017

64 15 0
                                    


.

.

.

Nala sadar ketika Yvaine akan menggendongnya untuk dibawa ke dalam rumah sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nala sadar ketika Yvaine akan menggendongnya untuk dibawa ke dalam rumah sakit. Nala menolak untuk dibawa masuk. Tidak segan untuk dia berteriak ketika Yvaine terus memaksanya untuk diperiksa dokter.

Tapi pandangannya yang lama kelamaan terasa mengabur membuat Nala terpaksa mengikuti Yvaine agar setidaknya dia diperiksa terlebih dahulu. Sebelumnya pakaian keduanya yang basah sudah berganti dengan baju dan celana Yvaine yang sengaja laki-laki itu simpan dalam mobil untuk berjaga-jaga. Seperti kali ini.

Dan saat ini Nala sudah berada di rumahnya. Berbaring di ranjang Sana seraya melihat langit-langit kamar dengan tatapan kosong.

Kepala Nala kini kosong, dalam pikirannya tidak ada apapun seolah memang benar-benar jika yang tersisa hanya raganya saja.

Disisi lain Yvaine pulang terlebih dahulu kerumahnya untuk membawa beberapa pakaian dan barang-barang keperluannya. Tidak butuh waktu lama, Yvaine turun kelantai bawah dengan ransel hitam yang tersampir di bahu kirinya sedangkan yang satunya memainkan ponsel.

"Heh, ada orang ini,"

Yvaine mengalihkan pandangannya dari ponsel lalu melihat Zayan duduk di sofa ruang tengah membuatnya berjalan menghampiri sang ayah. 

"Apa yah?" Yvaine berdiri di samping Zayan.

"Kalau jalan yang fokus." Zayan menatap sang anak yang menjulang tinggi di sampingnya lalu menggelengkan kepala.

"Iya, maaf yah." Yvaine memasukkan ponselnya kedalam saku celananya lalu menatap sang ayah dengan fokus.

"Mau kemana?" tanya Zayan seraya melihat penampilan Yvaine dari atas ke bawah. Sebenarnya tanpa bertanya pun Zayan tahu akan kemana Yvaine. Tapi sebagai basa-basi antara anak dan orang tua akan lebih baik untuk Zayan melakukannya.

"Nala."

"Ohh, tapi ingat jangan sampai berbuat yang macam-macam." peringat Zayan dengan tegas tapi masih menampilkan wajah tenangnya membuat Yvaine menganggukkan kepalanya dengan kaku.

"Iya ayah." ujar Yvaine penuh penekanan bagaimana mungkin juga dia berani berbuat macam-macam, setidaknya untuk saat ini, tidak tahu kedepannya.

"Bibi tadi masak banyak, jadi kamu bawa aja." titah Zayan seraya beranjak untuk ke ruang kerjanya, masih banyak pekerjaan yang harus dia lakukan. Duduk di ruang tamu pun hanya untuk sekedar menyapa sang anak yang akan pergi lagi.

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang