Tina tersenyum ke arah lelaki paru baya yang tengah makan di kursi rodanya. Tina tampak bahagia bisa melihat papanya makan dengan lahap, setelah ia memiliki uang untuk membelikan makanan kesukaan papanya.
Seperti pagi biasanya, Tina menyuapi papanya yang menderita sakit lumpuh. Lelaki paru baya itu tampak tak berdaya di kursinya, namun Tina sangat menyayanginya, terlebih lagi saat melihat papanya tersenyum ke arahnya.
Hampir sepuluh tahun lebih, Tina berjuang sendiri, bekerja ke sana ke mari demi bisa mencukupi kehidupannya dengan papanya. Belum lagi obat papanya yang harus Tina tebus setiap bulannya, memberinya beban lebih berat lagi.
Untungnya semua itu terjadi sebelum Tina bekerja di perusahaan Alfan, sekarang Tina merasa hidupnya sedikit lebih baik dengan gaji yang cukup dan bahkan bisa menabung sedikit demi sedikit. Itu lah kenapa Tina berusaha untuk tetap bertahan meski terkadang sikap bosnya itu sangat menyebalkan, namun di dalam hati Tina selalu merasa bersyukur bisa mendapatkan pekerjaan itu padahal ia hanya tamatan SMA, pendidikan yang paling rendah bila dibandingkan dengan teman-temannya.
"Papa sudah kenyang," ujar pria paru baya itu sembari tersenyum, menghentikan Tina dari aktivitas menyuapinya.
"Ya sudah, kalau begitu sekarang kita ke ruang TV ya." Tina meletakkan piringnya lalu mendorong kursi roda papanya ke ruangan, di mana biasanya papanya menonton TV di sana, setelah itu Tina baru bisa tenang meninggalkan papanya untuk bekerja.
"Papa kamu sudah makan, Na?" Suara wanita terdengar dari arah pintu, seorang wanita bernama Laily, adik dari Papa Tina, bisa dibilang Tantenya Tina.
"Sudah, Tante."
"Ya sudah kalau begitu kamu berangkat kerja ya, biar Papa kamu Tante bawa ke ruang TV."
"Enggak apa-apa, Tante. Biar aku aja yang bawa Papa ke sana. Tante sendiri sudah antar Ela ke sekolah?"
"Ela sudah diantar sama Ayahnya." Laily menyunggingkan senyumnya yang Tina angguki dengan ramah. Selama Tina bekerja, tantenya itu lah yang menjaga papanya dan memenuhi semua kebutuhannya, Tina sangat bersyukur memilikinya. Kebetulan rumah mereka berdampingan, jadi Tina bisa tenang dan tidak terlalu merasa bersalah sudah merepotkan Tantenya.
"Sudah, kamu kerja saja sana, Papa kamu mau Tante bawa ke depan rumah cari udara segar, jangan ke ruang TV dulu." Laily mengambil alih pekerjaan Tina, yang diangguki oleh wanita cantik itu.
"Iya, Tante. Terima kasih." Tina mengambil tasnya, lalu menyalami tangan papanya dan juga tantenya.
"Aku pergi dulu, Pa."
"Biar Tante dan Papa kamu antar kamu sampai depan rumah."
"Iya, Tante." Tina menyunggingkan senyumnya lalu berjalan ke arah pintu rumah, sedangkan di belakangnya papa dan tantenya mengikutinya. Sampai saat mereka berada di depan, mereka dibuat bingung dengan mobil yang terparkir rapi di sana.
"Itu mobil siapa ya, Na? Kok parkir di depan rumah kamu?" Laily bertanya heran, sedangkan Tina justru terdiam dengan mata memicing.
"Mobil ini mirip mobilnya Pak Alfan." Tina bergumam tak yakin, tatapannya terus tertuju ke arah mobil yang cukup familier di matanya. Sampai saat pintu mobil itu terbuka, menampilkan sosok lelaki rupawan yang baru saja keluar dengan gagahnya.
"Pak Alfan?" ujar Tina tak percaya, merasa bingung kenapa bosnya itu bisa ada di depan rumahnya. Sedangkan Tante dan papanya hanya terdiam, menatap bingung dengan laki-laki yang tidak pernah mereka temui sebelumnya.
"Selamat pagi," sapa Alfan sopan.
"Pagi?" jawab Laily yang justru terdengar seperti pertanyaan, merasa tak yakin saja bila lelaki itu sedang menyapa ke arahnya dan juga kakaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pura-pura Jadi Calon Istri Bos (TAMAT)
RomansaMenurut Tina, memiliki bos seperti Alfan itu menyebalkan. Sifat dan kepribadiannya yang aneh, sering kali membuat Tina ingin menyerah meski pada akhirnya ia tetap tidak bisa. Banyak hal yang mengharuskannya tetap bertahan, termasuk keinginannya untu...