11- Sebelum langit menjemput

6.5K 894 158
                                    


Awalnya Gatra kira Rajuna itu sedikit aneh karena kelamaan bergaul dengan Haidar. Tapi saat diperjalanan pulang dan anak itu memintanya untuk berhenti ditepi jalan dimana pedagang ikan cupang berada, Gatra makin yakin bahwa kemungkinan Rajuna itu sudah berada dilevel akut orang aneh.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan ikan cupang yang anak itu beli, warnanya biru gelap dan berkilau, betul-betul seperti ikan mahal yang mampu bersaing dengan Arwana. Tapi yang membuat Gatra yakin bahwa Rajuna adalah anak yang aneh adalah idenya untuk memberi pakan ikan cupang yang malang ini potongan bakwan.

Gatra tau Rajuna senang bercanda, namun ketika ia melihat sendiri bagaimana potongan kecil bakwan berminyak itu jatuh kedasar akuarium, Gatra jadi mengkhawatirkan kesehatan jiwa sang adik.

Saking sayangnya, Bunda tidak peduli dengan keanehan Rajuna yang begitu memprihatinkan. Yang wanita itu lakukan hanya tertawa dan tersenyum melihat si bungsu berbicara dengan ikan cupang yang ia beri nama Sinta, padahal penjualnya tadi sudah bilang kalau 'Sinta' ini ikan cupang jantan. Tapi masih lebih baik ketimbang nama pertama yang nyaris ia berikan yaitu lumba-lumba.

Gatra udah capek.

"Rajuna beri tanggung jawab besar ini sama Bunda. Rajuna harap, Bunda dan Kak Gatra memperlakukan Sinta seperti putra dan adik sendiri," umum Rajuna dramatis.

"Tapi dia ikan," sahut Gatra.

"Tapi sekarang dia adik gue!"

Gatra merengut sebelum akhirnya memilih menjauh dari Bunda dan sang adik yang masih memandang Sinta dengan sangat serius. Padahal yang dilakukan ikan itu hanya berenang mengitari akuarium. Tapi kata Bunda ekornya cantik, kelihatan mewah, jadi sambil memeluk putra bungsunya didepan Sinta, ia menikmati setiap menit yang Sinta lakukan demi segenggam pakan ikan yang layak.

Katanya, ia sengaja membeli Sinta sebagai pengganti sosoknya di rumah ini. Niat hati sih, agar Bunda tidak lagi sedih dan semoga saja Sinta melakukan tugasnya dengan baik. Sehingga Rajuna tidak perlu mengkhawatirkan apapun lagi selain melihat Bunda yang tersenyum senang seperti sekarang.

***

Padahal Gatra sudah meminta Rajuna untuk tetap tinggal lebih lama sampai makan malam. Tapi Rajuna sendiri tidak bisa meninggalkan Ayah sendirian di rumah, apa lagi yang biasanya menyiapkan makanan adalah dirinya. Namun karena Bunda cemas setengah mati, takut Rajuna jatuh sakit karena kecapekan, Bunda dengan suka rela memasak lebih untuk Rajuna dan Ayah makan malam di rumah.

Tadi sempat gerimis sedikit. Halaman rumah Ayah yang tadi pagi terlihat rapi kini kembali berantakan dengan daun mangga layu yang berserakan akibat angin besar yang sempat bertiup tadi siang. Bercak basah diatas semen yang telah berlumut itu membawa harum khas semen basah yang menenangkan; kesukaan Gatra.

Gatra menatap punggung Rajuna yang perlahan masuk keperkarangan rumah dengan perasaan cemas setelah tau seperti apa sosok Ayah selama ini. Sekop yang berisi sampah beling disudut teras sempat menarik atensinya lalu kembali menonton langkah pelan Rajuna hingga sampai didepan pintu.

"Pulang gih, keburu sore. Nanti hujan lagi," suruh Rajuna, anak itu berkacak pinggang dengan santai, giliran ia yang menonton sang Kakak pulang.

"Ini emang mau pulang," sahut Gatra, namun standar motor tidak juga ia naikan.

"Anak gadis gak boleh pulang magrib-magrib, nanti diajak geng kunti pergaulan bebas."

"Masuk cepat lo sana!" suruh Gatra tidak menggubris celoteh aneh dari bibir Rajuna.

"Gue nunggu lo pulang dulu, takut di godain wewe gombel, jam dinas mereka nih."

Gatra membuang nafas kesal, melawan mulut Rajuna memang membuang-buang waktu. Percakapan ini mungkin akan berakhir dengan omong kosongnya lain. Maka dari itu, sebelum langit makin menggelap, Gatra lebih dulu memutar gas hingga perlahan sosoknya lenyap dari hadapan Rajuna.

ECHO IN THE FOREST ✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang