191919

2K 462 95
                                    

Pukul 3, kami masih duduk di tempat yang sama selama satu jam tadi sampai akhirnya Rosé bersuara.

"Kita akan bermalam dimana?"

Benar juga, kami tidak ada uang, dan sekarang entah dimana, isi tasku hanya ada beberapa buku tipis dan ponsel yang mati, aku lupa membawa dompet.

"Kita tidak ada uang."

Rosé berdiri. Dia terlihat manis dengan windbreaker berwarna hijau tosca, putih, dan ungu yang dibiarkan zippernya terbuka, menampakkan atasan putih ketat membalut tubuh ramping itu, sedangkan kakinya terbalut baggy jeans.

Rosé merogoh saku, lalu mengeluarkan dompet. "Kau bawa uang?" Tanyaku heran, pasalnya saat masuk bus tadi Rosé bilang ia tidak bawa uang.

"Tidak." Dia membuka dompet itu, tersenyum bangga melihat jumlah uang yang banyak, lalu melanjutkan,

"Aku mencurinya di bus tadi."













Ternyata disini tidak terlalu sepi, seiring kami berjalan, keadaan sekitar semakin ramai, mulai muncul pertokoan, beberapa mobil melintas mulus dengan kecepatan sedang, sepertinya kami memang tidak sengaja turun di tempat yang sepi tadi.

Angin berhembus kencang, meniup rambut panjang Rosé ke belakang, aku sedikit menunduk demi menatapnya. Cantik.

Butuh waktu satu jam jalan kaki sampai akhirnya kami menemukan motel. Langit sudah agak gelap, kami sempat mampir ke restaurant di sebelah motel untuk take away chicken and waffle dan memakannya di kamar nanti. Kami belum makan siang, Rosé bilang ia sangat lapar tapi lebih memilih makan di kamar karena ingin mandi terlebih dahulu.

Restoran chicken and waffle itu lumayan ramai, tapi pergantian pelanggannya sedikit, jadi bisa disimpulkan; yang membuatnya ramai adalah pelanggan yang menunggu makanan karena pelayanannya sangat lama.

Pukul 5 sore, dua bungkus chicken and waffle ada di tanganku. Setelah membayar untuk satu malam dan mendapat kunci, kami masuk ke kamar.

Tidak bagus, tapi tidak buruk juga. Rosé melepas jaket besarnya itu, menyisakan atasan lengan panjang ketat, sedangkan aku merebahkan diri di kasur.

"Kenapa kau menangis tadi?"

Hening sebentar. Aku memperhatikan Rosé yang sedang mencharge ponselnya sebelum ia menjawab,

"Sudah lama sejak ada orang yang membelaku."

"Lisa?"

"Kau percaya padanya?"

Alisku mengkerut, tidak mengerti. Aku mengganti posisi jadi tengkurap, menahan kepala dengan tangan dan siku bertumpu pada kasur. Mataku bergulir menatap Rosé yang masih berdiri.

"Lisa berpacaran dengan Lucas di belakangku, dia yang menyuruh Lucas meminta fotoku, lalu menyebarkannya." Rosé terkekeh.

Aku hanya diam. Itu lumayan mengejutkan, tapi pikiranku sesaat teralih saat Rosé membuka atasan ketatnya itu, menyisakan bra hitam, tanpa sadar pupilku membesar saat melihatnya.

"Menyedihkan."

"Aku?"

"Lisa dan bajingan itu."

Rosé tertawa, dia membuka celananya juga. Aku mengalihkan pandangan, bukannya sok polos, tapi badanku sedang lelah, lebih baik mencegah daripada mengobati.

"Aku sudah tahu sejak awal dia begitu." Rosé berjalan melewatiku, menuju kamar mandi. "Menyenangkan melihat tingkah lakunya saat aku tahu siapa dia sebenarnya," lanjutnya.

Aku tidak menjawab, bagian selatanku sesak. Sialan, baru begitu saja sudah keras? Bodoh, kenapa aku begini, sih?

"Aku mandi duluan, ya," ucap Rosé sebelum masuk ke kamar mandi.

"Ya."

Pintu kamar mandi tertutup. 2 detik setelahnya terbuka lagi, kepala Rosé menyembul keluar.

"Mau mandi bersama?"

"Hentikan."

Tawa Rosé menyapa telinga. "Yasudah kalau tidak mau." Pintu kamar mandi kembali tertutup.



10 detik setelahnya terbuka lagi, tapi aku yang membukanya.






Note;

COYY MULMEDNYA GANTENG BGT GASI GW SALFOK MULU PAS LAGI NULIS 😩😩

𝐖𝐞𝐢𝐫𝐝𝐨𝐬❜🪵Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang