Jangan memikirkan orang lain, cukup dirimu. Pertimbangkan pilihan lalu perhitungkan, lalu lihat mana menguntungkan.
Semuanya berkumpul dalam satu ruangan, dengan perasaan yang campur aduk namun di dominasi rasa bahagia.
"Kak Evan, bentar lagi Papa bisa liat kita?" pertanyaan itu keluar dari bibir mungil Aletha.
Alevran tersenyum tipis lalu mengangguk mengiyakan, Aletha senang tentunya. Akhirnya dia bisa melihat papanya menatap dirinya dengan tatapan hangat.
"Udah siap, Van?" tanya Ammeta yang berdiri di samping ranjang persakitan Alevan.
Alevan hanya mengangguk, dia tegang, dia tidak sabar, waktu terasa lebih lambat dari biasanya. Dia sudah membayangkan bagaimana wajah Alesha, Alevran dan Aletha, serta para sahabatnya.
Ammeta perlahan menggunting salah satu sisi perban tersebut, kemudian melepas balutan demi balutan perban yang menutupi area mata Alevan.
Ingin rasanya gue kasih dua surat Riani, tapi kayanya sekarang bukan saat yang tepat. Batin Indah merasa bimbang.
Semua perban sudah terlepas, kedua mata itu masih terpejam erat seakan enggan terbuka. Detak jantung Alesha makin menjadi, dia sangat takut dan tidak sabar melihat hasilnya.
"Buka mata lo perlahan, Van," pinta Ammeta lembut.
Kedua netra itu perlahan terbuka, awalnya buram namun lama kelamaan semuanya terlihat jelas.
"Liat sekitar lo, Van, pelan-pelan aja tapinya," ujar Arsha sambil menggerakan tangannya di hadapan Alevan.
Agak lama Alevan melihat sekitar yang masih terlihat buram, namun beberapa waktu kemudian tatapnya terkunci pada satu orang. Senyumnya terlukis, binar matanya terpancar saat melihat wajah itu.
"Echa..." lirih Alevan membuat Alesha bernapas lega. "Echa, aku bisa liat kamu." ujar Alevan membuat Alesha langsung menghampirinya.
Dengan cepat Alesha memeluk Alevan, tangisnya sudah tak dapat dia tahan lagi. Suaminya kembali, Alevan sudah keluar dari kegelapan sekarang.
"Kamu bisa liat aku sayang? Beneran?"
Alevan mengangguk, membuat Alesha makin mempererat pelukannya. Selang beberapa waktu Alesha melepas pelukannya kemudian menangkup wajah Alevan, menatap tepat di mata yang kini sudah dapat membalas tatapannya.
***
Raidin yang kesekian kalinya menghela napas panjang, dia sangat lega melihat kini Alevan sembuh dan dia juga begitu terharu melihat Alesha menangis.
"Aku gak mau mereka sedih, Din,"
Pria bernetra cokelat itu menoleh, menatap seorang gadis berambut hitam yang sudah berdiri di sampingnya.
"Aku gak mau mereka tahu soal Riani yang mendonorkan matanya buat Alevan," ujar Indah menatap lekat calon suaminya itu.
Raidin masih bisu, mulutnya tidak bergerak sedikitpun. Dia juga berpikir yang sama, jika boleh dan bisa Raidin memilih untuk tidak jujur dalam hal ini karena dia ingin keluarga kecil adiknya bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Perfect Husband 2 (SELESAI)
Teen FictionBELUM DI REVISI 10 November 2020-19 Maret 2021 Tadinya hubungan Alevan dan Alesha baik-baik saja. Alevan pun sudah mulai bisa menerima kondisinya dan juga Alesha selalu ada di sisi Alevan. Sampai.... Satu persatu masalah datang yang membuat Alevan b...