666

3.4K 684 73
                                    




"Aku ingin ke rumahmu."

Aku terdiam sebentar, lalu bertanya. "Untuk apa?"

"Bermain saja." Bisa aku lihat lewat ekor mata, Rosé mengedikkan bahu pelan. "Atau mungkin hal lain, tidak ada yang tahu."

Aku jadi berpikir, apa Rosé semesum itu? Aku jarang melihat perempuan sepertinya, dia terang-terangan menunjukkannya di hadapanku seolah itu sopan-sopan saja. Well, aku tidak risih, sih.


"Rumahku jelek."

"Yang penting kau-nya tidak."

Aku tidak menjawab lagi, meneguk bir kalengan yang baru saja ku beli di vending machine. Rosé merebutnya dariku, dia meminumnya, dan aku tidak ada niatan mengambil kembali setelah itu, walau aku tidak yakin dia sanggup, kelihatannya dia hanya peminum wine cooler, paling maksimal.

"Aku ingin mencoba ganja, kau pernah mencobanya?"

Apa-apaan pertanyaan itu? "Pernah." Tentu saja. Well, umur kami belum legal, tapi apa kalian pikir semua perbuatanku legal?

Rosé menoleh, aku yakin dia sengaja melakukan itu; menolehkan kepala sepenuhnya di saat pundak kami bersentuhan, mengikis jarak, dia sangat suka skin ship. "Kau pernah? Beli dimana?" Tanya Rosé.

"Aku mencurinya."

"Kau suka mencuri?"

"Kalau diperlukan." Aku ikut menoleh, hidung kami nyaris bersentuhan. "Kenapa? Kau ingin melaporkanku? Dasar orang kaya."

Rosé sontak tertawa, dia menyenderkan kepalanya pada pundakku, lagi-lagi kami meniru salah satu scene di serial drama kesukaan ibuku dulu, mungkin ini akan terlihat seperti di film-film kalau saja pemeran utamanya bukan pria putus asa yang tidak peduli akan kehidupan sepertiku.




Tangan Rosé mendarat di pahaku—mungkin ini kebiasaan buruk dia, apa dia juga melakukannya pada pria lain?

Tapi perhatian Rosé teralih pada tanganku yang berada di atas pahaku sendiri, dia genggam. "Tanganmu bagus, sesuai tipeku."

Dia punya tipe tangan ideal?

"Ya, aku punya tipe tangan ideal," ucapnya seolah bisa membaca pikiranku. "Yang panjang, berurat, sedikit ramping, dan kuku pendek. Aku sebut itu tangan yang tampan, karena biasanya tangan seperti itu ada pada orang yang wajahnya tampan." Mata Rosé bergulir melirik wajahku.

"Wajahmu tampan, itu alasan aku mengencanimu. Karena wajahmu."

Aku mengencanimu karena tubuhmu.



Tanganku terulur untuk mencengkram pelan lehernya, dan menolehkan kepalanya ke arahku, aku tatap wajahnya lamat-lamat, cantik, aku tidak tahu apa tipe wajah idealku, tapi sepertinya aku sudah menemukannya sekarang.

Aku menariknya mendekat, dan bibir kami saling menempel, bibirku bergerak kecil—sugesti, ditambah mengikuti apa yang Rosé lakukan beberapa hari lalu.

Mataku mulai tertutup, tanganku yang tidak ada pada leher Rosé merambat masuk ke dalam kaus yang dia pakai, mengelus pinggang rampingnya, dan tangan lentik itu menyentuh dadaku, sedangkan tangan lentik yang satu lagi ada pada pahaku.





Sesaat aku sadar, ada kemungkinan besar kami hanya saling memanfaatkan untuk kesenangan pribadi. Ada kemungkinan besar Rosé hanya ingin tubuhku saja.

Aku pun juga begitu, jadi tidak masalah, kan?

𝐖𝐞𝐢𝐫𝐝𝐨𝐬❜🪵Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang