Kegiatan menghafal dan mencatat di meja belajarnya terhenti ketika suara mobil dari luar sana mengalihkan fokusnya. Aruna segera berlari kearah balkon dan membuka sedikit pintunya, mencoba mengintip dari dalam kamar. Dia dapat melihat Garen keluar dari mobil merah dengan dahi yang terplester sesuatu berwarna putih, berdiri di depan pagar sampai mobil tersebut pergi. Aruna segera menutup pintunya ketika Garen berbalik badan untuk masuk ke rumah.
Aruna kembali ke tempat duduknya dan duduk disana selama sepuluh menit sambil menatap buku catatannya. Setelah dia pikir Garen mungkin sudah berada di kamarnya dan membersihkan badannya, Aruna pergi ke pintu balkon dan melewati pembatas untuk ke kamar Garen. Pintu dia ketuk pelan dan berulang kali namun tidak ada respon, akhirnya dia menarik knop pintu yang tidak dikunci itu. Laki-laki itu meringkuk di kasurnya masih dengan pakaiannya yang tadi, Aruna dapat menebak bahwa Garen langsung menjatuhkan tubuhnya ke kasur dan tidak mengganti pakainnya.
Pelan-pelan Aruna menunduk di samping ranjang Garen dan menatap wajah yang sedang terlelap itu, tangannya terulur menyingkirkan rambut Garen. Dahi dan pipinya masih terasa panas.
"Aksa, bangun, badan lo panas banget," Tubuh besar Garen bergeming ketika Aruna mengoyak pelan pundaknya, "Ganti baju dulu abis itu makan sama minum obat."
Garen bergumam dalam tidurnya, matanya mencoba untuk terbuka meskipun dirasanya begitu berat. Dia mengatakan sesuatu yang tidak begitu jelas.
"Kenapa? Gua suruh Dewa bangunin Bunda ya?" Saat sudah berdiri untuk memanggil Dewa, Garen justru menahan jaket yang dipakai Aruna untuk menghentikan perempuan tersebut. Akhirnya terpaksa Aruna berjongkok kembali dan mendekatkan telinganya pada Garen, untuk mendengar lebih jelas apa yang dikatakan laki-laki itu.
"Kompres gua sama ambilin obat di kresek putih, di atas meja," Suaranya berat dan serak. Garen menunjuk kresek putih yang dia maksud di atas meja sana. Aruna mengikuti arah telunjuknya.
Aruna menarik selimut milik Garen agar laki-laki itu tidak merasa kedinginan, "Belum makan nasi kan? Gua ambilin soto di rumah tadi Mama masak, abis itu minum obat, terus tidur sambil dikompres." Garen mengangguk patuh.
Tidak ada yang lebih perhatian dari Aruna, itu lah yang dipikirkan Garen saat ini. Sejenak dia merasa bersalah ingin menggeser Aruna dari tempatnya dengan Oza yang hanya mengurusnya beberapa saat tadi. Namun Garen tahu jika suatu saat nanti kedepannya situasi bisa saja berubah karena Aruna bukan miliknya. Sejak awal harusnya Garen sadar itu.
Dalam kesunyian malam itu, Garen memejamkan matanya sambil menunggu Aruna kembali lagi membawa makanan untuknya. Tubuhnya semakin meringkuk dan menarik selimut yang dia pakai.
Lima menit berlalu, suara pintu yang dibuka membangunkan Garen. Aruna sudah ada di depannya saat dia membuka mata, "Kok bisa sih lo sakit? Kemaren ngapain aja? Kena ujan? Begadang pasti kan? Pusing bikin lagu sama band lo? Atau sibuk ngejar dospem skripsi?" Pertanyaan itu datang bertubi-tubi membuat Garen tertawa disela kegiatannya meneggakkan badan.
Garen bersandar pada bantal, tangannya meraih mangkuk di tangan Aruna dan mengaduk soto tersebut, "Ya semuanya gua lakuin," Dia menyuapkan sesendok soto pada mulutnya.
Dengan sangat peka, Aruna menarik tisu dimeja dan diberikannya pada Garen agar warna kuning soto yang sedikit bercipratan itu tidak membekas dimana-mana, "Gua tau lo gila banget bikin lagu tapi kepengen cepet-cepet skripsi. Cuma lo nggak boleh sakit gini, Sa, yang ada makin ngehambat kan," Garen hanya diam menikmati makan tengah malamnya itu sambil mendengarkan Aruna berbicara, "Lagian juga kalau lo butuh bantuan, ada gua."
"Lo tuh fokus aja belajar, gedein IPK biar nggak dimarahin mama lo lagi, nggak dimarahin si Alton juga."
"Belajar ya belajar aja, nggak ada hubungannya sama gua yang bisa bantuin lo,"
YOU ARE READING
Kita [ WENYEOL ]
Random"Terlalu banyak mencari celah sampai kamu lupa sesuatu itu butuh dirasakan, bukan nampak atau tidaknya." Garendra Aksara Wijaya, 1996 Jangan panggil gua Aksa kalau lo bukan Tata atau Bunda gua. Panggil Garen. Aruna Claretta Hadinata, 1998 Gua pilih...