20. Insiden

319 39 34
                                    

Angin malam menerpa helaian rambut dan menambah intensitas tangan Aruna pada pinggang Garen. Motornya melaju kencang membelah jalanan Bandung di malam hari. Aruna tidak bertanya-tanya kemana Garen akan membawanya meskipun dia sangat tahu jalan yang dilalui daritadi bukanlah menuju pulang. Dia hanya menurut untuk diam berpegang kepercayaan pada Garen bahwa laki-laki itu tidak berniat membuangnya ataupun hal-hal aneh lainnya.

Diam-diam Aruna menatap wajah Garen dari samping, kepalanya yang menyanggah helm sedikit bersandar pada pundak lebar Garen. Dari dulu memang Aruna mengaguminya, selalu. Bentuk garis wajahnya yang tegas dan hidung mancung Garen tidak pernah membuatnya bosan. Gen langka dari sang ayah diturunkan pada Garen, iris mata yang tajam dengan bentuk bulat mengurangi intimidasinya. Jika Aruna berani mengungkapkan, dia akan mengatakan bahwa Garen sempurna.

Garen menguasai banyak hal, laki-laki itu tumbuh dengan keingintahuannya yang tinggi dan kegigihannya untuk bisa. Untuk menjadi bagian dalam hal tersebut membuat Aruna sangat bersyukur. Energi positif Garen tertular kepadanya. Dari mahir memainkan instrumen sampai jago dalam berbagai olahraga, Garen hanya punya kekurangan dalam bersosialisasi. Dia berteman dengan orang-orang yang mengerti dan menerima segala sifatnya, jika seseorang mengeluhkan hal tersebut, perlahan Garen akan menjahuinya.

Dia hanya tidak ingin keantusiasannya hilang. Aruna sangat yakin atas itu. Lihat sekarang, setelah mengalami patah hati pertamanya, Garen mulai terlihat tidak punya gairah untuk mengurus bandnya, dan bahkan skripsinya juga hampir dilupakan. Garen butuh waktu untuk memperbaiki semua itu. Namun satu hal terus mengganjal dalam kesehariannya. Tanpa sepengetahuan siapapun, Garen masih memikirkan Oza, perempuan yang membuatnya seperti ini. Bertanya-tanya tentang jawaban yang selalu menghantuinya.

Bagaimana bisa seseorang yang hanya melintas sebentar dalam hidupnya memiliki pengaruh? Garen juga sering menanyakan hal tersebut pada dirinya sendiri, namun tidak pernah menemukan titik terang. Disaat hidupnya terus dilewati oleh Aruna yang keberadaannya tidak terdefinisikan. Dia semakin kebingungan. Awalnya Garen pikir dia berada dalam fase menuju dewasa, dimana semua hal menjadi pilihan yang sulit untuk diputuskan. Namun bukan, ada yang salah dengan dirinya. Entah apa itu tapi kini Garen memilih untuk berjalan seperti biasanya. Membiarkan alur hidup terus menentukan pilihannya nanti.

Semuanya hanya perlu berjalan normal. Langit malam yang berwarna pekat dengan kerlip bintang. Angin malam dengan hembusan dingin. Bulan yang menghilang saat fajar. Atau mungkin Bandung dengan Garen dan Aruna disana. Seharusnya seperti itu. Seperti motor Garen yang kini berhenti di pelataran tempat parkir Bukit Bintang, perasaan dejavu perlahan menyelimutinya.

Aruna turun dari motor sambil bersanggah pada pundak Garen dan kemudian melepas helmnya. Dia berdiri dengan canggung menunggu Garen selesai memarkir motornya, memandang tangannya yang tenggelam pada jaket milik Garen, lalu dia beralih menatap Garen yang berjalan kearahnya dengan sebuah senyuman. Tiba-tiba badannya dirangkul begitu saja, membawanya berjalan dengan paksa.

"Ayo, bocil," kata Garen mengejek dengan senyuman yang masih terpatri. Aruna tertawa pelan sebelum menyikut perut Garen tanpa tenaga.

"Lo inget nggak, Ta? Pertama kali gua ajak kesini pas SMA?"

Garen melepaskan rangkulannya, dia duduk di atas rerumputan dengan kaki berselonjor. Lalu diikuti oleh Aruna yang duduk disebelahnya.

"Inget lah. Dulu gua juga sama kacaunya kayak sekarang, dan tiba-tiba lo nyulik ke tempat dingin gini,"

"Terus besoknya gua pilek," Lanjut Garen. Tawanya beriringan dengan suara binatang malam yang ada disekitar sana.

"Jangan sampe deh lo pilek juga besok,"

"Kayaknya bakal pilek deh." Garen merapatkan tangan pada tubuhnya yang hanya terbalut kaos, dia membuat gestur yang berpura-pura menggigil. Aruna menoleh, lalu dia sadar sedang memakai jaket milik Garen. Buru-buru dia melepasnya, namun Garen tertawa dan menghentikan gerakan tersebut.

Kita [ WENYEOL ]Where stories live. Discover now