbuh subur, merambat dan membuat halaman belakang rumah seolah taman bunga warna-warni. Meski didominasi tanaman hias hijau dengan daun-daun lebar yang cantik, pemandangan ini tidak pernah gagal membuat Rajuna teringat akan savana yang ada diluar negeri.
Angin sore itu cukup bertiup kencang, Bunda bahkan menyeret selimut agar Rajuna tidak kedinginan duduk diteras halaman belakang. Cowok yang masih berumur 15 tahun itu duduk selonjor di sofa bulat empuk, nyaris terlelap karena terlalu nyaman. Bunda tanpa henti menyuapinya dengan berbagai hasil masakannya, katanya sudah lama semenjak ia membuat porsi bertiga. Membuatnya nyaris pingsan kekenyangan.
Gatra menoleh kesampingnya, sang adik berusaha menahan kantuk dengan menatap langit-langit yang masih biru keorenan. Angin beberapa kali menerpa wajahnya dan posisi anak itu masih tetap sama.
"Lo sama Haidar tadi mau ke mana?"
Rajuna menoleh dengan wajah berpikir, kemudian menggeleng pelan. "Ngajak main, tapi gue bilang gue mau ke sini."
"Oh," sahut Gatra, cowok itu Cuma mangut-mangut lalu bersandar pada punggung sofa.
"Kak," panggil Rajuna, ia menoleh kepintu, takut-takut Bunda yang sedang memasak makan malam yang akan Rajuna bawa pulang tiba-tiba keluar.
"Ayah punya calon istri lagi," katanya. Tepat setelah menoleh dari pintu ia menatap wajah Gatra yang lebih dulu menghadapnya dengan wajah ingin tau.
Cowok mancung yang tua dua tahun dari Rajuna itu mengerutkan kulit wajahnya. Ia kaget sekaligus bingung.
"Hah?"
"Kagetkan? Sama saya juga," ujar Rajuna.
"Siapa ceweknya?"
Rajuna terkekeh, reaksi kekanak-kanakan Gatra membuatnya tak kuasa menahan tawa.
"Kenapa lo? Lo bercanda?"
"Seriusss, tapi Juna gak tau siapa ceweknya. Hari Minggu katanya mau ketemuan, ngintilin yuk?"
"Males."
"Yaudah, gue sendiri aja nanti."
"Lo bukannya ada kontrol Private sama Dokter Terri?"
"Dokter Terri mah nambah-nambahin jadwal gue aja, sampai sana palingan gosip."
"Kalau Dokter Terri udah ngajuin kontrol Private, berarti kondisi lo udah gak bisa dibawa main-main lagi, Jun."
Rajuna menghela nafas sembari meraih kue kering diatas meja. Tatapannya beralih pada bunga-bunga Bunda yang terlihat segar, kemudian tersenyum tipis. Membuat Gatra lagi-lagi harus menahan kesal, karena bila sudah seperti ini, Rajuna membuatnya berpikir bahwa anak itu sama sekali tidak peduli dengan kondisinya.
Anak itu tiba-tiba batuk sambil mengeratkan selimutnya. Yang membuat Gatra semakin panik adalah bagaimana anak itu memejamkan kedua matanya perlahan tanpa mengindahkan panggilan Gatra.
"Jun!"
"Rajuna!!"
"JUNA!"
"Kenapa Gat??!" Pekik Bunda.
Rajuna yang awalnya hanya ingin berniat tidur lantas membuka matanya dan melotot kearah Gatra sebelum akhirnya tawanya pecah saat wajah panik Gatra berubah kesal.
"Stttt! Apaan sih, Bunda panik ntar!" ujarnya diselingi tawa yang pecah.
"Lo ngapain sih, bodoh!"
"Simulasi doang! Ya ampun, jangan panik dong say."
"Jun, gak lucu seriusan."
"Lo liatkan, gue main-main tapi gue tetep gak apa-apa."
KAMU SEDANG MEMBACA
ECHO IN THE FOREST ✔ [TERBIT]
FanfictionGema nyaring yang berdegung mengitari ruang keluarga siang itu seperti petir yang menyambar Rajuna tiba-tiba. Bukan karena kata-kata kasar nan menyakitkan yang Kakaknya Gatra pekikkan, namun masa depan yang telah ia bayangkan bersama orang-orang ter...