003

170 20 3
                                    


.

.

.

Nala masuk kedalam rumah dengan wajah yang tertekuk, berjalan dengan kaki yang di hentakkan membuat perhatian Sana dari layar televisi teralih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nala masuk kedalam rumah dengan wajah yang tertekuk, berjalan dengan kaki yang di hentakkan membuat perhatian Sana dari layar televisi teralih.

"Napa muka kamu sepet kaya gitu?" tanya Sana yang sedang duduk di sofa sambil memakan makanan ringan yang berbahan dasar kentang.

"Keeeseeel, anjing, babi, setan!" Nala mengeluarkan semua unek-uneknya yang sedari tadi ditahan-tahan setelah menyimpan plastik belanjaannya di lantai.

Kakinya yang di hentakan-hentakan pada lantai membuatnya percis seperti anak kecil yang mainannya direbut.

"Berisik, nanti tetangga denger dikira lagi  macem-macem tau gak." Sana bangkit dari duduknya lalu menarik leher Nala kemudian membekap mulutnya yang terus mengeluarkan umpatan.

Tidak ingat jika tangannya masih terdapat remahan makanan.

Nala terdiam sejenak dengan menatap mata Sana. Ingat jika sebelumnya kakaknya itu tengah mengunyah, seketika Nala tersadar.

"Mmmmhh." Nala menggelengkan kepalanya berusaha menyingkirkan tangan Sana dari mulutnya. Demi apapun kakaknya itu sangat jorok.

"Kakak lepasin asal kamu diem." Nala mengangguk dengan cepat sebagai jawaban. Asal Sana cepat menyingkirkan tangannya.

Nala memundurkan tubuhnya, "Tangan kakak kotor!" lalu membersihkan wajahnya yang tertempel remahan makanan setelah Sana melepaskan tangannya.

"Enak aja." sentak Sana dengan wajah garangnya. Diam-diam mengelapkan tangannya yang kotor ke celananya.

Nala memutar bola matanya malas, "Liat aja sendiri."

Damn, Nala takut jerawat tumbuh lagi di wajahnya. Meski terlihat urakan tapi Nala tetap memperhatikan kesehatan wajahnya.

"Peduli amat, kesel kenapa kamu?" tanya Sana penasaran dengan hal apa yang mengganggu adiknya itu.

Sebenarnya ini bukan pertama kali Nala pulang seperti ini. Jika ada yang membuatnya kesal, adiknya itu pasti akan mencak-mencak tidak jelas jika rasa kesalnya tidak tersalurkan dengan benar.

Hingga kerap kali membuatnya harus turun tangan untuk mengatasinya.

"Hah?" Sana mendelik akibat respon Nala yang memang kadang-kadang agak bego seperti ini.

"Oh, apa yah?" Nala berkata dengan mengerjapkan matanya. Bukannya terlihat menggemaskan, Sana malah ingin menampol wajahnya itu.

Menghembuskan nafasnya kasar, Sana benar-benar menampol kepala Nala dengan gemas.

"Kakak bunuh kamu ya." Sana mencubit tangan Nala lalu setelahnya mengambil belanjaannya yang berserakan dilantai akibat ulahnya. Untung saja isinya tidak berhamburan.

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang