11. Perihal Rasa

220 45 9
                                    

Hari Minggu kali ini berbeda dari biasanya, Aruna sedang bersandar dengan santai pada sofa yang tidak familiar sama sekali sambil menonton televisi. Namun masih terasa nyaman. Pandangannya lurus dengan dapur pada apartment tersebut, ada Linggar yang sedang berdiri disana dan bergerak dengan sibuk memotong beberapa sayuran serta mengaduk masakannya di atas kompor. Sedangkan sofa di sebelah kirinya ada Abrisam memejamkan matanya dengan damai.

Atas paksaan Aruna pada sabtu malam kemarin, akhirnya perempuan itu berhasil menginap di Bandung atau lebih tepatnya di apartment kekasihnya itu. Dengan beberapa syarat dari kakak laki-lakinya yang tentu saja tidak setuju pada awalnya. Linggar dan Abrisam akhirnya harus mengalah untuk tidur di sofa dan membiarkan Aruna menempati satu-satunya kamar di apartment tersebut.

Bau sedap makanan mulai tercium, Aruna berjingkat dan berjalan menghampiri Linggar, "Abis ini jalan yuk? Aku pengen ke Lembang," Ujarnya dengan tangan yang bergelayut pada lengan Linggar yang masih sibuk dengan masakannya. Laki-laki itu tersenyum, tangannya terulur mengusap pelan rambut Aruna.

"Mau ngapain ke Lembang? Aku mau ngajakin kamu ketempat lain padahal."

"Main lah. Kamu mau ajakin aku kemana? Aku nggak mau, maunya ke Lembang."

"Rahasia, aku mau kasih sesuatu ke kamu."

Aruna berdecak kesal, "Nggak bilang ya mana aku mau, lagian mau kasih apa sih? Kasih sekarang kan juga bisa," Mata bulatnya menelisik wajah Linggar yang sangat fokus itu, "Bawa oleh-oleh dari solo ya kamu? Berarti kamu nggak mau kasih Mas Isam makanya ngasihnya nanti, oleh-oleh apa? Dari Ibu kamu khusus buat aku ya?"

"Kok bawel?"

Bibirnya mengerucut tanpa sadar membuat Linggar yang melihatnya itu tertawa gemas. Spontan dia menempelkan bibirnya pada pipi merah muda milik Aruna. Bukan bibirnya, "Nanti aja kamu liat sendiri, sayang. Aku lagi masak nih kamu gangguin," Lanjutnya dengan panggilan yang sering kali membuat Aruna bergidik geli.

Untuk ciuman itu, hanya di pipi. Linggar masih mengerti batasnya, meskipun kadang seringnya hampir kelewatan dan membelokkan bibirnya pada pipi Aruna. Selalu seperti itu. Sedangkan Aruna masih diam pada posisinya, rasa hangat mengujur di sepanjang tubuhnya dari ujung kaki sampai kepalanya yang terasa hampir meledak. Dia masih belum terbiasa.

"Bangunin Mas kamu dulu suruh sarapan abis itu berangkat, okay?" Linggar berjalan menjauh dari Aruna untuk menyiapkan sarapan. Aruna berkedip beberapa kali dalam diamnya sebelum akhirnya tersenyum dengan pipi yang merona. Dia tersipu.

Dalam diam dia kembali ke ruang tengah dan membangunkan Abrisam. Setelah hampir lima menit begitu sulit dibangunkan, Abrisam akhirnya ikut bergabung di meja makan untuk sarapan bersama. Mereka mengobrol banyak tentang pekerjaan dan Aruna memperhatikannya, namun juga menanggapi sesekali saat dia sedikit mengerti dengan sesuatu yang Linggar dan Abrisam bahas.

Hari ini sepertinya cuaca sangat mendukung untuk membiarkan Aruna menikmati weekend bersama kekasihnya. Matahari begitu terik dan awan begumul membawa suasana terasa lebih menyejukkan. Kini Aruna telah siap dengan setelan kaos serta rok pendek selutut berwarna pink pucat, dan Linggar dengan pakaian khasnya yaitu celana kain berwana khaki dan juga kemejanya yang hari ini berwarna navy. Aruna sempat memprotesnya karena terlihat seperti akan kedapatan acara resmi, tapi Linggar menyanggahnya dengan alasan lengan kemejanya akan dia lipat sampai siku dan kancing atasnya yang terbuka.

Tidak mau berdebat lebih jauh lagi, Aruna membiarkan Linggar dengan pendapatnya karena dia tidak akan pernah bisa melawan laki-laki tersebut. Pendapat mereka akan selalu bersinggungan kapanpun itu, jarak usia mereka yang terpaut jauh adalah salah satu pengaruhnya. Meskipun Aruna selalu mengabaikan fakta itu dan berusaha hanya fokus pada Linggar dan segala perhatiannya, tetap saja ada momen dimana kejadian seperti ini sangat mengganjal di hatinya.

Kita [ WENYEOL ]Where stories live. Discover now