Part 20
Tina melangkahkan kakinya ke arah luar kantor, ia berniat pulang sekarang. Dari arah belakang, mobil Alfan berjalan ke arah luar halaman kantor, saat melewati Tina, mobil itu berhenti dan terbuka jendelanya.
"Tina, kamu akan pulang kan?" tanya Alfan dari dalam mobil, di sana juga ada Diandra yang tersenyum ke arah Tina.
"Iya, Pak."
"Masuklah! Saya akan mengantarkan kamu pulang." Alfan tersenyum ke arah Tina yang tampak tenang dengan ekspresi yang sulit Alfan artikan.
"Tidak usah, Pak. Saya sedang menunggu Ria dan Viona, saya akan pulang dengan mereka."
"Begitu ya? Baiklah. Saya pulang dulu dengan Diandra." Alfan kembali menyunggingkan senyumnya, berusaha terlihat ramah di hadapan Tina, namun sepertinya asistennya itu tetap berekspresi sama, membuat Alfan bertanya-tanya dengan masalah apa yang sebenarnya sedang menimpanya.
"Iya." Tina menjawab singkat sampai saat mobil Alfan melaju pergi, di saat itu lah Tina ingin sekali marah meski ia sendiri tidak tahu alasannya.
"Padahal Pak Alfan yang paling menjauhi Diandra dulu, sekarang malah dia yang paling dekat dengan wanita itu. Dasar, lelaki. Apa mereka semua sama? Selalu plin-plan?" Tina menggerutu kesal lalu kembali berjalan, ia langsung pergi dari sana karena sedang tidak menunggu siapapun termasuk Ria dan Viona, Tina membohongi Alfan hanya untuk menjauhi Diandra. Entah kenapa Tina merasa tidak suka dengan Diandra, padahal apa yang dilakukannya juga tidak salah.
"Tina," panggil seseorang dari arah belakangnya, membuat Tina harus menghentikan langkahnya dan berpaling ke arahnya. Seorang wanita yang sangat dikenalinya, yang sempat dirindukannya, namun sekarang sangat dibencinya.
"Mama," gumam Tina lirih, merasa heran saja kenapa wanita itu ada di kantor Alfan.
"Ada apa?" Tina berusaha bersikap biasa, namun wanita itu justru tersenyum hangat seolah ingin menyapanya.
"Mama mau bicara sebentar sama kamu. Boleh? Tapi enggak di sini."
"Bicara apa?" tanya Tina tenang dengan sesekali menaikkan salah satu alisnya.
"Sesuatu hal."
"Iya." Tina mengangguk tanpa minat, lalu keduanya pergi ke sebuah restoran yang dekat dari sana.
Kini keduanya sudah sampai di sebuah rooftop gedung yang biasanya restoran gunakan untuk orang yang tidak suka acara makannya terlalu bising. Di sana cukup tenang, karena tidak terlalu banyak orang, hanya ada beberapa pasangan yang tak terlalu dekat dengan kursi mereka.
"Ada apa?" Tina mulai bertanya, ekspresinya masih tampak tenang, seolah kerinduannya selama ini sudah hancur dan hangus oleh sikap mamanya sendiri. Padahal, dulu Tina selalu berharap bisa bertemu dengan mamanya yang entah apa alasannya berbuat jahat pada papanya, ia berharap rasa bencinya bisa berubah menjadi rasa bahagia, namun sepertinya itu hanya ilusinya, karena pada kenyataannya rasa benci itu justru meledak memenuhi hatinya saat mamanya itu pura-pura tidak mengenalinya.
"Jangan dingin begitu ke Mama, Na. Mau bagaimana pun hubungan kita dulu, aku ini masih Mamamu." Ratna menunjuk ke arah dadanya, ucapannya seolah menggambarkan bila ia sedang kecewa. Namun Tina justru mengalihkan tatapannya, tersenyum kecut mendengar ucapan mamanya.
"Anda bilang, mau bagaimana pun hubungan kita dulu, Anda masih Mama saya? Kalau itu memang benar, kenapa Anda berpura-pura tidak mengenali saya beberapa Minggu yang lalu?" Tina menyilangkan kedua tangannya, menatap tanya ke arah mamanya yang tertunduk seolah sedang merasa bersalah.
"Mama cuma enggak mau Diandra dan papanya tahu kamu siapa? Tapi sepertinya sikap Mama salah ya ke kamu, Mama minta maaf, Mama cuma enggak mau terlalu mengenang dosa Mama di masa lalu." Ratna menundukkan wajahnya lalu mendongak menatap ke arah Tina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pura-pura Jadi Calon Istri Bos (TAMAT)
RomanceMenurut Tina, memiliki bos seperti Alfan itu menyebalkan. Sifat dan kepribadiannya yang aneh, sering kali membuat Tina ingin menyerah meski pada akhirnya ia tetap tidak bisa. Banyak hal yang mengharuskannya tetap bertahan, termasuk keinginannya untu...