Chapter 33

1.7K 134 11
                                    

^^

Hanin menuruni tangga rumahnya untuk sarapan karena kebetulan hari ini dia shift pagi. Namun ia memelankan langkahnya ketika mendengar suara yang tidak asing tengah bercakap dengan ayahnya.

"Ada Bian di ruang depan. Dia kayanya sengaja datang pagi-pagi buat minta maaf sama kamu." Ucapan Ibunya membuat Hanin tanpa sadar melihat arlojinya yang baru menunjukkan pukul 6 lewat 15 menit.

"Aku sarapan dulu Ma," ucap Hanin dan mengambil beberapa lembar roti.

"Tunggu makanannya matang dulu Nin. Kita sarapan bareng," ucap Mama.

"Hanin bisa terlambat Ma," ucap Hanin dan melanjutkan kegiatannya mengolesi roti dengan selai coklat kesukaannya.

"Ma, Hanin berangkat dulu ya," ucap Hanin setelah menyelesaikan sarapannya, sementara mama nya masih bergelut dengan masakan.

"Yaudah, hati-hati. Jangan marah-marah sama Bian, kalau kamu takut emosi gak tertahan mendingan diam aja." Pesan mama dan Hanin hanya menganggukkan kepala kemudian mencium punggung tangan ibunya.

Sesampainya di ruang tamu Hanin melihat Bian yang saat ini posisi nya memunggunginya.

"Nin mau berangkat?" tanya ayahnya.

"Iya Yah. Hanin permisi dulu ya." Pamit Hanin

"Gak sarapan dulu?" tanya ayahnya.

"Hanin udah makan roti," jawab Hanin.

"Loh, Ayah pikir kamu mau nungguin masakan mama matang, kita sarapan bersama. Kasihan Bian pagi-pagi udah kesini," ujar ayahnya membuat Hanin menggerutu dalam hati, orang macam ini untuk apa dikasihani!

"Hanin takut telat Yah, sekarang shift pagi." jawab Hanin.

"Hanin benar Om, gak papa kok kita lain kali aja sarapan bersama," ucap Bian.

"Yaudah kalau gitu, kalian hati-hati," ucap ayahnya.

Mereka pun melangkah bersama menuju keluar rumah.

"Nin soal semalam..." Bian menjeda ucapannya mencoba melihat ekspresi Hanin.

"Jangan bahas dulu apa-apa. Aku gak mau pagi ku sudah buruk," ucap Hanin sambil melihat ke arah traffic light yang berubah warna menjadi hijau.

"Tapi aku gak mau kita salah paham dalam jangka waktu yang lama," ucap Bian keras kepala.

"Siapa juga yang salah paham? Memangnya apa yang membuat kita berada dalam situasi salah paham? Bukankah semalam juga kamu udah ngasih tahu aku bahwa ada urusan mendadak?" jawab Hanin masih mencoba menahan emosinya.

"Tapi kamu gak balas pesan aku. Aku tahu kamu marah," ucap Bian.

"Jika aku tidak marah karena kelakuan kamu akhir-akhir ini, apakah aku masih bisa disebut perempuan normal?" Hanin berkata dengan sarkas.

"Nin, aku mohon sama kamu. Buang semua pemikiran buruk yang sekarang tengah berkecamuk dalam pikiran kamu. Aku ada operasi mendadak semalam, dan aku lupa gak hubungi kamu dulu karena panik."

Hanin melunak mendengar ucapan Bian. Ia mencoba menenangkan dirinya sendiri, menghapus pemikiran negatifnya dan mencoba mengisi dengan hal-hal yang positif.

"Nin ..." panggil Bian karena tak kunjung mendapat jawaban dari Hanin.

"Aku mencoba untuk memahaminya, jadi kumohon jangan dulu bicara denganku," jawab Hanin. Ia tahu saat ini yang harus dilakukannya hanyalah menenangkan pikirannya.

***

Tiga hari sejak dia bertemu dengan Bian dan Hanin belum pernah berbincang lagi dengan pria itu, rasanya sangat sulit sekali bahkan untuk sekedar melihat wajah Bian. Hanin sering berpikir, apakah segitu sibuknya pria itu sampai sangat sulit untuk ditemui?

Rencana [Telah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang