27- Hari indah yang menyakitkan

6.9K 784 199
                                    



Sepulang sekolah, Rajuna yang memang sudah menulis semuanya di dalam jurnal langsung menyuruh Gatra untuk banting setir ke supermarket dan membeli barang-barang untuk merayakan ulang tahun Bunda di danau. Katanya konsepnya seperti piknik keluarga meski yang datang bukan hanya keluarga mereka saja, tentu saja ada Haidar. Gatra sendiri terlalu cuek dan enggan mengundang siapapun.

Gatra Cuma tersenyum tipis menonton Rajuna yang sibuk memilih buah-buahan dan bahan-bahan yang mau ia beli. Lumayan seru, karena Rajuna itu suka mengomel, cerewet. Apa saja ia permasalahkan. Kadang mengomel karena bahan yang ia mau sudah habis atau mengomel karena ada buah yang sisi lainnya busuk padahal ia bisa saja memilih buah lain dengan tenang. Tapi mau heran juga dia Rajuna.

"Kakak suka buah apa?"

Gatra menoleh dari susunan buncis-buncis saat Rajuna berbalik sejenak untuk menanyakan buah kesukaannya. Namun Gatra hanya mengangkat bahu karena sejauh ini ia suka buah apapun, asal tidak yang memiliki rasa yang kuat.

"Yang asem-asem."

"Ketek?"

"Konteksnya buah kan?" ujar Gatra dengan alis mengkerut.

"Buah ketek?"

Gatra tidak menjawab, membuat senyum Jenaka Rajuna yang sempat mengembang seketika kempis. "Buah lemon?"

"Ya yang gak se-asem lemon. Apel, jeruk, anggur, buah yang sering dijual lah kecuali durian."

"Durian lo gak suka?! Kasian banget lo, melewatkan salah satu buah kesukaan dewa zeus."

Sang Kakak mengerutkan kening tanda kalau ia makin kesal.

"Oke, kita beli anggur," jawab Rajuna cepat seraya berlari kecil ke arah buah-buah anggur.

Meski percakapan yang sempat membuatnya naik darah tadi sudah berlalu, namun bila mengingatnya lagi entah kenapa baru terasa lucu. Gatra menggeleng pelan dan segera menyusul dengan trolli mereka yang sudah terisi setengah sebelum Rajuna kembali mengomel karena punya Kakak lamban.

***

"Minum obatnya dulu, Jun."

"Bentar."

"Sekaraang!" desak Gatra yang ke sana kemari membawa obat Rajuna ditangannya tidak lupa sebotol air mineral.

"Bentar dulu, Kak Gatra. Abis pasang tikar dulu."

Gatra yang sudah habis kesabaran langsung mencengkram lengan Rajuna dengan kekuatan sedang, memaksanya duduk dibangku kemping yang sengaja mereka pinjam lalu menyodorkan obat dan botol minuman itu kehadapan Rajuna.

"Minum, nanti gue yang buka tikar," ujar Gatra tegas yang ujung-ujungnya membuat Rajuna menurut.

Setelah memastikan bahwa adiknya meminum obat rutin yang harus ia konsumsi setelah ditanami cincin didadanya, barulah Gatra bisa kembali menyusun tempat secantik mungkin agar Bunda langsung kagum begitu sampai dan melihat ini semua.

Setelah semua dirasa beres, tinggal menunggu Haidar yang akan mengantar Bunda kemari. Gatra menoleh ke arah Rajuna yang berdiri termangu ditepi danau. Jam tiga kurang empat menit ini harusnya masih panas, namun karena di sini dikelilingi pohon-pohon rindang maka cahaya mentari yang terik itu hanya menembus celah-celah kecil daun di sepertiga menuju tenggelam di barat.

Rajuna itu, mengapa makin terlihat kecil namun juga entah kenapa hari ini ia terlihat jauh bersinar, apa karena suasana hatinya tengah bagus karena hari ini ulang tahun Bunda?

"Lo gak apa-apa?" tanya Gatra saat tungkainya berhasil mensejajarkan posisinya dengan sang Adik.

Rajuna menoleh, kemudian tersenyum lebar yang seketika menular kepada Gatra. "Bunda kapan nyampe nih??" tanyanya tidak sabar dan Gatra benar, Rajuna tengah bahagia.

ECHO IN THE FOREST ✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang