242424

1.8K 381 66
                                    



Stab!

"AKH! FUCK! WHAT THE FUCK?!?!" Tangan Jungkook bergetar saat hendak meraih garpu itu, memutar duduknya jadi menghadapku dan memunggungi Rosé. Aku mengernyit kesal, "Jangan dicabut, bodoh, akan ada pendarahan serius." Lalu mengayunkan lutut ke arah rahangnya—sasaran empuk karena dia duduk dan aku berdiri.

Bugh!

"JEFFREY!!" Pekikan Rosé menyapa telingaku.

Kepala Jungkook terdongak, lalu menyender ke Rosé yang berada di belakangnya, sekarang tangan kiri Jungkook beralih memegang rahang, tidak bersuara lagi. Tidak terlalu kencang, kok, aku bisa aja mengayun lebih kencang agar dua gigi besar jelek itu copot.

Sialan.

Aku menjambak rambutnya, dia tidak begitu berat, lalu menyeretnya keluar, melewati pelayan yang sedang diam-diam mengetik sesuatu di ponsel, aku merebut ponsel itu, melemparnya ke kaca jendela yang langsung pecah.

Jungkook meronta, berusaha melepas cengkramanku pada rambutnya, dia entah bicara apa, sepertinya hantaman pada rahang tadi membuat susah bicara.


Saat aku berhenti menyeret Jungkook dan melepasnya di tanah parkiran, Rosé menyentuh lenganku. "Jeff—"

BUGH!

Rosé membekap mulutnya sendiri saat aku menendang perut Jungkook yang sedang berbaring. Lagi, dan lagi. Jungkook sedaritadi tidak bergerak, tapi matanya masih terbuka, darah mengalir dari mulutnya.

Setelah beberapa tendangan, aku menempelkan alas sepatuku di wajah Jungkook, dan tersenyum.

"Jeon, sentuh Rosé lagi dan rusukmu akan patah."

Atau mungkin rusuknya sudah patah? Entahlah.


Aku menggesekkan alas kakiku di tanah, berusaha menghilangkan bekas darah pembawa sial Jungkook dengan tangan dimasukkan ke saku saat tangan lentik Rosé melingkar di perutku.

"You look weirdly attractive in this type of situation."

Oh.

Oh.

Kembali dengan Rosé, kesayanganku, yang dulu menikmati apa yang ia kira kinky sex saat aku nyaris membunuhnya, yang menyelipkan kakinya di antara dua kakiku saat pertemuan pertama, yang duduk di pangkuanku saat TV menampilkan channel membosankan.

Oh god.

Aku memutar badan, dan bibir kami bertemu. Bukan yang pertama kali, seharusnya tidak ada bedanya, tapi seperti ada kembang api di dadaku. Ini konyol, kenapa pinggang Rosé sangat pas di tanganku?

Kami berciuman di hadapan Jungkook yang nyaris tidak sadarkan diri. Timing yang terlalu sempurna, rasanya aku ingin meludahi wajahnya dan memberikan jari tengah sambil berkata, "i fucking win, get your crusty ass outta here." Karena tiap mengingat tatapan Jungkook aku tahu dia ingin memulai sebuah kompetisi bodoh.

Ciuman kami terlepas, Rosé jinjit demi berbisik, "dia pantas dipukuli."

"Oh? Another jerk?"

"Not as bad as Lucas, but, yes, he is."

"You've got some explanation to do. Ayo pulang."


Saat kami melangkah menjauh dari Jungkook, aku bisa melihat dari ekor mata tangan bergetar si Kelinci Rabies itu mengacungkan jari tengah, dan pendengaranku masih cukup baik untuk mendengarnya berkata,



"Fucking weridos!!"















Kami duduk bersebelahan di dalam mobil tua kuning milik Ayah dan langsung menancap gas pergi dari sana sebelum polisi datang. 'Zu Zu' by The Bonnevilles mengalun dari radio, sangat tidak pas dengan situasi sekarang dimana aku menyetir seolah ada tsunami yang mengejar sedangkan Rosé duduk santai sambil bernyanyi kecil.

"Kau benar-benar akan dikirim ke Pusat Detensi Remaja."

"Mungkin." Aku mengedikkan bahu, tepat saat itu aku merasakan keberadaan Rosé yang mendekat, tangannya menyentuh lenganku, menempelkan pada dadanya. "Tadi lumayan. Aku suka melihat laki-laki yang memukuli orang, apalagi jika laki-laki itu tampan."

Aku tidak menjawab, Rosé berbisik, "it turns me on."


Rosé mungkin sudah gila.

Dan aku juga.

Oke, bukan aku yang gila, ini salahnya kenapa ia terlihat sangat manis bahkan hanya dengan atasan ketat yang sedikit tertutupi windbreaker—maksudku, dia sudah memakai pakaian itu selama 2 hari tapi pikiranku untuk merobek atasan ketat itu tidak kunjung pergi.

2 detik setelah Rosé berbisik, kami sampai di perkarangan rumahku. Aku bisa merasakan bagian selatan sesak, dan Rosé juga melihatnya, dia menatapku. "Aku jago dalam hal mengulum."

Melihat senyuman Rosé, aku menyamankan duduk. "Cepatlah."





Selanjutnya aku mendapati diriku sendiri menjambak rambut Rosé sambil mendongak ke atas. Serius, bagaimana bisa Rosé sangat baik dalam hal ini? Apa dia sering—oke, aku tidak ingin memikirkannya, Rosé ada di tanganku sekarang, dia milikku.

Lucas dan Jungkook sudah aku singkirkan, satu patah tulang punggung dan satu lagi patah tulang rusuk. Kemarin aku dapat hadiah di kamar mandi setelah melempar Lucas dari lantai 3, sekarang mendapat blowjob setelah menghajar Jungkook.

Jika aku membunuh pamannya, apa yang akan aku dapat?

Aku tidak percaya Tuhan, tapi: oh my fucking god, pasti Rosé akan memberikan hadiah yang luar biasa, atau mungkin dia akan membiarkanku mematahkan tubuhnya di atas kasur setelah memberikan senyuman sambil berkata, "dia pantas dipukuli, terima kasih."

Terdengar menyenangkan.




Baiklah, aku akan membunuh bajingan tua itu—untuk keuntungan pribadiku, jangan salah paham.





Note:

Vulgar bgt yh

𝐖𝐞𝐢𝐫𝐝𝐨𝐬❜🪵Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang