8. Tahun Baru

211 46 30
                                    

Asap rokok mengepul di udara yang siang ini anehnya sedang sangat terik. Di hari terakhir tahun ini, bulan Desember akan segera berakhir namun matahari justru semakin menyengat, di dalam ruangan ber-AC sekalipun rasanya masih sesak. Garen sudah membuka kemeja kotak-kotak flannel miliknya sedari tadi, memilih untuk mematikan AC studio bandnya dan membuka pintu balkon yang mengarah pada jalanan kota Jatinangor.

Seorang laki-laki yang lebih pendek darinya itu ikut bergabung duduk di pinggiran balkon, "Tumben banget panas-panas gini sebat lo, Ren?" Namanya Agavra yang lebih akrab dipanggil Agap. Seorang drummer yang hari ini tidak punya kegiatan di kampus dan berakhir bersantai di studio.

"Sebelum jemput cewek sebat dulu, biar maskulin wanginya."

"Anjing ngaco, setau gua lo kena omel Runa mulu kalau bau rokok," Sahutnya yang kini juga ikut menyulut api pada batang rokok yang menyelip di bibirnya.

Garen tertawa pelan, menghisap lagi rokoknya dan menghembuskannya, "Bukan Nana, gua mau jemput Oza bentar lagi."

"Wesss, dah ada gebetan aja lo. Kok nggak gibah-gibah?"

"Lo aja yang ketinggalan, kemaren lusa anak-anak kan ngumpul di ruang BEM FEB sekalian gua bawa Oza buat kenalan. Kemana lo? Cari mangsa?"

Abu dari asap rokok Agap berjatuhan di lantai, dia menyentilnya lagi, "Tapi nggak nemu, Nana udah jomblo belum sih?"

Garen yang baru saja menempelkan rokoknya di bibir itu buru-buru menunda dan mengurungkan gerakannya, dia menoleh tertarik pada Agap yang pandangannya jatuh di jalanan sana, "Apa lo gila!? Gua nggak bisa biarin Nana jadi sama lo curut-curut pada ye."

"Posesif amat bos," Agap tertawa renyah, cukup puas dengan keusilannya, "Yakali gua naksir Nana, cantik sih, manis, tapi galak kayak Herder," Lanjutnya dengan nada santai, membawa arusnya untuk bercanda.

"Bangsat, kalau Nana tau, abis udah idup lo."

Mereka berdua tertawa bersama, sampai rokok yang panasnya juga melebur bersama matahari di atas sana itu habis meninggalkan sisanya. Setelah menerima pesan dari Oza jika kelas bimbingannya telah selesai, Garen segera membuang rokoknya dan memungut kembali kemeja miliknya yang ditelantarkannya tadi. Sebentar saja dia sempat di tahan oleh Agap dan Junet yang menyuruhnya memakai parfum terlebih dahulu karena lelaki itu berbau asap rokok yang menyengat.

Tapi Garen menolak, entah kenapa dia selalu tidak ingin mencoba lebih rapi dan wangi saat bertemu siapapun, dia bilang wangi asli badannya sudah cukup karena tidak berbau. Bahkan untuk Oza sekalipun, padahal sudah jelas jika mereka sedang dalam pendekatan dimana seharusnya bisa saling menjaga penampilan agar terkesan. Garen tidak mau, dan tidak ingin. Sayangnya dia tidak punya alasan yang kuat selain berdalih malas.

Mesin mobil berderu dan tanpa menunggu mesinnya bekerja lebih lama lagi, Garen melajukan mobil tersebut. Menjemput Oza terlebih dahulu lalu mengajak perempuan tersebut untuk jalan mungkin, kemana pun. Sebenarnya dia masih merasa aneh saat berada di dekat Oza, tidak familiar sama sekali dan tidak terlalu memasuki tipenya. Tapi bukan berarti Oza tidak baik, perempuan itu baik, sangat baik bahkan. Garen setuju untuk fakta itu.

Maka dari itu Garen hanya perlu mencobanya, tidak ada yang salah dengan saling mengenal. Dia juga kebetulan ingin memiliki seseorang yang bisa ada untuk dirinya saja, menemaninya di masa-masa keterpurukan kuliahnya yang sudah memasuki semester akhir. Aruna mungkin sudah menjadi salah satunya, tapi perempuan itu milik orang lain yang tidak bisa selalu ada untuknya. Garen tidak ingin egois hanya karena Aruna mengenalnya lebih lama daripada pacar tetangganya itu.

Namun tidak menutupi fakta bahwa Garen akan selalu membutuhkan Aruna bagaimanapun juga, meskipun suatu saat nanti dirinya memiliki seseorang yang spesial.

Kita [ WENYEOL ]Where stories live. Discover now