Rabu malam ini Bandung masih sama seperti biasanya, banyak orang-orang yang berkumpul dan berjalan santai di sepanjang trotoar Jalan Braga. Tak kalah juga dengan padatnya kendaraan yang melaju satu arah, motor dan mobil bergumul mencoba saling menyalip satu sama lain agar cepat sampai pada tujuannya masing-masing. Motor Garen melambat tepat di depan Alfamart sebelah kanan jalan, pandangannya menelusuri di sepanjang trotoar tersebut untuk mencari celah. Tapi sialnya sudah tidak ada tempat lagi untuk Garen memarkir motornya. Braga akan selalu ramai.
"Hese parkir anying,"
Aruna tertawa kecil mendengar umpatan Garen yang terdengar lebih luwes daripada biasanya, karena jarang sekali laki-laki tersebut mengumpat dengan logat sundanya, "Di Wiki coba, siapa tau masih ada yang kosong."
Setelah mendapat solusi yang tidak terlalu solutif, karena di pojok perempatan menuju jalan Lembong tersebut juga selalu menjadi incaran orang-orang mencari tempat parkir, Garen kembali menarik gas motornya dengan harapan masih mendapat tempat untuk parkir.
"Kampret," Untuk yang kedua kalinya Garen kembali mengumpat, tidak ada lagi pilihan selain memang memarkirnya motornya di tempat yang sedikit jauh. Wiki terlihat penuh juga hari ini, motor-motor berjejer di dekat perempatan sana.
Aruna mengelus pundak Garen dan menepuk-nepuknya pelan, "Yaudah sih jangan emosi gitu, kesini kan mau main bukan mau nyari parkiran. Ayo cepetan, gua pengen beli cilok,"
Akhirnya dengan berat hati, Garen kembali melajukan motornya ke arah daerah ruko di Suniaraja. Dan setelah benar-benar melihat motornya aman, Garen menarik pundak Aruna yang baru saja menaruh helmnya itu agar berjalan di depannya. Mencoba untuk melindunginya dari orang-orang yang berlalu lalang di trotoar yang sedikit sempit itu. Perlahan ia mendorong pundak Aruna untuk membantunya menambah kecepatan berjalan perempuan tersebut.
"Ta,"
"Apa?" Aruna sedikit menolehkan wajahnya sebelum ia kembali melihat jalan di depannya.
"Lo sama Linggar gimana?"
"Gimana apaan?"
"Hubungan lo lah, akhir-akhir ini gua liat lo nggak pernah telfonan malem lagi,"
Aruna sedikit tertawa, "Demen banget dengerin gua telfonan si jomblo, yakali gua telfonan teriak-teriak, Sa. Masih telfonan kok, cuma lagi nggak bahas yang bikin ketawa aja,"
"Kirain lo udah putus."
Satu sikutan mengenai persis pada perut Garen, ia meringis dengan wajah kesal. Selain sakit, Aruna mengejutkannya yang sedang fokus pada jalanan karena mereka sudah hendak menyebrang, "Nggak di filter banget ya lo kalau ngomong, nggak ada namanya gua putus sama Mas Linggar," Sahut Aruna sambil menyebikkan bibirnya. Karena masih merasa kesal, ia menarik lengan Garen sedikit kasar saat hendak menyebrang jalan.
"Gua doain mau nggak?" Sahutnya sedikit telat, dengan wajah yang sangat menyebalkan.
Daripada membawa percakapan yang tidak terlalu jelas ini ke arah perdebatan, Aruna akhirnya memilih diam. Kini mereka berdua berdiri di depan seorang pedagang kaki lima yang menawarkan berbagai macam cilok dengan varian isi. Terlihat hanya ada beberapa pelanggan yang terlihat sedang menikmati cilok di pinggir jalan tersebut.
Sekilas Garen melihat perempuan yang biasa mendebatnya itu kini diam memunggunginya. Dan entah sejak kapan jalanan yang padat terlihat lebih menarik saat bersanding dengan punggung kecil yang tertutup sedikit rambut panjang Aruna dari sudut matanya. Garen menyungingkan sedikit senyum sebelum akhirnya ia memesan dua bungkus cilok seperti biasa.
"Nih,"
Aruna menerima bungkusan plastik tersebut dan kembali menggandeng lengan Garen untuk kembali berjalan, mencari tempat duduk kosong untuk menikmati hiruk pikuk Braga dengan satu bungkus cilok. Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya mereka duduk di salah satu bangku sambil menatap jalanan. Orang-orang berlalu lalang di depan mereka mengisi kehampaan.
![](https://img.wattpad.com/cover/215756140-288-k269265.jpg)
YOU ARE READING
Kita [ WENYEOL ]
De Todo"Terlalu banyak mencari celah sampai kamu lupa sesuatu itu butuh dirasakan, bukan nampak atau tidaknya." Garendra Aksara Wijaya, 1996 Jangan panggil gua Aksa kalau lo bukan Tata atau Bunda gua. Panggil Garen. Aruna Claretta Hadinata, 1998 Gua pilih...