"Ada makanan apa?" Tanya Rosé dua detik setelah melempar jaketnya ke sofa rumahku."Tidak ada."
"Aku lapar."
"Aku juga. Mengangkanglah di meja makan."
"Tidak lucu." Rosé mendelik kesal, tapi aku yakin tidak benar-benar kesal, dia yang pertama kali merabaku, for god's sake. "Kalau begitu ayo makan di luar."
"Dimana?"
Rosé terdiam sebentar. "Diner tempat aku bekerja."
"Oke." Aku melangkah ke kamar Ayah saat Rosé berdiri dan memakai kembali jaketnya. Ayah menyimpan banyak uang, judi adalah keahliannya, aku mengambil 50 dollar.
Kembali menghampiri Rosé di sofa, perempuan itu menaikkan kakinya ke meja, menatapku. "Kakiku sakit."
"And?"
Bibir Rosé maju satu senti, aku hanya menatapnya datar. "Apa?"
"Tidak ada motor?"
"Adanya mobil."
"Itu lebih bagus. Kita pakai mobil."
Sebenarnya aku tidak terlalu jago menyetir, tapi sepertinya gampang, jadi aku mengangguk dan mengambil kunci mobil—Ayah memang jarang memakai mobil, bensin lumayan mahal baru-baru ini. 5 menit setelahnya kami mendapati diri kami masing-masing di dalam mobil tua kuning milik Ayah. Aku di kursi kemudi, Rosé menyenderkan kursinya.
"Lumayan nyaman," ucap Rosé.
"Kau tidak bisa menyetir?"
Ia menoleh. "Bisa."
"Kau saja yang menyetir."
"Kalau aku yang menyetir, siapa yang akan mengulum pen—"
"Hentikan." Aku menyalakan mobil. Rosé yang menoleh terlihat dari sudut mataku, selanjutnya dia berkata,
"Terakhir kali kau bilang 'hentikan' kita berakhir di kamar mandi—"
"Rosé." Aku menatapnya datar, walau bohong namanya kalau aku tidak berpikir sebuah blowjob saat sedang menyetir terdengar seru. "Jok belakang tidak cukup luas untuk kita berdua, tutup mulutmu."
Dia berusaha menahan tawa, lalu mengangguk. "Ayo berangkat!"
Diner tempat Rosé bekerja tidak terlalu spesial, tidak terlalu ramai juga. Sesampainya kami di dalam, Rosé disambut dengan pelayan laki-laki berkulit pucat, memeluk pinggang ramping pacarku itu.
What the fuck?
Jungkook?
Dia bekerja di sini juga? Omong kosong macam apa ini?
Aku masih diam sampai pelukan mereka terlepas, Rosé menoleh ke arahku—yang berdiri di belakangnya—dengan senyum yang tidak luntur sejak membuka pintu diner tadi. "Surprise! Jungkook menggantikanku selama kita berbulan madu!"
Bulan madu? Haha.
"Ayo, aku lapar."
Selanjutnya kami berdua mandapati duduk di hadapan masing-masing dengan buku menu di tangan, Jungkook berdiri di samping meja menggenggam buku kecil dan pulpen.
"Classic burger. Waffle di sini tidak enak." Aku menutup buku menu itu. Rosé mendelik melihatku mencela, dan menoleh ke arah Jungkook lalu tersenyum miring.
"Apa kau ada di menu? A—"
"Strawberry milkshake juga terdengar enak."
Gerakan mulut Rosé terhenti, matanya bergulir menatapku tepat saat aku melepas pandangan dari menu. 5 detik hening, aku mengerutkan dahi. "Apa? Cepat pesan."
Dapat kulihat Rosé dan Jungkook saling melempar tatap. Sialan. Kenapa, sih, pisau lipat yang selalu ada di kantong celanaku aku tinggalkan di rumah tadi? Seharusnya kubawa saja.
"Honey dipped chicken wings," pesan Rosé.
Bajingan tengik.
Aku hanya ingin menikmati makan siangku sambil melihat wajah Rosé di depan mata, bukannya melihat mereka bersebelahan. Menjijikan. Aku tidak percaya Tuhan, tapi jika benar ada, itu sangat memalukan, bagaimana bisa Ia menciptakan makhluk seperti Jungkook?
Dengan dua gigi besar jelek saat dia tersenyum, kulit pucat, tinggi pas-pasan. Serius, apa selera Rosé sejelek itu?
Kemarin Lucas Wood si Bajingan dan sekarang Jungkook si Kelinci Rabies? Yang benar saja, Rosé? Seleramu yang bagus hanya aku.
"—jadi begitu. Aku tidak ingin balas dendam, sih, tidak ingin memulai rumor soal Lisa juga, jadi aku biarkan saja."
Tangan Jungkook merangkul Rosé yang menyender di kursi sambil memakan chicken wings nya, Jungkook berada tepat di sebrangku.
"Tapi Lucas nyaris geger otak, tuh?"
"Ya begitulah."
"Orang bodoh mana yang melempar Lucas? Keluarga Wood bisa menuntutnya."
Aku bisa melihat senyum Rosé perlahan mengembang, melirikku. "Dia memang sangat bodoh." Aku tahu Rosé pasti sengaja, dia selalu seperti itu, aku biasa saja, toh yang ada di hadapannya saat ia menangis bahagia dan menangis sedih adalah aku, bukan Jungkook.
Tapi Jungkook ikut melirik dengan senyum kecil di wajah menjijikannya.
You know what? That's it. Pertama dia menyentuh pacarku, sekarang memberikan tatapan itu. Cengkramanku pada garpu menguat. Aku berdiri, mengambil satu langkah lebar mendekatinya, kurang dari sedetik setelah itu—
Stab!
Garpu yang aku genggam tadi menancap di bahu kanan Jungkook.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐖𝐞𝐢𝐫𝐝𝐨𝐬❜🪵
Fanfiction𝐑𝐨𝐬𝐞 𝐱 𝐉𝐚𝐞𝐡𝐲𝐮𝐧 ❝Jeffrey yang aneh bertemu Rosé yang sama anehnya.❞ Inspired by a Netflix's series The End of The F***ing World.