013

79 15 0
                                    


.

.

.

Di sepanjang perjalanan pulang, Yvaine terus memikirkan tentang kalung Nala yang dia lihat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di sepanjang perjalanan pulang, Yvaine terus memikirkan tentang kalung Nala yang dia lihat. Dia tidak merasa asing, seperti pernah melihat bentuk itu, tapi dimana. Menggali ingatannya pun nihil, tidak ada yang dia temukan.

Atau mungkin hanya perasaannya saja.

Memasuki gerbang rumah yang telah di buka oleh satpam, Yvaine mengarahkan mobilnya menuju garasi untuk dia simpan bersama mobilnya yang lain. Melangkahkan kakinya ke dalam rumah dengan sesekali bersiul seraya memutar-mutar kunci mobil di jari telunjuknya.

Seperti biasa, keadaan rumahnya begitu sepi. Hanya ada pelayan yang hilir mudik tengah mengerjakan tugasnya.

Ayahnya, entah dia pun tidak tahu dimana keberadaanya apakah sudah pulang atau belum. Mungkin jika sudah saat ini pasti berada di ruang kerjaannya. Jika pun belum pasti masih dikantor.

Memasuki kamarnya, Yvaine segera melepaskan hoodie lalu melemparnya ke keranjang pakaian kotor. Yvaine berjalan menuju meja belajarnya dan berniat untuk mengerjakan beberapa tugas yang cukup berserakan diatas mejanya, meskipun tugas ini masih lama untuk di kumpulkan tapi Yvaine terbiasa mengerjakannya lebih awal.

Entah berapa jam berlalu Yvaine akhirnya menyelesaikan pekerjaanya. Meregangkan tangannya yang kaku lalu melihat jam ternyata sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Yvaine beranjak untuk mandi lalu setelahnya dia akan mengistirahatkan badannya yang letih.

•••

Yvaine mengerang ketika tidurnya terganggu oleh suara gedoran dari balik pintu kamarnya. Dia berteriak agar orang kurang kerjaan itu berhenti tapi tidak berhasil. Sudah bisa dia tebak siapa pelakunya dikarenakan orang di rumahnya tidak akan ada yang berani membangunkannya sampai seperti itu.

Alhasil Yvaine bangun dengan kesal lalu segera membuka pintunya dengan sedikit bantingan. Dan terlihat lah ketiga temannya yang memasang wajah tidak bersalah membuat Yvaine ingin sekali menendang bokongnya satu persatu. Sayang, itu hanya keinginannya saja tanpa direalisasikan.

"Lah, baru bangun?" Bastian bertanya sambil menyerobot masuk kedalam kamar Yvaine lalu merebahkan badannya di sofa panjang yang berada didepan ranjang besar Yvaine. Tidak ada sopan sopannya sekali sebagai tamu yang kedatangannya tidak di undang.

"Emangnya kenapa?" Yvaine menggaruk kepalanya yang gatal lalu menguap membuat Bastian bergidik melihatnya. Jika biasanya orang-orang melihat Yvaine adalah sosok tampan yang rapi dengan setelannya, pikiran itu akan langsung terpatahkan begitu melihat sosok di depannya.

Tidak mengenakan atasan dan hanya celana training dengan rambut berantakan membuat penampilan Yvaine sangat tidak mencerminkan seorang tuan muda Yvaine. Dan apa itu, Bastian bisa melihat ada bercak putih disudut matanya membuatnya bergidik ngeri.

IridescentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang