Tina memanyunkan bibirnya saat Alfan mengajaknya ke sebuah restoran, padahal perutnya sedang kelaparan sekarang, namun harus menemani bosnya itu makan siang, tentu saja Tina pasti akan dibuat seperti sapi ompong yang hanya bisa melihat bosnya makan.
"Saya pesan ini, ini, ini, dan semua ini ya. Minumannya juga yang ini dua." Alfan menunjuk ke arah buku menu saat pelayan datang menanyakan pesanannya.
"Baik, Pak. Mohon ditunggu!"
"Iya, terima kasih." Alfan mengangguk samar lalu menatap ke arah Tina yang tampak muram wajahnya, ekspresinya bahkan terlihat kesal entah karena apa.
"Kamu kenapa?"
"Saya lapar, Pak. Tapi saya harus menemani Anda makan, ini kan jam istirahat bukan jam kerja, Pak. Masa saya harus tetap menemani Anda makan?" keluh Tina terdengar kesal, namun Alfan justru tersenyum diam-diam, asistennya itu terlalu polos atau bagaimana, padahal tadi Alfan sudah mengatakan bila dia akan makan bersamanya.
"Saya sudah bilang kan, kamu makan bersama saya di sini. Kenapa kamu malah merengek seperti anak kecil? Kekanak-kanakan." Alfan berdecap tak habis pikir, namun Tina justru masih cemberut.
"Iya karena saya seharusnya sudah makan sekarang, tapi Bapak malah menyuruh saya makan di sini. Memangnya apa enaknya makanan di sini? Pasti porsinya kecil, tidak banyak, tidak bisa kenyang." Tina menatap sekelilingnya, di mana orang-orang yang berada di sana begitu pelan memakan makanannya, berbeda dengan cara makannya.
"Ini restoran khas Indonesia bukan Perancis, jadi kamu tidak perlu khawatir dengar porsi makannya."
"Iya sih, tapi tetap saja saya seharusnya sudah makan sekarang." Tina mengelus-elus perutnya, merasa tidak sabar untuk diisi makanan. Sedangkan Alfan hanya terdiam dengan mata dingin dan tenang, yang langsung Tina senyumi setelah sadar tingkah lakunya sudah membuat bosnya marah.
"Maaf, Pak."
"Kenapa minta maaf?"
"Karena saya terlalu mengeluh." Tina menundukkan wajahnya yang diangguki mengerti oleh Alfan.
"Bagus lah kalau kamu sadar, saya hampir saja mengusir kamu dari sini." Alfan menjawab ketus yang hanya Tina gerutui dalam hati.
"Iya, Pak. Maaf." Tina menjawab pasrah, berusaha untuk mengalah, karena yang bisa ia lakukan sekarang hanya bersabar menghadapi bosnya dan menunggu makanan yang entah kapan akan datang.
Cukup lama menunggu, akhirnya pesanan mereka datang, membuat Tina tersenyum girang, merasa tak sabar ingin segera melahap makanannya.
"Permisi, Pak. Maaf sudah menunggu lama." Beberapa pelayan datang membawa banyak makanan dan menghidangkannya di hadapan mereka. Membuat Tina terkejut, melihat banyak makanan yang begitu menggiurkan lidah dan perutnya.
"Terima kasih," jawab Alfan setelah para pelayan meletakkan semua makanannya.
"Iya, Pak. Permisi."
"Wah," decak kagum Tina saat mendapati banyak makanan di mejanya.
"Kenapa cuma dilihat? Cepat makan, katanya lapar."
"Semua ini boleh saya makan, Pak?" tanya Tina terdengar antusias.
"Iya. Kecuali nasi saya, tapi kalau minuman kita bisa join." Alfan melirik ke arah minumannya, sedangkan Tina langsung cemberut tak suka.
"Ini minuman saya, Bapak tidak boleh minum. Kalau yang itu, baru minuman Bapak." Tina menunjuk bergantian dua minuman yang berada di sisi meja, sedangkan Alfan hanya tersenyum tipis melihat ekspresi Tina yang menggemaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pura-pura Jadi Calon Istri Bos (TAMAT)
RomanceMenurut Tina, memiliki bos seperti Alfan itu menyebalkan. Sifat dan kepribadiannya yang aneh, sering kali membuat Tina ingin menyerah meski pada akhirnya ia tetap tidak bisa. Banyak hal yang mengharuskannya tetap bertahan, termasuk keinginannya untu...