Part 16
Setelah turun dari mobil, Alfan melangkahkan kakinya ke arah kantornya. Ekspresi wajahnya tampak lebih cerah dari pagi biasanya, itu karena kemarin Alfan bermain dengan Ella di ruangannya, banyak waktu yang ia habiskan untuk menemani bocah perempuan itu. Sore harinya, Alfan mengantarkan Tina dan adiknya itu ke rumahnya, Alfan sempat berbincang-bincang dengan Tante yang ia tahu bernama Laily dan juga papanya Tina. Mereka begitu hangat padanya dan bahkan mengajaknya makan malam bersama.
Sebenarnya Tina sudah menyuruhnya untuk pulang dan juga menolak permintaan tantenya untuk menawarkannya mampir, namun bukan Alfan namanya bila tidak dijadikan kesempatan untuk lebih dekat dengan mereka.
Meskipun suasana makan malam saat itu begitu sederhana, hanya dengan lauk seadanya, entah kenapa Alfan merasa nyaman berada di sana, ia bahkan hampir tidak bisa melupakan rasanya. Hal kecil bisa menjadi kebahagiaan, banyak tawa yang terukir tulus dari bibir mereka membuat Alfan sempat iri karena keluarganya jarang bisa bersama, namun keluarga Tina begitu melengkapi dengan indahnya meski suasananya tak bisa dikatakan mewah.
Tidak seperti biasanya, kali ini Alfan berjalan sembari tersenyum, memperlihatkan keramahan yang tidak pernah ia lakukan di depan banyak orang. Hatinya benar-benar bahagia sekarang, merasa sulit untuk diabaikan terlebih lagi disembunyikan.
Banyak tatapan keheranan dari para karyawannya, mereka seperti penasaran dan bertanya-tanya ada apa dengan bos mereka. Sedangkan Alfan yang menyadarinya bersikap tidak peduli, kalau biasanya ia mungkin akan menatap tajam dan bahkan menegur siapapun yang berani menatap tak sopan ke arahnya.
Sekarang Alfan seperti orang tidak peduli lagi, hatinya sedang berbunga-bunga kali ini, seolah harapannya untuk semakin dekat dengan Tina hampir menjadi kenyataan. Sampai saat kebahagiaannya itu terganggu oleh suara seseorang yang sedang memanggil namanya, seperti suara wanita yang sangat dikenalinya.
"Kak Alfan," teriak seseorang dari arah belakang, membuat Alfan menghentikan langkahnya lalu menoleh ke asal suara, di mana ada Diandra di sana.
"Diandra. Kenapa dia ada di sini?" gumamnya lirih merasa tak mengerti kenapa wanita itu bisa berada di kawasan kantornya.
"Hai, Kak." Diandra menyunggingkan senyumnya ke arah Alfan setelah berada di depannya.
"Kenapa kamu ada di sini?"
"Kak Alfan enggak tahu ya? Mulai kemarin aku dan keluargaku pindah ke sini, jadi mulai sekarang kita satu kota." Diandra menjawab bersemangat yang tentu saja membuat Alfan terkejut mendengarnya.
"Pindah ke sini? Maksud kamu,sekarang kamu tinggal di kota ini?"
"Iya, Kak. Keren kan?"
"Untuk apa?" tanya Alfan tak habis pikir, sedangkan Diandra justru cemberut, seolah kecewa dengan pertanyaan Alfan yang terkesan tak peka.
"Ya enggak apa-apa sih, Kak. Memangnya harus ada alasan ya kalau kita mau pindah ke suatu tempat?"
"Tentu saja, Ra. Kamu dan keluargamu itu terlalu mendadak pindah ke sini, bagaimana mungkin kamu enggak punya alasan untuk itu?"
"Ada sih sebenarnya, tapi aku takut Kak Alfan enggak percaya." Diandra menyunggingkan senyum penuh artinya membuat Alfan penasaran dengan ulahnya.
"Apa?"
"Aku mau melamar kerja di perusahaan Kak Alfan. Boleh kan, Kak?" Alfan sempat terkejut mendengar jawaban Diandra, merasa tak mengerti saja kenapa wanita itu pindah ke kota ini hanya karena ingin melamar kerja di perusahaannya.
"Bukannya kamu akan menikah? Untuk apa kamu melamar kerja di sini?" tanya Alfan tak habis pikir, namun Diandra justru tersenyum dan menggeleng pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pura-pura Jadi Calon Istri Bos (TAMAT)
RomanceMenurut Tina, memiliki bos seperti Alfan itu menyebalkan. Sifat dan kepribadiannya yang aneh, sering kali membuat Tina ingin menyerah meski pada akhirnya ia tetap tidak bisa. Banyak hal yang mengharuskannya tetap bertahan, termasuk keinginannya untu...