Sejak subuh tadi, Aruna sudah menyibukkan diri untuk bersiap-siap acara kampusnya pagi ini. Hari ini adalah acara yang dinantikannya, Dies Natalis FISIP Unpad yang ke-60, acara yang sudah sangat dinantikan karena memakan waktu kurang lebih dua bulan untuk mengkonsep segala susunannya. Acaranya akan dimulai pagi ini, dari jalan santai, bazar, games, sampai nanti akan ada puncak acara, yaitu beberapa penampilan dari band kampus serta mahasiswa lainnya.
Aruna melangkah keluar kamarnya, dia mengetuk pintu balkon Garen, "Aksaaa, udah bangun belum?"
Karena tidak ada sahutan, Aruna sudah hendak menarik kenop pintu sebelum itu terbuka dengan sendirinya. Garen berdiri di depannya hanya dengan boxer Manchester United, tubuh bagian atasnya terekspos, serta rambutnya yang masih basah karena baru saja selesai mandi. Aruna hampir saja menjerit terkejut dengan kemunculan Garen yang tiba-tiba, belum lagi aroma sabun cair yang menyerbak itu begitu candu. Sebenarnya dia sudah biasa melihat Garen bertelanjang dada dan berkeliaran di sekitarnya, hanya saja jika kemunculannya tiba-tiba begini bisa membuat jantungnya berolahraga.
"Gua pinjem catokan dong?" Tatapan Garen merendah, melihat Aruna yang berdiri dekat sekali di depannya, gadis mungil itu sedikit menggerutu karena tetesan air yang disebabkan oleh kibasan rambut Garen.
Tangannya bergerak mengusap titik air yang jatuh pada baju dan badannya, "Ha? Apasih, hair dryer kali."
"Pokoknya itu lah,"
"Ada tuh di depan meja rias gua, lo ada hoodie nganggur nggak? Punya gua dicuci semua."Garen sudah berjalan melewatinya dan menyebrang ke kamar Aruna, "Di kasur, baru gua pakai kemaren doang." Teriak Garen dari kamar Aruna.
Setelah mendengar teriakan Garen dan suara hair dryernya yang menyala, Aruna melesat masuk kamar Garen. Dia mengedarkan pandangannya untuk mencari keberadaan hoodie yang dimaksud Garen tadi, setelah mendapatkannya dia berbalik hendak keluar. Tapi, sebelum benar-benar berbalik, dia melihat Dewa—Adik laki-laki Garen, melewati kamar. Dengan semangat, dia melangkah menghampiri dengan senyumannya, "Dewaaa," Sapanya dengan riang.
"Oy, udah mau berangkat lo?" Adik Garen itu menolehkan wajahnya tanpa berhenti berjalan, kakinya mulai menuruni tangga.
"Iya, lo nanti jadi dateng pas gua sama Aksa manggung kan?" Tanya Aruna yang masih berjalan mengikutinya.
"Jadi lah, tapi agak telat ya, gua masih latihan soalnya,"
"Bunda Ninaaaa, lagi masak apa? Mau Nana bantuin nggak?"Tanpa menghiraukan jawaban Dewa mengenai pertanyaannya itu, Aruna sudah berdiri di samping Nina—Bunda Garen dan Dewa, sambil merangkulnya. Dewa yang sempat terkejut karena teriakannya itu, menggelangkan kepala seperti sudah bosan setiap hari melihat pemandangan ini. Melihat keantusiasan Aruna pada memasak, bukan sih, lebih tepatnya makanan. Gadis itu suka makan, bukan suka memasak, begitu jika kata Garen dan Dewa.
"Loh kamu kan bentar lagi berangkat, Na, udah sana duduk sarapan bareng aja,"
Aruna sempat melengkungkan bibirnya kebawah, sebelum dia protes dan menolak untuk sarapan bersama. Di rumah Mamanya juga sedang memasak sarapan, yang benar saja dia makan di rumah orang. Sebenarnya tidak masalah, tapi Aruna menghargai Mamanya yang sudah memasak juga, lagipula sudah lama dia ingin sarapan bersama Papanya yang lebih sering dinas di luar kota itu. Semalam beliau pulang, maka dari itu Aruna ingin menikmati sarapan bersama keluarganya.
Setelah kembali masuk ke kamarnya, dia masih melihat Garen berada di kamarnya. Hanya saja kali ini sudah memakai baju dan rambutnya telah kering. Dengan memakai celana jeans belel serta kaos kebesaran berwarna navy, Garen terlihat tampan meskipun penampilannya sangat simple. Tapi, ketampanannya itu tidak membuat Aruna membiarkannya, dia berdecak sebal.
YOU ARE READING
Kita [ WENYEOL ]
De Todo"Terlalu banyak mencari celah sampai kamu lupa sesuatu itu butuh dirasakan, bukan nampak atau tidaknya." Garendra Aksara Wijaya, 1996 Jangan panggil gua Aksa kalau lo bukan Tata atau Bunda gua. Panggil Garen. Aruna Claretta Hadinata, 1998 Gua pilih...