Note;
Untuk memperjelas, latar belakangnya kota kecil di Amerika, kota mereka gk modern dan bisa dibilang agak terbelakang.
Sejak dulu aku memang tidak pernah mempunyai kepribadian yang ceria. Berbeda dengan anak seumuranku yang lain saat aku masih taman kanak-kanak, aku lebih memilih duduk di dalam kelas daripada ikut bermain di taman bersama yang lain.
Begitu pun saat aku di sekolah dasar, rasanya mencoret-coret di buku paket lebih menyenangkan daripada main sepak bola.
Temanku hanya 2, dan itu bertahan hanya 1 semester karena katanya aku membosankan. Aku selalu menolak saat diajak bermain bersama, lebih memilih di dalam kamar, berbaring di atas kasur sambil mendengarkan radio, dan mencoba hal-hal yang menurutku seru sendiri.
Bagiku hidup itu tidak berguna. Hanya tentang kau hidup dan kau mati. Melakukan segala kebodohan, dibenci banyak orang, mengalami banyak masalah, dan dipuji-puji setelah mati.
Dulu ibuku selalu berusaha berbicara denganku, semacam deep talk, tentang apa yang membuatku lebih sering mengunci diri di kamar dan mendapat nilai jelek.
Tapi aku tidak menjawab, jadi aku dipukuli.
Kamar adalah satu-satunya tempat aman. Tidak pernah ada yang memasuki kamarku selain Ayahku dan Ibuku—dan mereka berhenti mengusik hidupku semenjak bercerai, sudah bertahun-tahun kamar ini hanya disentuh pemiliknya: aku.
Setiap masuk sekolah baru, aku terkenal sejenak. Karena wajahku, tentu saja, hanya itu daya tarikku, tapi aku berhenti jadi bahan bicara semua orang saat mereka tahu aku membosankan.
Dan Rosé harusnya tidak ada bedanya, kan? Dia adalah salah satu dari orang-orang yang berusaha memasuki hidupku, berusaha menjadi peran penting, padahal nanti pasti pergi setelah bosan. Harusnya, Rosé tidak aku biarkan masuk terlalu dalam.
Tapi kenapa dia ada di kamarku sekarang?
"Cari saluran yang jelek."
"Memang tidak ada yang bagus." Aku mengambil remot TV yang ada di atas nakas lalu menyalakan TV tersebut. Iya, di kamarku ada TV.
"Yang paling jelek." Tangan lentik itu meraba badan bagian bawahku saat aku mulai mencari saluran TV yang paling jelek.
"Kenapa?" Tanyaku.
"It's not like we'll watch it anyway."
Aku mungkin sudah gila.
Kenapa membiarkanya masuk?
Kenapa kita tidak melakukannya di ruang tamu saja?
Aku terlalu megikuti alur, Rosé lagi-lagi memimpin, dominan, aku seperti di bawah kendalinya. Ini konyol, dan kau tahu apa yang lebih konyol? Dia memegang kendali penuh atas napasku, jadi saat dia ingin mengambil sebagian udaraku untuk membuatku sesak, dia hanya tinggal menggerakkan tangannya, mengusap, meraba, dan rasanya bukan hanya dadaku yang sesak, tapi sesuatu di bawah sana.
"Relax." Rosé terkekeh kecil, dia membuka pakaian atasnya lalu duduk di pangkuanku, tangan lentiknya merambat dari bahu ke dada, lalu membuka kancing kemejaku perlahan.
Aku menatap sepasang matanya, lalu segera menahan tangan lentik itu. "Kenapa?" Tanya dia, tapi aku tidak menjawab.
Bruk!
"Ah!" Mata Rosé membola, mungkin kaget, saat aku membantingnya ke kasur. Aku merangkak di atasnya, lalu menarik paksa celana pendek yang dia pakai, membuat mulut cantik itu terbuka. "Tunggu! Jeffrey!"
"Katanya mau panggil aku Anderson?"
Aku tidak mengerti ekspresi yang Rosé keluarkan, jadi aku diam saja, menatapnya datar sambil melempar celananya ke sembarang arah.
"Wowowowow, tunggu tunggu! Terlalu cepat!" Pekik Rosé saat aku hendak membuka celana dalamnya. Huh? Memangnya kita harus apa dulu? Bermain catur atau semacamnya?
Aku menatap tangan lentik yang menahan tanganku saat aku melebarkan kedua pahanya, tapi aku tidak peduli, lanjut membuka celanaku.
Rosé memejamkan matanya sembari menggeleng gusar, aku jadi bingung, padahal dia yang memancing, kenapa malah menggeleng-geleng? "Hey, tunggu dulu sebentar—lepaskan pahaku brengsek!" Teriaknya saat aku sudah ambil posisi, aku menepis tangannya yang menutupi, dan memilih tidak peduli, pura-pura tuli.
"Jeffrey sialan setidaknya pakai pelumas dulu bodoh!!!" Teriak Rosé lagi.
Ups, telat.
"AAAAAAAAAAAA!!!"
Note;
Gw nulis chap ini sambil ngakak anjrot jgn dibawa serius ya kak ✌🏻

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐖𝐞𝐢𝐫𝐝𝐨𝐬❜🪵
أدب الهواة𝐑𝐨𝐬𝐞 𝐱 𝐉𝐚𝐞𝐡𝐲𝐮𝐧 ❝Jeffrey yang aneh bertemu Rosé yang sama anehnya.❞ Inspired by a Netflix's series The End of The F***ing World.